Jakarta, MINA – Founder Indonesia Halal Watch (IHW) Dr. H. Ikhsan Abdullah, mengatakan, IHW mendorong pembentukan badan halal setingkat kementerian pada pemerintahan baru presiden terpilih Prabowo Subianto.
Hal tersebut, menurut Ikhsan, mengingat besarnya urusan halal terkait dengan produk makanan, minuman, obat, kosmetika, rekayasa genetika dan barang gunaan itu wajib bersertifikasi halal sebagaimana pasal 4 Undang-Undang No 33 Tahun 2014 atau Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UU JPH).
“Selayaknya Presiden Prabowo sebagai penerima mandat rakyat berkenan untuk membentuk badan halal, sebuah Badan badan yang khusus mengurusi persoalan sertifikasi halal, yang merupakan kebutuhan pokok konsumen dan produsen,” kata Ikhsan kepada MINA, Rabu (16/10).
Ikhsan mengungkapkan, saat ini Sertifikasi Halal dilaksanakan oleh BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal) di bawah Kementerian Agama, yang dipimpin oleh pejabat eselon I yang tidak memiliki otoritas anggaran dan tidak memiliki kewenangan yang eksekutable, artinya kewenangannya sangat terbatas.
Baca Juga: Passion
“Seyogyanya persoalan halal karena berkait dengan hajat hidup orang banyak, maka seharusnya dipimpin atau dinahkodai oleh sebuah Badan Halal setingkat Kementerian yang mandiri dan langsung bertanggung jawab kepada Presiden sehingga dia memiliki kewenangan yang eksekutable,” ujarnya.
Dia juga berharap terbentuknya badan halal setingkat kementerian itu menjawab permasalahan yang saat ini terjadi, di mana BPJPH wajib mensertifikasi jutaan bahkan puluhan juta produk UMKM di Indonesia dapat diselesaikan dengan sesuai target capaian.
“Bila untuk tata kelola pangan Pemerintah membentuk Badan Pangan, maka sudah saat Presiden Prabowo membentuk badan yang mengurusi sertifikasi halal atas produk pangan tersebut,” pungkas Ikhsan.
Dia juga menegaskan, isu halal ini bukan lagi persoalan agama akan tetapi sudah menjadi isu global dan gaya hidup (lifestyle), karena produk yang halal diyakini sebagai produk yang sehat dan higenis serta mengandung keberkahan.
Baca Juga: Tebar Tuai
Ikhsan juga mengingatkan kepada Presiden terpilih Prabowo, persoalan sertfikasi halal pada produk makanan, minuman, hasil sembelihan, dan jasa penyembelihan itu wajib bersertifikasi halal sebagaimana pasal 4 UU JPH ini agar mendapatkan prioritas utama.
“Hal tersebut mengingat persoalan halal itu berkaitan dengan jaminan kepastian konsumen dan kepentingan produsen agar tetap dapat menjalankan usahanya dengan sebaik-baiknya, karena bila usaha dilindungi maka konsumen dapat menikmati produknya dengan tentram dan nyaman, karena ada jaminan sertifikat halal, khususnya bagi umat Islam yang menjadi mayortias penduduk Indonesia,” katanya.
Ikhsan juga menyampaikan, semua pelaku usaha khususnya UMKM harus mulai bergegas untuk melakukan sertifikasi halal baik melalui jalur reguler maupun jalur halal self declare.
Menurutnya, sertifikat Halal itu merupakan jaminan kehalalan suatu produk yang merupakan unsur penting di dalam keberlangsungan dan kemajuan sebuah produk yang dihasilkan oleh pelaku industri atau usaha, karena halal saat ini sudah merupakan kebutuhan atau lifestyle.
Baca Juga: LPPOM Beri Tanggapan soal Perubahan Wajib Halal bagi UMK dan Produk Impor
“Jadi saatnya belum terlambat untuk melakukan sertifikasi halal dalam rangka menjamin kepastian berusaha, kepastian melindungi kepentingan konsumen dan kewajiban kita semua mentaati hukum undang-undang,” ujar Ikhsan.
Kewajiban Sertifikasi Halal
Sesuai ketentuan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UU JPH), yaitu Undang-Undang No 33 Tahun 2014, pasal (4) yang sekarang menjadi bagian dari Undang-Undang Cipta Kerja No 6 tahun 2023 mengatur bahwa semua produk yang masuk dan beredar di wilayah Indonesia wajib bersertifikasi halal.
Ketentuan UU No 33 Tahun 2014 selanjutnya dioperasionalkan pelaksanaanya melalui Peraturan Pemerintah No 39 Tahun 2021, yang menegaskan bahwa pelaksanaan Pasal (4) UUJPH tersebut dilakukan secara gradual atau bertahap, sesuai dengan jenis produknya, untuk produk makanan, minuman, hasil sembelihan, dan jasa penyembelihan wajib bersertifikasi halal, dan jatuh tempo pada 17 Oktober tahun 2024.
Baca Juga: Jangan Mengeluh
Atas usulan dari Kementerian Koperasi dan UMKM yang diamini oleh Kemenko Perekonomian RI, kewajiban bersertifikasi halal yang semula dimulai pada tanggal 17 Oktober 2024 ditunda menjadi 17 Oktober 2026.
Penundaan itu disampaikan oleh Presiden Jokowi Widodo dalam rapat terbatas yang dihadiri oleh para Menteri pada 15 Mei 2024, dengan alasan banyak pengusaha kecil menengah yang belum siap. Sebagaimana lazimnya sebuah UU bila ditunda keberlakuanya atau dilakukan penundaan harus melalui mekanisme, yakni ditunda melalui PP Perpu atau setidaknya melalui Keppres.
Ikhsan menyampaikan, mengingat sampai hari ini ketentuan mengenai penundaan tersebut belum diterbitkan sampai dengan berakhirnya masa pemerintahan presiden Jokowi yang tinggal empat hari lagi, terhitung dari hari ini 16 Oktober 2024, berarti apabila sampai dengan 20 Oktober 2024, instrumen hukum yang menunda keberlakuan pasal 4 UU JPH khusus mengenai kewajiban sertifikasi halal bagi produk, maka penundaan yang dimaksud menjadi tidak sah secara yuridis, artinya pasal 4 UU JPH tetap belaku sebagaiman ketentuan dimaksud.
“Konsekuensinya mandatori atau kewajiban sertifikasi halal atas produk makanan, minuman, hasil sembelihan, dan jasa penyembelihan itu wajib bersertifikasi halal tetap berlaku sejak tanggal 17 Oktober 2024,” pungkas Founder IHW.[]
Baca Juga: Networking dalam Ajaran Islam
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Komunikasi