Jakarta, MINA – Indonesia Institute for Social Development (IISD) terus mendorong penguatan komitmen pemerintah untuk melindungi masyarakat dari ancaman rokok, terutama dalam rangka menyelamatkan generasi muda dari zat adiksi nikotin.
Menurut Dewan Penasehat IISD Sudibyo Markus, bangsa Indonesia kini masih berkutat dalam zona kenyamanannya, karena tetap menikmati produk tembakau sebagai “berkah bagi pendapatan negara.”
Dia menilai, pemerintah masih sama sekali tidak menganggap produk tembakau sebagai ancaman bagi penurunan kualitas kesehatan, kualitas sumber daya manusia dan daya saing bangsa kita.
“Walau data tentang keterencaman generasi muda bangsa yang menjadi korban tengkes (stunting), kurang gizi, kemiskinan yang mayoritas merupakan dampak rokok begitu mudah diakses dan dipahami. Namun nurani dan sensitivitas kebangsaan kita tetap terselimuti oleh tembakau sebagai berkat bagi pendapatan negara,” kata Sudibyo dalam diskusi media IISD yang digelar di Jakarta, Rabu (23/2).
Baca Juga: Selamat dari Longsor Maut, Subur Kehilangan Keluarga
Dia mengatakan, rokok yang mengandung zat adiktif nikotin, masih diberikan kebebasan untuk beredar merusak generasi muda, berbeda dengan NAPZA dan minuman keras yang dikendalikan dengan keras.
Sudibyo juga menyatakan, Indonesia perlu mengikuti langkah New Zealand yang dua bulan lalu telah mengeluarkan Undang-Undang tentang Pelarangan Anak berusia 14 tahun atau dibawahnya untuk membeli rokok dan merokok. Itu sebagai upaya memutus generasi perokok sedari muda dalam rangka melindungi kesehatan bangsanya.
“Sementara hampir seluruh negara berkemajuan di dunia sejak tahun 2003 telah meratifiikasi dan mengaksesi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) kecuali Indonesia dan sejumah lima negara-negara gurem seperti Monaco, Lithuania dan sebagainya, ujarnya.
Bahkan tak kurang pada Goal 3a Sustainable Development Goal (2015-2030), lanjut dia, juga telah mengingatkan semua bangsa-bangsa untuk meningkatkan pelaksanaan FCTC tersebut.
Baca Juga: Terakreditas A, MER-C Training Center Komitmen Gelar Pelatihan Berkualitas
“Walau semangat untuk ratifikikasi dan aksesi FCTC-pun seakan semakin tenggelam selama dua dasawarsa dan belum menjadi perhatian pemerintah Indonesia, karena ratifikasi atau aksesi FCTC dianggap mengganggu zona kenyamanan produk tembakau sebagai berkah bagi pendapatan negara,” tutur Sudibyo.
Dia juga menilai, di tengah hentakan kesadaran bangsa-bangsa di dunia terhadap ancaman bahaya produk tembakau tersebut bagi kesehatan, Indonesia yang kini sedang mendapat kehormatan sebagai Ketua G-20, masih seolah menikmati zona kenyamanan zat adiktif nikotin tersebut. Sehingga Pemerintah dan DPR masih berkutat dan berdebat antara Pelarangan dan Pengendalian Iklan, Promosi dan Sponsor (IPS) Rokok.
UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, khususnya tentang Iklan, Promosi dan Sponsor rokok yang sifatnya hanya pembatasan dan bukan pelarangan.
Sangat jelas, nikotin sebagai zat adiktif yang terkandung dalam produk tembakau (nicotiana tabaccum) diperlakukan berbeda dengan zat adiktif lain seperti narkoba dan minuman keras/alkohol sebagai sesama zat adiktif yang termasuk dalam APZA yang dilarang untuk diiklankan, lanjutnya.
Baca Juga: Tiba di Inggris, Presiden Prabowo Hadiri Undangan Raja Charles III
Pembina IISD Tien Sapartinah menyatakan, media memiliki peran sangat penting sebagai tameng bagi generasi masa depan bangsa dalam melindungi dari kepungan asap rokok, dengan ikut serta melakukan pelarangan total terhadap iklan maupun promosi rokok (TAPS Ban) dalam pelbagai media.
“Dengan posisi sebagai media bisa memberikan informasi dan penyadaran kepada masyarakat terhadap bahaya rokok, baik dalam bentuk padat atau cair,” pungkasnya.
Data-data tentang keterancaman generasi muda bangsa dari ancaman bahaya rokok begitu mencolok di depan mata, dimana terjadi peningkatan prevalensi perokok pada perokok usia 10-18 th, dari 7,2% di tahun 2013 menjadi 9,1% di tahun 2019.
Selain itu, perokok pemula meningkat dari tahun 2017 ke 2019 dari 9,6% menjadi 23,1% dan usia 15-19 meningkat 140% dari 36,3 menjadi 52,1% (Riskesdas).
Baca Juga: Syubban Jambi Kibarkan Bendera Palestina di Puncak Gunung Dempo
Sementara PerPres No. 10 (2020) tentang RPJMN 2020-2024 secara hitam putih telah melarang semua bentuk Iklan, Promosi dan Sponsor Produk Tembakau itu sebagai upaya “exit strategi” dalam pengedalian rokok di Indonesia. (L/R1/ES2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Ulama Palestina: Ujian Pertama untuk Bebaskan Al-Aqsa adalah Shubuh Berjamaah