Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Iklan Rokok Masih Incar Anak, Aktivis Desak Penegakan Regulasi Lebih Tegas

Rana Setiawan Editor : Widi Kusnadi - 8 jam yang lalu

8 jam yang lalu

0 Views

Denpasar, MINA  – Aktivis perlindungan anak di Indonesia memperingatkan peningkatan jumlah perokok usia dini akibat gencarnya iklan, promosi, dan sponsor rokok yang menyasar anak dan remaja. Hal tersebut disampaikan dalam Simposium Perlindungan Anak pada Konferensi Internasional Tembakau atau Kesehatan (ICTOH) ke-10 yang digelar di Denpasar, Bali baru-baru ini.

Laporan dari Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) menunjukkan bahwa 97 persen anak pernah melihat iklan rokok, sementara 73 persen menyatakan iklan tersebut berada di dekat sekolah mereka. Temuan itu berdasarkan jajak pendapat terhadap 270 remaja dari berbagai daerah seperti Batam, Bangka Belitung, NTT, Sulawesi Utara, Jakarta, dan Majalengka.

“Anak-anak kita menjadi sasaran langsung industri rokok. Mereka terpapar iklan di media sosial, billboard, bahkan di acara musik dan olahraga,” kata Ketua Umum LPAI Seto Mulyadi.

Semenmtara dokter spesialis anak dari IDAI, dr. Ni Luh Sri Apsari, menyampaikan bahwa rokok elektrik mengandung zat berbahaya seperti nikotin, logam berat, dan formaldehida yang dapat menyebabkan gangguan paru, kecanduan, dan menjadi jalan awal menuju rokok konvensional.

Baca Juga: Seruan Global Akhiri Genosida di Gaza Menggema di Peringati Nakba

“Efek jangka panjang rokok elektrik belum seluruhnya diketahui, tapi dampaknya sudah terbukti serius, terutama bagi pertumbuhan dan perkembangan otak anak,” ujarnya.

Ia juga menyebut bahwa paparan nikotin berdampak pada daya ingat, konsentrasi, serta prestasi akademik anak.

Penegakan Hukum Dinilai Masih Lemah

Ketua Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Bali, Ni Luh Gede Yustini, menyatakan bahwa meski regulasi perlindungan anak dari zat adiktif telah diterbitkan, termasuk PP No. 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan dan UU Kesehatan No. 17 Tahun 2023, implementasi di lapangan masih jauh dari optimal.

“Anak-anak sering melihat orang tuanya merokok di rumah. Ini membentuk budaya yang permisif. Hukum saja tidak cukup, harus ada perubahan budaya dan peran aktif keluarga,” katanya.

Baca Juga: Udara Jakarta Memburuk, Level Tidak Sehat

Ia menambahkan bahwa pemerintah daerah perlu menyediakan layanan rehabilitasi bagi anak yang ingin berhenti merokok, serta memanfaatkan media digital sebagai sarana edukasi dan kampanye pencegahan.

Duta Anak Nasional 2025, Ayu Arini Dipta Septina, yang juga anggota TC Warriors LPAI Bali, menyampaikan bahwa anak-anak menginginkan lingkungan yang bebas dari asap rokok. Dalam forum Kongres Anak Indonesia 2025, suara anak menuntut realisasi kawasan tanpa rokok dan penindakan terhadap iklan rokok di ruang publik.

“Masih banyak iklan rokok yang mudah dijangkau di warung, dekat sekolah, bahkan di media sosial. Kami berharap regulasi tidak hanya jadi tulisan, tapi dijalankan di lapangan,” ujarnya.

Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia 2023 oleh Kementerian Kesehatan, terdapat 70 juta perokok aktif di Indonesia, dengan 7,4 persen di antaranya berasal dari kelompok usia 10–18 tahun. Kelompok usia 15–19 tahun menjadi kelompok perokok terbanyak (56,5%), disusul usia 10–14 tahun (18,4%).

Baca Juga: Lebaran Idul Adha UEA Bagi Baju Lebaran untuk Mahasiswa UIN Ar-Raniry

Angka ini menunjukkan tantangan besar dalam mencapai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024, yaitu menurunkan prevalensi perokok anak menjadi 8,7 persen.

“Kami ingin tumbuh sehat, berprestasi, dan bebas dari bahaya rokok. Together We Grow, Together We Protect—dunia yang aman bagi setiap anak,” pungkas Ayu.[]

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Cuaca Jakarta Cerah Berawan Sepanjang Hari Ini

Rekomendasi untuk Anda