Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ilmu Dunia Dikejar, Ilmu Akhirat Dicampakkan: Ironi Pendidikan Zaman Ini

Bahron Ansori Editor : Widi Kusnadi - 33 detik yang lalu

33 detik yang lalu

0 Views

Ilustrasi

DI ERA kemajuan teknologi, ilmu dunia dipuja setinggi langit, namun ilmu akhirat sering dianggap usang. Anak-anak diajarkan mengejar ranking, nilai sempurna, dan gelar mentereng, tapi tidak tahu cara khusyuk dalam shalat.

Ironi ini menyakitkan, karena pendidikan seharusnya membentuk manusia paripurna, bukan hanya mesin pencetak uang. Kita sibuk membangun otak, namun membiarkan hati kelaparan dari cahaya iman.

Setiap pagi anak berangkat sekolah demi cita-cita dunia, tapi lupa membawa bekal takwa. Shalat subuh ditinggal demi ujian matematika, Al-Qur’an diletakkan demi lembar jawaban. Padahal Allah telah menjamin rezeki siapa pun yang bertakwa dan berilmu syar’i. Tapi mengapa kita justru mencampakkan ilmu yang mengantarkan pada ridha-Nya?

Ilmu dunia memang penting, tapi bukan segalanya. Apa arti kecerdasan jika tidak digunakan untuk mengenal Pencipta? Apa guna gelar jika tak mampu mencegah maksiat dan menghidupkan amal? Bukankah seharusnya ilmu membawa seseorang makin tunduk, bukan makin sombong?

Baca Juga: Pelajaran Dari Demak, Potret Pendidikan di Indonesia

Pendidikan zaman ini terlalu sibuk mengejar ijazah, tapi tak sempat mengajarkan adab kepada Sang Pemberi Ilmu. Anak-anak pintar menyusun rumus fisika, tapi tak bisa membaca ayat suci. Orang tua bangga pada prestasi duniawi, tapi tak menangis saat anak tak kenal Allah. Apakah ini yang disebut kesuksesan?

Islam mengajarkan keseimbangan antara dunia dan akhirat. Nabi SAW bersabda, “Barang siapa menempuh jalan menuntut ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim). Tapi ilmu yang mengantarkan ke surga bukan sekadar ilmu eksakta atau teknologi. Melainkan ilmu yang menumbuhkan iman dan memperkuat ibadah.

Betapa banyak profesor yang buta arah karena tak kenal Rabb-nya. Betapa banyak lulusan terbaik yang justru jauh dari masjid dan majelis ilmu. Padahal akhirat jauh lebih panjang dari dunia yang hanya sesaat. Namun anehnya, dunia yang sebentar itu kita kejar mati-matian, sementara akhirat kita abaikan begitu saja.

Inilah wajah pendidikan kita hari ini: mencetak generasi kompeten, tapi gersang rohaninya. Mereka tahu cara menguasai dunia, tapi tak tahu cara merayu Allah dalam sujud. Mereka bisa debat ilmiah, tapi tak mampu menangis di malam hari karena dosa. Bukankah ini cermin kegagalan kita sebagai orang tua dan pendidik?

Baca Juga: Mengukir Solidaritas Palestina Sejak Dini, Tantangan dalam Sistem Pendidikan Indonesia

Jika anak kita pandai bicara, tapi tak pernah membaca Al-Qur’an, itu bukan prestasi, itu bencana. Jika ia hafal teori Darwin tapi lupa siapa Nabi Muhammad SAW, itu bukan kemajuan, tapi kemunduran ruhani. Sebab sejatinya, pendidikan adalah membentuk manusia yang takut pada Allah, bukan hanya takut pada ujian. Pendidikan sejati memuliakan ilmu yang membuat seseorang makin dekat pada surga.

Mari kita bangun kembali ruh pendidikan yang benar. Mari seimbangkan antara ilmu dunia dan ilmu akhirat, agar anak-anak kita tidak hanya sukses di bumi tapi juga selamat di akhirat. Jangan biarkan mereka menjadi generasi cerdas tapi tak kenal Tuhan. Karena sejatinya, ilmu tanpa iman adalah kegelapan, dan iman tanpa ilmu adalah kebutaan.[]

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Suriah dan Israel Menuju Perang Terbuka?

Rekomendasi untuk Anda