Banda Aceh, 22 Rabi’ul Akhir 1438/21 Januari 2017 (MINA) – Meskipun menjadi ilmu yang paling utama di sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala, namun ilmu faraidh (waris) saat ini telah banyak dilupakan bahkan ditinggalkan pelaksanaannya oleh umat Islam dalam pembagian harta warisan dari orang yang telah meninggal dunia.
Karena tidak lagi menjadi perhatian umat, maka banyak terjadi sengketa yang menjurus keributan dalam keluarga karena pembagian harta tidak lagi mengacu pada aturan ilmu faraidh yang langsung bersumber dan diatur oleh Allah untuk kemaslahatan umat.
Untuk itu, umat ini dianjurkan untuk mempelajari ilmu waris dan mengamalkannya dengan benar, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam Haditsnya yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radliyallahu Anhu, “Pelajarilah ilmu waris dan ajarkan, karena ilmu waris merupakan sebagian dari ilmu. Ilmu waris adalah ilmu yang mudah dilupakan dan yang pertama kali dicabut dari umatku”.
Demikian antara lain disampaikan Ustaz H Gamal Achyar Lc MA, Staf Pengajar Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry, saat mengisi pengajian rutin Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) di Rumoh Aceh Kupi Luwak, Jeulingke Rabu (18/1) malam.
Baca Juga: Tumbangnya Rezim Asaad, Afta: Rakyat Ingin Perubahan
“Meskipun kita beragama Islam, namun bukan berarti hukum waris dijalankan dengan benar di tengah masyarakat kita umat Islam. Dalam kenyataannya, hukum waris yang menjadi salah satu ilmu paling penting di sisi Allah, justru banyak ditinggalkan oleh pemeluk agama Islam sendiri,” ujar Ustaz Gamal Achyar.
Ia menjelaskan, ilmu waris merupakan salah satu ilmu dalam Islam yang memiliki tingkat kesulitan tinggi, terutama bagi masyarakat awam. Hingga kini, banyak umat Islam yang tak memahami ilmu waris Islam. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari kita kerap mendengar keributan dan sengketa dalam keluarga akibat pembagian harta warisan tidak sesuai dengan ajaran Islam
“Kita kerap mendengar sebuah keluarga bertengkar atau saling menggugat di pengadilan demi berebut hak waris. Abang ribut dengan adiknya, anak bersengketa dengan orang tua, bahkan kerap terjadi saling bunuh membunuh gara-gara harta warisan ini,” kata Wakil Ketua Ikatan Alumni Timur Tengah (IKAT) Kota Banda Aceh ini.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sangat menganjurkan umatnya untuk melaksanakan hukum waris sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Al-Qur’an. Semua yang sudah diatur dalam Al-Qur’an bertujuan memberikan keadilan pada setiap orang. Selain itu, Rasul juga memerintahkan umat Islam untuk mempelajari dan mendalami ilmu waris ini.
Baca Juga: Resmikan Terowongan Silaturahim, Prabowo: Simbol Kerukunan Antarumat Beragama
“Mencari dan menggali Ilmu-ilmu faraidh mengandung beberapa ratus kebajikan, sedangkan ilmu selainnya cuma sepuluh kebajikan,” sebutnya.
Disebutkannya, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, sekitar 14 abad yang lalu telah memprediksi bahwa pembagian masalah harta warisan bisa menimbulkan pertengkaran. Untuk itu, Islam sebagai agama yang sempurna telah mengatur dan mengajarkan tata cara pembagian harta waris secara rinci.
Islam mengatur hubungan manusia dengan sesamanya, baik dalam skala kecil maupun besar, termasuk diantaranya tekait pembagian warisan. Ajaran Islam juga berupaya mengganti pola kewarisan yang berlaku di zaman jahiliyah dengan pola kewarisan yang lebih adil.
Dalam hukum waris Islam, setiap pribadi, baik itu laki-laki maupun perempuan, berhak memiliki harta benda. Kaum wanita, selain berhak memiliki harta benda, juga berhak mewariskan dan mewarisi sebagaimana laki-laki. Sistem pembagian waris yang diajarkan Islam itu lebih adil jika dibandingkan dengan yang diterapkan masyarakat Arab di zaman jahiliyah.
Baca Juga: Konflik Suriah, Presidium AWG: Jangan Buru-Buru Berpihak
Pada masa itu, bukan hanya tak bisa mewarisi dan mewariskan, kaum wanita tak diperbolehkan memiliki harta benda, kecuali wanita-wanita dari kalangan elit. Bahkan, pada masa itu, wanita menjadi sesuatu yang diwariskan. Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam Al-Quran Surat An-Nisa ayat 19 menegur kebiasaan orang-orang Arab yang suka mewarisi perempuan dengan paksa.
Hukum waris Islam secara rinci mengatur siapa saja yang berhak, siapa yang tak berhak, dan ukuran atau bagian yang harus diterima setiap ahli waris. Ketentuan pembagian waris itu telah tercantum dalam sumber hukum Islam yang paling utama, yakni Al-Quran.
Sehingga mempunyai kekuatan hukum tertinggi karena sifat turunnya ayat-ayat itu tak diragukan dan pasti. Terlebih, ayat-ayat tentang waris begitu jelas dan tak memerlukan penafsiran lain. Ayat-ayat tentang waris terutama terdapat dalam Surah An-Nisa ayat 7, 8, 11, 12 dan 176.
Seperti halnya ibadah-ibadah yang ada dalam ajaran Islam, waris pun dilengkapi dengan syarat dan rukun. Syarat waris itu, antara lain, pewaris (yang wafat), ahli waris (yang hidup), dan tak ada penghalang dalam mendapatkan warisan.
Baca Juga: Krisis Suriah, Rifa Berliana: Al-Julani tidak Bicarakan Palestina
Rukun-rukun waris, kata Gamal Achyar, juga terdiri atas tiga, yakni orang yang meninggal, ahli waris, dan harta yang diwariskan. Ketiga perkara ini merupakan perkara penting yang harus ada dalam sebuah proses pewarisan.
Gamal Achyar juga mengungkapkan beberapa kekeliruan dalam memandang hukum waris di dalam syariat Islam antara lain, seperti menyamakan bagian anak laki-laki dan perempuan. Ini merupakan masalah yang klasik dan paling sering terjadi di tengah masyarakat yang mengaku agamis dan islamis.
Padahal ketentuan bahwa bagian anak perempuan itu separuh dari bagian anak laki-laki bukan sekedar karangan atau ciptaan manusia, melainkan sebuah ketetapan yang langsung Allah Subhanahu Wa Ta’ala turunkan kepada kita.
“Kalau mau protes dan keberatan, silahkan langsung ajukan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Kalau di masa pensyariatan dulu, bisa saja keberatan itu direspon langsung oleh Allah, sehingga hukumnya diubah atau minimal diringankan. Tetapi kita sekarang ini hidup di luar era pensyariatan, maka semua yang sudah ditetapkan itu adalah ketetapan yang tidak bisa diprotes lagi. Protes berarti kafir dan menentang hukum-Nya,” terang Gamal.
Baca Juga: AWG Selenggarakan Webinar “Krisis Suriah dan Dampaknya bagi Palestina”
Untuk itu Allah Subhanahu Wa Ta’ala sudah menegaskan ketentuan-Nya yang sudah baku tidak boleh diubah-ubah dalam Surat An-Nisa ayat 11 yang artinya, “Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu : bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan, dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan, jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separuh harta”.
Sayangnya meski ayat ini sering dibaca berulang-ulang, namun dalam pelaksanannya cenderung hampir semua keluarga menjalankan cara-cara yang bertentangan dengan aturan syariah Islam ini.
Alasannya bermacam-macam. Bisa karena memang tidak tahu adanya aturan tersebut, lantaran selama ini lebih terdidik dengan sistem waris versinya.
Namun alasannya kadang bisa juga bukan karena tidak tahu, tetapi menganggap enteng urusan seperti ini. Dikiranya melanggar ketentuan syariah dalam masalah ini tidak mengapa, karena memang selama ini agama yang dijalankannya hanya sebatas masalah ritual dan syiar-syiar belaka.
Baca Juga: Puluhan WNI dari Suriah Tiba di Tanah Air
“Padahal, ini merupakan bentuk ketaatan kita kepada Allah untuk menjalankan semua perintahnya, tanpa kecuali jika kita ingin mengharapkan keridhaan-Nya dalam hidup ini,” sebutnya. (L/R01/RS3)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Menag Sayangkan Banyak yang Ngaku Ulama tapi Minim Pengetahuan