Imaam Yakhsyallah Bekali Jajaran Pusat Observasi Falak

Kabupaten Tangerang, MINA – Imaam Jama’ah Muslimin (Hizbullah) KH Yakhsyallah Mansur memberikan pembekalan ilmu perspektif penggunaan dan kalender Masehi kepada jajaran pengurus Pusat Observasi (POF).

Pembekalan itu dilakukan pada acara tahunan bertema “Pentashihan Hisab Tahun 1442 H dan Pembuatan Kerangka Kalender Tahun 1442 H serta Pengarahan Rukyatul Hilal dari bulan Rajab-Dzul-Hijjah 1441 H” yang digelar Pusat Obervasi Falak Jama’ah Muslimin (Hizbullah) di Sindangsari, Pasar Kemis, Kabupaten Tangerang, Banten, Ahad (16/2).

“Perspektif hikmah penggunaan kalender Hijriah ada lima hal demikian juga perspektif tidak penggunaan kalender Masehi,” kata dalam penjelasannya.

Para peserta berasal dari jajaran pengurus Pusat Observasi Falak, baik dari bidang pengamalan hisab maupun tim korlap rukyatul hilal yang datang dari berbagai daerah antara lain Lampung, Nusa Tenggara Barat, Jabodetabek dan Banten.

Turut hadir dan memberikan arahan pada acara itu Ustad KH. Abu Muchtar Marsai selaku Amir Pusat Observasi Falak Jama’ah Muslimin (Hizbullah).

Menurut Imaam Yakhsyallah, perspektif dan hikmah penggunaan kalender Hijriah yang pertama, menggunakan kalender Hijiriah adalah karena dorongan melaksanakan perintah Allah dan perintah Rasul-Nya.

“Hilal itu mengikuti kalender Hijriah bukan kalender Masehi,” tegas Imaam Yakhsyallah. Ia pun menjelaskan hal itu antara lain seperti yang disebutkan dalam Al-Quran surat Al-Baqarah [2]: 189, yang kutipan artinya:

“Mereka bertanya kepadamu tentang hilal (bulan sabit). Katakanlah: “Hilal (bulan sabit) itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji”

Dan surat At-Talaq ayat 1 yang kutipan artinya,

“Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu.”

Ia juga menegaskan, demikian juga perhitungan masa iddah berdasarkan kalender Hijriah dan jumhur ulama (mayoritas ulama) bersepakat menentukan masa iddah dengan kalender Hijriah.

Kedua, dengan menggunakan kalender Hijiriah berarti mengikuti Khulafaur Rasyidin dan Ijma para sahabat. Ketiga, dengan menggunakan kalender Hijiriah akan mengetahui waktu-waktu ibadah seperti shaum, zakat, haji.

Selanjutnya, Imaam Yakhsyallah menambahkan, keempat dengan menggunakan kalender Hijiriah akan membersihkan dari kemusyrikan. Kelima, dengan menggunakan kalender Hijiriah akan memperkokoh syiar-syiar Islam dan simbol-simbol.

Sebaliknya, masih menurut Imaam Yakhsyallah, perspektif tidak menggunakan kalender Masehi berdasarkan tuntutan agama juga ada lima hal.

Ia menjelaskan, pertama, karena dengan menggunakan kalender Masehi berarti turut mempromosikan agama di luar Islam.

“Kedua, ikut melestarikan nama-nama para dewa, seperti Januari diambil dari nama dewa Janus, dewa penjaga gerbang Romawi yang bermuka dua dan seterusnya,” ujarnya.

Ia menambahkan, ketiga, tasyabuh (menyerupai) terhadap kaum musyrikin. Keempat kalender Masehi bagian dari bentuk penjajahan karakter. Dan, kelima, dengan menggunakan kalender Masehi berarti tidak menghargai jasa para sahabat yang telah merintis penanggalan pada masa Khalifah Umar bin Khathab. (L/RS5/R2)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Rendi Setiawan

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.