Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Imaam Yakhsyallah Mansur: Istilah ‘Berjamaah’ Tidak Tepat untuk Kasus Korupsi

Widi Kusnadi Editor : Arif R - 20 detik yang lalu

20 detik yang lalu

0 Views

Imaam Yakhsyallah Mansur. (Foto: MINA)

Jakarta, MINA — Penggunaan kata “berjamaah” dalam konteks tindak pidana korupsi merupakan satu hal yang tidak tepat. Istilah tersebut memiliki makna yang agung dalam Islam dan tidak selayaknya disematkan pada tindakan yang buruk.

Demikian disampaikan Pembina Jaringan Pondok Pesantren Al-Fatah seluruh Indonesia, Imaam Yakhsyallah Mansur, Selasa (29/4), berkaitan dengan maraknya penggunaan diksi kata berjamaah pada kejahatan korupsi di Indonesia.

Menurut Yakhsyallah, kata “berjamaah” merupakan ciri khas Islam yang memiliki konotasi positif, seperti yang tercermin dalam praktik shalat berjamaah atau kehidupan berjamaah yang menjadi bagian dari syariat Islam.

Dalam al-Qur’an, istilah ini selalu digunakan untuk menggambarkan aktivitas yang mulia dan membawa keberkahan. Oleh karena itu, penggunaannya dalam konteks negatif dapat merusak kesakralan istilah tersebut.

Baca Juga: Menteri PPA Ajak Kiai Kampung Tingkatkan Kualitas Hidup Perempuan dan Anak

“Berjamaah adalah konsep yang luhur dalam Islam, menunjukkan kebersamaan dalam kebaikan. Menggunakan istilah ini untuk kasus korupsi sangat tidak pantas. Lebih baik gunakan kata lain yang lebih netral seperti ‘bersama-sama’ atau ‘kolektif’. Itu lebih selamat dan tidak mengaburkan nilai-nilai Islam,” ujar Yakhsyallah Mansur

Penggunaan kata berjamaah muncul di tengah maraknya pemberitaan yang menggunakan istilah “korupsi berjamaah” untuk menggambarkan praktik korupsi yang melibatkan banyak pihak dalam sebuah jaringan atau kelompok.

Istilah ini sering muncul dalam laporan media untuk menyoroti betapa terorganisirnya tindakan korupsi tersebut.

Namun, menurut Yakhsyallah, pemilihan kata ini kurang tepat karena berpotensi mendegradasi kesucian makna kata “berjamaah” dalam ajaran Islam.

Baca Juga: Imam Masjid di Brebes Diserang Saat Shalat Subuh, Pelaku Diamankan Polisi

Dalam penggunaan sebuah istilah, wartawan atau siapa saja yang menulis hendaknya mempertimbangkan konteks budaya dan nilai-nilai yang melekat pada sebuah kata. Selain itu, media agar lebih bijak dalam memilih diksi, terutama yang terkait dengan istilah agama.

Dalam konteks pemberitaan, istilah seperti “bersama-sama” atau “kolektif” dianggap lebih netral dan deskriptif, tanpa membawa muatan nilai tertentu yang tidak sesuai dengan perbuatannya.

Imaam Yakhsyallah berharap pandangannya ini dapat menjadi bahan refleksi bagi media dan masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam menggunakan istilah-istilah yang bernuansa religius.

“Mari kita jaga nilai-nilai luhur dalam Islam. Jangan sampai makna agung dari kata ‘berjamaah’ menjadi kabur karena disematkan pada sesuatu yang bertentangan dengan ajaran kita,” tutup Yakhsyallah. []

Baca Juga: Wakil BP Haji Pastikan Layanan Akomodasi dan Kesehatan Jamaah Indonesia di Mekkah

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda