Cileungsi, MINA – Imaam Yakhsyallah Mansur menyatakan, umat Islam di seluruh dunia pasti akan bisa bersatu dalam kepemimpinan dan perjuangan.
“Syariat bersatu adalah syariat yang diperintahkan Allah. Jadi masalahnya bukan bisa dan tidak, tapi ini adalah perintah Allah Ta’ala yang harus ditunaikan,” katanya dalam Tabligh Akbar di Pondok Pesantren Al-Fatah, Cileungsi, Kabupaten Bogor, Ahad (25/8).
Perintah bersatu dalam Al-Qur’an terdapat dalam beberapa ayat, di antaranya adalah dalam surah Ali Imran [3] ayat 103.
Adapun dalam hadits, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mendefinisikan “Al-Jama’ah adalah apa-apa yang ada padaku (Rasulullah) dan para sahabatku. Maksudnya adalah apa yang dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabatnya.”
Baca Juga: Tausiyah Kebangsaan, Prof Miftah Faridh: Al-Qur’an Hadits Kunci Hadapi Segala Fitnah Akhir Zaman
Imaam Yakhsyallah juga mengutip pendapat dari Prof Yusuf Al-Qardhawi bahwa persatuan umat Islam adalah realita, bukan utopia (angan-angan) saja.
Di dalam risalahnya yang berjudul “Al-Ummah Al-Islamiyah Haqiqah La Wahn”, Yusuf Al-Qardhawi menyebutkan enam kriteria tentang kepastian terwujudnya kesatuan umat Islam:
Pertama, Logika Agama. Al-Qur’an di dalam beberapa ayat menyebutkan bahwa kaum Muslimin adalah “Ummah” bahkan “Ummatan Wahidah”, bukan “Umaman” (beberapa umat). Hal ini dapat dilihat pada Al-Qur’an surat Al-Baqarah: 143, Ali Imran: 110, Al-Anbiya’: 92, Al-Mu’minun: 52.
Kedua, Logika Sejarah. Umat Islam pernah bersatu di bawah seorang khalifah dalam masa hampir seribu tahun dan meliputi daerah yang sangat luas, mulai dari China di sebelah timur dan Andalusia (Spanyol) di sebelah barat.
Baca Juga: Pembukaan Silaknas ICMI, Prof Arif Satria: Kita Berfokus pada Ketahanan Pangan
Ketiga, Logika Geografis. Dengan kehendak Allah Subhana Wa Ta’ala, umat Islam menempati negeri-negeri yang saling berdekatan dan sambung-menyambung antara satu dengan yang lainnya, mulai dari Jakarta di sebelah Timur hingga Rabbah al-Fath (Maroko) di sebelah barat atau mulai dari Samudera Pasifik ke Samudera Atlantik.
Keempat, menurut Logika Realita. Secara realita umat Islam adalah umat yang satu. Hal ini kita lihat ketika sebagian umat Islam menderita maka sebagian yang lain ikut merasakan penderitaan itu. Dalam kasus Masjid Al-Aqsa (Palestina) misalnya, kita lihat seluruh umat Islam di mana saja bangkit memberikan bantuan kepada Mujahidin yang berusaha membebaskan Masjid Al-Aqsa dari cengkeraman Zionis – Yahudi.
Kelima, Logika Non-Muslim. Orang-orang non-Muslim tidak menjadikan realita perpecahan dan perselisihan yang terjadi di kalangan umat Islam sebagai bukti bahwa umat Islam telah berpecah-belah. Mereka tetap menganggap bahwa umat Islam itu adalah satu umat. Apabila terjadi perpecahan hanyalah perpecahan lahiriyah saja tetapi perasaan mereka tetap satu.
Keenam, Logika Manfaat dan Tuntunan Zaman. Seandainya perwujudan umat Islam dalam arti yang sebenarnya tidak ada menurut logika agama, maka sesuai logika manfaat dan tuntutan zaman, realita kehidupan dan persepsi orang non Muslim, maka sesuai dengan logika manfaat dan tuntutan zaman, wajib bagi kita menciptakan dan mengusahakan kesatuan umat Islam. []
Baca Juga: Menteri Yusril Sebut ada Tiga Negara Minta Transfer Napi
Mi’raj News Agency (MINA)