Bogor, 10 Dzulhijjah 1436/24 September 2015 (MINA) – Imaamul Muslimin Yakhsyallah Mansur mengatakan, Islam adalah agama yang menekankan persatuan umat.
“Al-Qur’an dengan jelas menyatakan kaum muslimin adalah satu umat bukan bermacam-macam umat. Ketika menyebut umat Islam, Allah selalu menggunakan kalimat tunggal bukan kalimat yang bermakna banyak,” kata Yakhsyallah saat Khutbah Idul Adha di Lapangan Ma’had Al Fatah Cileungsi Bogor, Kamis (24/9) pagi.
Yakhsyallah menegaskan, salah satu kewajiban umat Islam adalah memelihara kesatuan dan melarang berpecah belah. “Allah memerintah umat Islam untuk bersatu dan melarang untuk berpecah belah, hal ini sesuai dengan firman Allah surat Ali-Imran ayat 103,” ujarnya.
“Ibn Katsir menyatakan, ayat ini memerintahkan umat Islam untuk berjama’ah dalam arti bersatu dan bersama-sama serta melarang mereka berpecah-belah,” imbuhnya.
Baca Juga: BKSAP DPR Gelar Kegiatan Solidaritas Parlemen untuk Palestina
Sejatinya, kata Yakhsyallah, umat Islam adalah umat yang satu, mengingat Rabb mereka satu, rasul yang diutus kepada mereka satu, kiblat mereka satu, pedoman hidup mereka satu, syiar-syiar agama mereka satu, syariat mereka satu, dan Imam mereka satu.
“Seluruh syariat yang dipraktekkan dalam pelaksanaan ibadah haji, baik dalam bentuk ritual atau non ritualnya, dalam bentuk kewajiban atau larangannya dan dalam bentuk nyata atau simboliknya, semua akhirnya bermuara kepada ajaran tentang pentingnya kesatuan dan kebersamaan,” tegasnya.
Haji dan Kesatuan
Pada kesempatan itu, Yakhsyallah mengungkapkan, ibadah haji yang dikumandangkan Nabi Ibrahim sebagai wujud untuk mempersatukan umat.
Baca Juga: Lomba Mewarnai dan Menggambar Al-Aqsa Meriahkan Festival Baitul Maqdis di Samarinda
“Sesudah masa Nabi Ibrahim, praktek-prakteknya sedikit atau banyak telah mengalami perubahan, kemudian diluruskan kembali oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Salah satu yang diluruskan itu adalah praktek ritual yang bertentangan dengan nilai kesatuan dan kebersamaan. Al-Qur’an menegur sekelompok manusia yang dikenal dengan nama “Al-Hummas” yang merasa memiliki keistimewaan sehingga enggan bersatu dengan orang banyak dalam melakukan wuquf. Mereka wuquf di Mudzalifah sedang orang banyak di Arafah. Pemisahan diri yang dilatarbelakangi oleh perasaan ini kemudian dicegah oleh Allah,” paparnya. (L/P011/R02)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Warga Israel Pindah ke Luar Negeri Tiga Kali Lipat