imaduddin zanki" width="488" height="364" />Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur MINA (Mi’raj Islamic News Agency)
Nama lengkapnya adalah Imaduddin Atabiq Zanki al-Malik al-Mansur (1085-1146) bin Aq Sunqur al-Hajib. Ayahnya adalah gubernur Aleppo, (Suriah, Syam), di bawah penguasa Malik Shah I, Sultan Kekaisaran Saljuk (1072-1092).
Menurut ahli sejarah Ibnu Atsir seperti disebutkan sumber Wiki, Aq Sunqur al-Hajib seorang guberur yang sangat baik, menjaga shalat tepat waktu dan selalu melakukan shalat tahajud.
Sementara Aq Sunqur sebelum menjadi sultan, ikut berjuang membantu ayahnya menghadapi Kaisar Bizantium Romanis IV Diogenes. Zanki muda kemudian diasuh oleh Karbuqa, gubernur Mosul.
Baca Juga: Pak Jazuli dan Kisah Ember Petanda Waktu Shalat
Namun perjuangan ayahnya berakhir, karena dibunuh oleh kelompok Hashasin, saat ia sedang menunaikan shalat di Masjid Jami’ Mosul tahun 1094.
Setelah tumbuh dewasa, kepemimpinan Zanki cukup menonjol, hingga kemudia ia diangkat sebagai Atabig Mosul tahun 1127, dan Aleppo tahun 1128. Atabiq (atabeg, atabey) adalah gelar turun-temurun pada Kesultanan Turki untuk gubernur suatu provinsi. Zaki selanjutnya mempersatukan dua kota tersebut dalam satu pemerintahan.
Pemimpin Pelindung Rakyat
Menurut ahli tafsir dan sejarah, Ibnu Katsir, Imaduddin Zanki adalah seorang politisi yang ulung, sangat dihormati, dihargai oleh pasukannya dan orang-orang sipil serta tidak menganiaya orang-orang lemah.
Baca Juga: Jalaluddin Rumi, Penyair Cinta Ilahi yang Menggetarkan Dunia
Sebelum ia memegang tampuk kekuasaan, negerinya dalam kondisi memprihatinkan karena merupakan tempat melintasnya para pemimpin yang korup dan bertetangga dengan kerajaan Salibis.
Ketika ia memegang kekuasaan, semua itu berubah dan menjadikan wilayahnya kembali pada jalur yang semestinya serta mengembalikan kemakmuran rakyat. Zanki adalah raja yang terbaik dalam kebijakan dan perilakunya.
Ia pun dikenal sangat pemberani dan kuat dalam menaklukkan kerajaan-kerajaan lain di sekitarnya untuk bersatu dan tunduk pada ajaran Islam. Namun ia juga dikenal lembut dan penyantun terhadap kaum hawa dan berlaku dermawan kepada bawahannya.
Imaduddin Zanki saat berkuasa memang bekerja dalam kondisi dan situasi yang paling sulit. Pada satu sisi, ia berada di tengah konflik yang berkecamuk di antara para penguasa dan para pangeran dinasti Saljuk. Sementara pada sisi yang lain ia berdiri di antara mereka yang bertikai dan dinasti Abbasiyah. Di tambah lagi dengan iklim yang diwujudkan oleh tradisi kekuasaan warisan dan kerakusan para pangeran. Kondisi itu ditambah dengan kekuatan Salibis yang masih terlalu superior dan penuh dinamika.
Baca Juga: Al-Razi, Bapak Kedokteran Islam yang Mencerdaskan Dunia
Namun, kendatipun demikian, ia dapat meletakkan pondasi-pondasi pembangunan dan terus-menerus menyalakan api jihad yang besar dan kuat dalam upaya pembebasan negeri-negeri dari utara Syam ke arah utara Iraq, yang kala itu beberapa dalam pendudukan Salibis.
Ia mewujudkan model pemimpin dan mujahid yang berjalan di bawah ajaran Islam yang mampu untuk mengembalikan harapan membebaskan tanah-tanah suci milik umat Islam yang dijajah oleh para musuh di seluruh dunia. Wabil khusus, negeri penuh berkah Al-Aqsha di kawasan Syam.
Menghadapi kekuatan besar Salibis, Zanki bergerak cepat ke utara dan menguasai Ashib dan benteng Armenia di Hizan. Selanjtnya, tahun 1144 Zanki mengepung Kepangeranan Salib, County of Edessa. Edessa merupakan negara salib terlemah dan terakhir yang didirikan bangsa Latin, dan Zanki menguasainya tanggal 24 Desember 1144. Peristiwa ini memicu Perang Salib kedua, dan para sejarawan Muslim mencatatnya sebagai awal Jihad melawan negara-negara Salib.
Akhir Hayat
Baca Juga: Abdullah bin Mubarak, Ulama Dermawan yang Kaya
Dalam upayanya melanjutkan usaha pembebasan kawasan Syam melalui penaklukan kota Damaskus, Suriah, tahun 1145, Zanki dibunuh oleh seorang penyusup tahun 1146.
Kematian mendadak Zanki, membuat pasukannya panik. Pasukannya terpecah, hartanya dijarah, dan para pangeran salib menjadi berani karena kematian Zanki, lalu mereka bersekongkol menyerang Aleppo dan Edessa.
Kepemimpinan perjuangan sepeninggalnya, diteruskan oleh kedua puteranya, Saifuddin Ghazi Zanki di Mosul serta Mahmoud Nuruddin Zanki di Aleppo dan di Damaskus.
Walaupun usahanya untuk membebaskan negeri-negeri terjajah belum berhasil, khususnya kawasan Al-Quds dan sekitarnya, paling tidak Zanki telah membangun pondasi awal bagi pembebasannya, yang kelak dilanjutkan oleh generasi berikutnya, Nuruddin Zanki hingga Shalahuddin Al-Ayyubi.
Baca Juga: Behram Abduweli, Pemain Muslim Uighur yang Jebol Gawang Indonesia
Sumber: Wiki, arab-ency, islamstory, tarikh filistiin (al-quds yaman). (P4/P2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Suyitno, Semua yang Terjadi adalah Kehendak Allah