GAZA, wilayah yang hari ini dikenal dunia karena derita panjangnya akibat penjajahan, sesungguhnya menyimpan sejarah besar dalam dunia Islam. Salah satu jejak agungnya adalah kelahiran seorang ulama besar yang kontribusinya masih hidup hingga hari ini: Imam Syafi’i, pendiri mazhab Syafi’i, salah satu dari empat mazhab utama dalam fikih Islam Sunni.
Nama lengkapnya Muhammad bin Idris asy-Syafi’I, lahir 150 Hijriah/767 Masehi dan wafat pada tahun 204 Hijriah/ 820 Masehi. Imam Syafi’i terkenal dengan karya Al-Risalah dan Al-Umm.
Imam Syafi’i dilahirkan di Gaza, sebuah kota penting di Palestina, yang pada masa itu menjadi bagian dari wilayah Syam. Ayahnya wafat saat ia masih kecil. Ibunya kemudian membawanya ke Makkah agar sang anak dapat tumbuh dalam lingkungan ilmu dan agama.
Meskipun berasal dari keluarga miskin, Imam Syafi’i dikenal memiliki kecerdasan luar biasa. Ia menghafal Al-Qur’an di usia 7 tahun dan menguasai kitab Al-Muwaththa’ karya Imam Malik saat usianya masih 10 tahun. Kecintaannya pada ilmu dan bahasa Arab mengantarkannya menjadi ahli dalam syair, fikih, dan hadits.
Baca Juga: Yahya Waloni, Dari Gereja ke Mimbar Dakwah Islam
Dalam menuntut ilmu, Imam Syafi’i belajar langsung kepada Imam Malik bin Anas di Madinah. Di sana, ia mendapatkan pemahaman mendalam tentang hadis dan fikih Madinah. Perjalanannya berlanjut ke Baghdad, pusat intelektual dunia Islam kala itu. Di sana, ia berdialog dengan para ulama Mazhab Hanafi dan mulai merumuskan metodologi hukum yang menjadi cikal bakal ilmu ushul fiqh.
Setelah itu, ia menetap di Mesir, di mana ia menulis karya-karya besar yang menjadi rujukan utama mazhabnya, seperti Al-Umm dan Al-Risalah. Di Mesir pula, Imam Syafi’i wafat pada usia 54 tahun dan dimakamkan di Kairo.
Imam Syafi’i dikenal sebagai perumus pertama ilmu ushul fiqh, yaitu metodologi sistematis dalam menetapkan hukum Islam berdasarkan Al-Qur’an, Hadis, Ijma’, dan Qiyas. Pendekatannya yang menggabungkan kekuatan nash (teks) dan nalar (ijtihad) menjadikannya pelopor dalam menyusun struktur hukum Islam yang logis dan terukur.
Karya terkenalnya, Al-Risalah, adalah kitab pertama dalam sejarah Islam yang menjelaskan prinsip-prinsip ushul fiqh secara metodologis. Sementara itu, kitab Al-Umm memuat fatwa-fatwanya dalam bidang fikih praktis.
Baca Juga: Leila Khaled: Pejuang Perempuan Palestina yang Ikonik dan Abadi dalam Sejarah Perlawanan
Mazhab Syafi’i di Dunia Islam
Mazhab Syafi’i berkembang pesat di berbagai belahan dunia Islam, termasuk di Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Brunei, dan sebagian wilayah Afrika Timur. Di Indonesia sendiri, mayoritas ulama dan pesantren mengikuti mazhab Syafi’i karena pendekatannya yang moderat, kontekstual, dan rasional.
Fakta bahwa Imam Syafi’i lahir di Gaza menjadi pengingat penting bahwa Palestina bukan hanya tanah perjuangan, tetapi juga tanah para ulama besar. Gaza yang hari ini terus dilanda agresi militer, dahulu pernah menjadi tempat kelahiran dan titik awal peradaban Islam yang mendunia.
Imam Syafi’i bahkan pernah menulis syair yang mencerminkan kerinduannya terhadap kampung halamannya:
Baca Juga: Shaukat Ali Khan (1873-1938): Pejuang Kemerdekaan India dan Pendukung Besar Palestina
“Aku merindukan Gaza, tanah suci kelahiran yang menyatu dengan jiwaku, meski aku jauh darinya.”
Imam Syafi’i bukan hanya tokoh mazhab, tetapi juga peletak dasar metodologi keilmuan Islam yang berpengaruh besar hingga hari ini. Keteladanan, keluasan ilmunya, serta kerendahan hatinya menjadi inspirasi bagi umat Islam sepanjang masa.
Gaza bukan hanya saksi penderitaan, tetapi juga saksi sejarah lahirnya pemikir besar yang mengubah wajah peradaban Islam. Mengenang Imam Syafi’i berarti mengenang Gaza dalam cahaya ilmu dan keagungan warisan keislaman. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Raja Faisal: Sang Raja Pemberani Pembela Palestina