Cileungsi, Bogor, 22 Sya’ban 1438/19 Mei 2017 (MINA) – Imaamul Muslimin Yakhsyallah Mansur melaunching buku berjudul “Muslim Melayu Penemu Benua Australia : Potret Muslim Indonesia di Benua Kangguru” yang diterbitkan oleh MINA Publishing House, pada rangkaian acara Ta’lim Pusat Jama’ah Muslimin (Hizbullah) di Masjid At-Taqwa, Pondok Pesantren Al-Fatah, Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jum’at (19/5).
Imaam Yakhsyallah dalam sambutannya mengatakan bahwa buku Muslim Melayu Penemu Benua Australia sangat penting dan menarik untuk menambah khazanah keislaman. Imaam Yakhsyallah mengimbau umat Islam untuk membaca buku tersebut. “Ini buku sangat bagus untuk dibaca. Untuk itu, Imaam anjurkan umat Islam untuk membaca buku ini,” katanya.
Sementara itu, Dr. Chalidin Yacob, penulis buku mengatakan bahwa buku tersebut adalah hasil tesisnya. Ia mengaku bahwa buku tersebut ditulis bermula saat dirinya datang ke Australia pada tahun 1993 M. Saat itu, ia merasa ada yang hilang dari negeri Kangguru tersebut, yaitu tentang siapa penemu benua tersebut.
“Saya pertama kali datang ke Australia pada tahun 1993. Saat itu saya merasa ada yang hilang, yaitu siapa penemu benua ini. Kemudian barulah saya memulai meneliti hingga akhirnya menjadi sebuah buku ini,” kata Dr. Chalidin.
Baca Juga: Gandeng MER-C dan Darussalam, AWG Gelar Pelatihan Pijat Jantung
Dr. Chalidin menjelaskan bahwa muslim Melayu telah berada di negara Kangguru tersebut jauh sebelum kedatangan orang kulit putih dari Eropa yang dipimpin oleh Kapten James Cook pada tahun 1788 M.
“Pelaut dari Bugis – Makassar sudah datang ke Australia pada abad ke-16 dalam misi perdagangan mencari Teripang,” kata ulama asal Aceh ini yang telah menetap di Australia sudah lebih dari 23 tahun.
Lebih lanjut Dr. Chalidin mengatakan, dalam proses pencarian Teripang yang dijadikan sebagai obat, dibutuhkan waktu yang lama bisa sampai berbulan – bulan. “Pada masa inilah terjadi pernikahan antara pelaut (Muslim Melayu) dengan suku Aborogin,” kata anggota Dewan Imam Nasional Australia (ANIC) itu.
Dr. Chalidin mengungkapkan bahwa ketika muslim datang ke Australia, tidak ada satupun pertumpahan darah. Muslim, kata Dr. Chalidin, datang ke Australia adalah untuk perdagangan teripang.
Baca Juga: Doa Bersama Menyambut Pilkada: Jateng Siap Sambut Pesta Demokrasi Damai!
“Kondisi ini berbeda dengan apa yang dilakukan oleh orang-orang kulit putih, mereka melakukan kekerasan, mereka menumpahkan darah ketika mendarat di suatu pulau,” katanya.
Dr. Chalidin menjelaskan bahwa dari dua perbedaan itu, bisa diketahui dari respon masyarakat Australia sendiri. Menurut Dr. Chalidin, suku Aborigin yang merupakan warga asli Australia lebih percaya kepada muslim ketimbang orang kulit putih.
Rencananya, buku “Muslim Melayu Penemu Australia: Potret Muslim Indonesia di Benua Kangguru” yang diterbitkan dari karya ilmiah yang dipertahankan penulis dalam bidang pendidikan dan pemikiran Islam untuk meraih doktor di Universitas Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia pada 2009 lalu juga akan diterbitkan dalam Bahasa Inggris.
Buku itu sudah dibedah di berbagai universitas di Indonesia, seperti di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, UIN Mataram, Universitas Muhammadiyah Sukabumi (UMMI), UIN Arraniry, Sekolah KB PII Insan Cendekia.
Baca Juga: Cuaca Jakarta Berpotensi Hujan Sore Hari Ini
Selain menerbitkan buku tentang penemuan benua Australia, MINA Publishing House juga akan menerbitkan buku yang lainnya, yaitu Biografi Imaamul Muslimin Muhyiddin Hamidy yang juga akan dilaunching pada acara Talim Pusat Jamaah Muslimin (Hizbullah). (L/R06/P1)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Dr. Nurokhim Ajak Pemuda Bangkit untuk Pembebasan Al-Aqsa Lewat Game Online