Oleh: Shamsi Ali/ Presiden Nusantara Foundation, New York.
Ada satu hal yang menarik untuk dicermati dari Al-Quran. Beberapa kali ketika Al-Quran berbicara tentang dirinya (Al-Quran) turun dari langit dirangkaikan dengan bagaimana Allah menurunkan air dari langit. Lihat umpamanya di surah Al-Baqarah ayat 22 dan 23. Di ayat 22 diceritakana bagaimana Allah menurunkan hujan dari langit lalu tumbuhnya tumbuh-tumbuhan sebagai rezeki manusia. Lalu pada ayat 23 diceritakan tentang kebenaran Al-Quran dan tantangan kepada siapa yang mengingkarinya.
Kenapa Al-Quran dan air seringkali digandengkan? Karena Al-Quran sebagai sumber kebenaran iman itu bagaikan air. Keduanya memiliki fungsi yang sama. Yaitu memberikan kehidupan kepada manusia. Bisa dibayangkan bagaimana alam fisik kehidupan kita tanpa air. Bahkan dalam Al-Quran sendiri disebutkan bahwa segala sesuatu yang dikategorikan makhluk hidup itu bersumber dari air.
Demikian pula iman manusia. Iman adalah kehidupan itu sendiri. Manusia hidup sejatinya karena iman. Manusia yang nampak hidup tanpa iman sesungguhnya sedang menjalani hidup yang pura-pura. Hidup yang sejati inilah yang menjadi ajakan Al-Quran: “Wahai orang yang beriman! Penuhi ajakan Allah dan rasul-Nya jika kamu diajak kepada kehidupanmu”. Para ulama menyebutkan bahwa “al-hayah” di surah Al-Anfal ini bermakna iman itu sendiri.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Manusia yang sedang menjalani kepura-puraan hidup maka hidupnya tidak akan pernah serius. Hidupnya akan terombang ambing oleh gelombang permainan duniawi. Dan ini menentukan pula rasa batinnya. Batinnya tidak pernah stabil merasakan ketenangan hidup itu.
Dalam dunia yang sangat materialistik, hedonistik dan penuh dengan daya tari hawa nafsu, manusia kemudian semakin menjadi objek dunia (materia). Sementara dalam dunia iman dunia (materi) adalah objek untuk tujuan hidup (ibadah). Maka dengan konsep iman manusia menjadi penentu warna hidup. Bukan justeru ditentukan oleh warna dunianya. Dengan iman, dunia (materia) digenggam oleh manusia. Bukan justeru manusia yang tergenggam oleh dunia.
Iman sebagai air kehidupan juga bermakna bahwa mereka yang dalam hatinya ada iman akan selalu memberikan kehidupan bagi manusia sekitarnya. Tidak pernah berhenti bergerak untuk membawa kebajikan dan kehidupan ke alam sekitarnya. Bahkan ketika air itu terhalangi di sebuah tempat, dia akan bergerak terus ke arah yang lain, atau menembus meresap untuk memberikan kesegaran dan kehidupan.
Orang beriman itu demikian. Seringkali dalam hidup terhalangi di sebuah tempat atau waktu. Tapi halangan itu terkadang justeru menjadi motivasi untuk mencari jalan dalam meneruskan penyegaran dan kehidupan kepada alamnya. Intinya iman tidak pernah berhenti membawa kebaikan. Iman akan terus bergerak ke semua pori-pori alam membawa kehidupan segar.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Beberapa tahun lalu datanglah pemuda ke kelas muallaf saya. Pemuda itu duduk di salah satu sudut ruangan kelas. Nampak lusuh dan letih. Di akhir kelas biasanya saya mengajak kepada semua untuk bertanya atau memberikan komentar tentan materi yang baru saya sampaikan. Tiba-tiba sang pemuda itu mengangkat tangan dan meminta waktu bersama saya setelah kelas selesai.
Setelah kelas bubar kami berdua duduk di kelas dan terjadilah dialog antara saya dan dia.
What I can do for you? Saya memulai bertanya.
I am angry, katanya dengan wajah serius.
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin
What makes you angry? Tanya saya.
Dia kemudian menarik nafas lalu mengatakan: “setiap hari saya bangun pagi-pagi, berangkat kerja, dan di sore hari kembali ke apartemen saya. Bahkan setiap akhir pekan saya habiskan uang saya di bar dan night club. Tapi saya semakin bosan, dan tidak tahu untuk apa saya jalani semua ini”.
Dia diam sejenak, lalu melanjutkan: “I feel I am a machine”.
Saya berusaha mendengar dengan baik. Walaupun saya sudah beberapa kali mendengarkan keluhan seperti ini dari orang-orang Amerika. Mengeluh karena hidupnya bagaikan mesin, membosankan dalam kegemerlapan hidup mereka. Dan mereka marah tanpa sebab dan juga tidak tahu marah kepada siapa.
Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa
Setelah pemuda itu berbicara, saya mengambil kendali. Saya sudah paham bahwa masalah anak muda ini ada pada ketidaktahuan makna dan tujuan hidup. Menjalani hidup rutinitas, memburu kesenangan melalui gemerlapnya materi bukanlah jaminan kebahagiaan.
Saya memulai menjelaskan tentang bagaimana Islam menuntun manusia hidup dengan tuntunan yang jelas. Tapi yang lebih penting adalah bahwa Islam memberikan konsep tujuan hidup yang sangat jelas pula. Yaitu untuk pengabdian hingga akhir hayat, menuju kepada ridho-Nya. Apa yang terjadi di tengahnya semuanya adalah proses. Sehingga sejatinya dalam dunia ini kebahagiaan saya ada pada proses. Toh akhir yang sejati nantinya ada setelah kematian.
Pemuda itu nampak serius memperhatikan. Tapi baru sekitar 20 menit dia memotong pembicaraan saya dan mohon pamit. Saya pun menghentikan pembicaraan. Tapi sebelum meninggalkan ruangan saya memberikan kepadanya terjemahan Al-Quran dan beberapa buku kecil (booklets) tentang Islam.
Dua hari kemudian sang pemuda menelpon menanyakan bagaimana caranya menjadi seorang Muslim. Saya tanya siapa yang ingin masuk Islam? Dijawabnya bahwa yang ingin masuk Islam adalah dirinya sendiri.
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Saya sedikit terkejut karena rasanya dia belum belajar Islam. “Did you read the Quran I gave you?” Tanya saya.
“Not yet,” jawabnya.
“How the booklets?”, tanya saya lagi.
“Not yet”, jawabnya lagi.
Lalu saya tanya: “kalau anda belum membaca buku-buku atau terjemahan Al-Quran itu apa alasan anda ingin masuk Islam?”.
“Karena saya telah paham bahwa hidup ini punya tujuan yang jelas. I got that from you”, jawabnya.
Singkat cerita teman ini masuk Islam. Dan saya terkejut karena setelah syahadat saya tanya pekerjaannya. Ternyata dia adalah seorang arsitek yang sukses. Dia telah merancang beberapa gedung terkenal di kota New York. Tapi dengan semua itu dia merasakan kegersangan batin. Hingga pada akhirnya iman datang menyiraminya dan kini hidup kembali, bahkan memberikan kehidupan ke alam sekitarnya. Alhamdulillah!
Baca Juga: Menjaga Akidah di Era Digital
New York, 21 Nopember 2017
Saudaraku, jadilah bagian dari sejarah menghadirkan pondok pesantren pertama di Amerika Serikat. Untuk donasi silahkan klik di sini: https://m.kitabisa.com/pesantrenamerika
Jazakumullah khaer!
(A/R07/P1)
Baca Juga: Amerika itu Negara Para Pendatang!
Mi’raj News Agency (MINA)