Oleh Nur Ikhwan Abadi, Ketua Presidium Aqsa Working Group (AWG)
Saya terkejut ketika menerima pesan kematian Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh yang dibunuh pada Rabu pagi, 31 Juli 2024. Seakan tidak percaya dengan kabar itu, Saya mencoba menelusuri informasi tersebut ke orang-orang terdekat Ismail Haniyen yang pernah bertemu saat Saya bertugas menjadi relawan kemanusiaan di Gaza.
Inna Lillahi Wa Inna ilaihir rajiun, Sang Pejuang itu telah menemui Syahid dalam lawatannya ke Iran sebagai seorang tamu negara untuk mengikuti seremoni pelantikan Presiden Iran yang baru, Mahmoud Pezeskhian. Ismail Haniyeh meninggal dalam satu serangan terencana yang ditargetkan ke tempatnya istirahat selama kunjungan di Iran.
Ia adalan pemimpin Hamas yang lahir pada tanggal 23 Januari 1963 di Gaza. Ia memulai karir politiknya sebagai anggota Gerakan Hamas dan kemudian menjabat sebagai Perdana Menteri Palestina setelah Hamas memenangkan pemilu pada tahun 2006
Baca Juga: Kisah Muchdir, Rela tak Kuliah Demi Merintis Kampung Muhajirun
Pertemuan pertama Saya dengan Ismail Haniyeh terjadi pada tahun 2010 saat pertama kali Saya masuk ke Gaza. Ia saat itu masih menjabat sebagai Perdana Menteri Palestina di Gaza. Penampilannya sederhana, tidak berlebihan, sangat ramah, dan tidak terlalu protokoler seperti kebanyakan pejabat-pejabat di negara lain.
Suatu hari, saat Saya dan relawan dari Indonesia ingin bertemu dengan Ismail Haniyeh, Ia berjalan kaki dari penginapan menuju kantornya. Yang menarik, ia justru memerintahkan stafnya untuk menyediakan kendaraan menjemput kami, sementara ia berjalan kaki. Kami mendapatkan penghormatan yang sangat luar biasa dari Ismail Haniyeh selama pertemuan tersebut. Saat itu Saya menyerahkan Liwa (bendera) bertulis kalimat Allahu Akbar kepada Ismail Haniyeh dan ia terima sebagai bukti dukungan perjuangan bangsa Palestina.
Pertemuan selanjutnya, selama Saya berada di Gaza di mana Ia sering hadir pada momentum Shalat Jumat dan Ia sebagai khatibnya. Biasanya, penentuan di mana Ia akan khutbah Jumat, Idul Fitri atau Idul Adha diumumkan secara mendadak, mendekati waktu shalat, baru kita tahu bahwa khatib atau imamnya adalah Ismail Haniyeh, tentu karena alasan keamanan.
Relawan pembangunan Rumah Sakit Indonesia di Gaza, pernah dikunjungi Ismail Haniyeh pada saat Ramadhan dan ia menyempatkan berbuka puasa bersama dengan relawan dari Indonesia. Perhatiannya kepada Indonesia sangat luar biasa dan sangat respek.
Baca Juga: Bashar Assad Akhir Rezim Suriah yang Berkuasa Separuh Abad
Indonesi! Indonesi!, sapaan itu sering kami dengar jika berpapasan atau bertemu dengan Ismail Haniyeh saat ia berolahraga di pinggiran Pantai Gaza. Biasanya ia dikawal oleh para penjaganya jika beraktivitas di luar.
Kesederhanannya, tidak dibuat-buat. Ia memang tampil cukup sederahana sebagai seorang pejabat negara dan orang yang paling diperhitungkan di Palestina. Saya pernah berkunjung ke rumahnya yang sederhana di kawasan kamp pengungsian di Pantai Gaza, Muaskar Shati, kunjungan itu atas undangan Ismail Haniyeh, tentunya.
Di dekat rumahnya ada ruangan khusus untuk menerima tamu dan delegasi-delegasi dari berbagai unsur. Saya pernah melakukan liputan jurnalistik untuk Kantor Berita MINA di tempat tersebut ketika terjadi rekonsiliasi antara Hamas dan Fatah pada tahun 2012.
Saat di Gaza, Saya juga sempat mengunjungi Rumah Sakit Syaikh Ahmad Yasin, di sana Saya ditunjukan satu unit komputer yang biasa dipakai Ismail Haniyeh saat menjadi sekretaris Shaikh Ahmad Yasin.
Baca Juga: Nama-nama Perempuan Pejuang Palestina
Pertemuan Saya dengan Ismail Haniyeh berikutnya, terjadi pada November 2011, saat bersama tim Mer-C masuk ke dalam Jalur Gaza. Senyum ramah dan satu Liwa Allahu Akbar berukuran besar Saya serahkan lagi untuk Ismail Haniyeh.
Saat itu juga, kami bersama tim relawan Mer-C mengajukan permohonan mendapatkan sebidang tanah untuk kantor dan guest house MER-C seluas 250 meter persegi di belakang RSI. Surat yang kami ajukan langsung mendapat persetujuan Ismail Haniyeh. Ia memberikan tanah seluas 250 meter persegi untuk kantor Mer-C di dekat Rumah Sakit Indonesia di Gaza.
Saya bertemu Ismail Haniyeh untuk terakhir kalinya pada Mei 2024 yang lalu di Istanbul. Seperti biasa, ia tak henti berzikir dengan tasbih kecil di tangannya dan senantiasa dalam kondisi tetap memiliki wudhu. Saat itu, Ismail Haniyeh menyambut Saya bersama delegasi Aqsa Working Group (AWG) dari Indonesia. Ia menyambut kami dengan sangat hangat, bahkan di depan delegasi yang lain ia sampaikan, “Ini rombongan dari Indonesia, mereka akan membangun Rumah Sakit Ibu dan Anak di Gaza,” katanya saat itu.
Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) adalah program yang sedang digulirkan saat ini bersama Maemuna Center Indonesia. Ismail Haniyeh memberikan apresiasi atas rencana tersebut dan cukup intens berkomunikasi untuk progres pembangunannya.
Baca Juga: Sosok Abu Mohammed al-Jawlani, Pemimpin Hayat Tahrir al-Sham
Sebagai pucuk pergerakan yang disegani di Palestina, Ismail Haniyeh tentu menjadi sosok yang tidak bebas dari fitnah dan anasir buruk yang sering menyudutkannya. Salah satu fitnah yang sering ditujukan kepada Ismail Haniyeh adalah ia menikah lagi dengan banyak perempuan dan hidup bermewahan-mewahan dengan keluarganya di Qatar.
Tentu, itu tidak benar. Ismail Haniyeh hanya memiliki seorang istri yang sah dan hidup sangat sederhana jauh dari kemewahan yang dituduhkan kepadanya. Suatu hari, saat buka puasa di bulan Ramadhan di Qatar ia hanya menyajikan makanan alakadarnya. Saat ditanya salah satu kerabatnya, ”Kenapa hanya ini,? Ia lalu menjawab, ”Iya hanya ini yang kita miliki. Kita harus bersyukur jika dibandingkan dengan saudara kita yang lain di Gaza,” jawab Ismail Haniyeh.
Ismail Haniyeh memiliki peran yang sangat penting dalam pergerakan Hamas. Ia sebagai pemimpin Hamas sejak 2017, setelah pengunduran diri Khaled Mashal. Ismail Haniyeh merupakan salah satu tokoh kunci dalam organisasi ini.
Saat Hamas memenangkan pemilihan umum pada tahun 2006, Haniyeh diangkat sebagai Perdana Menteri Palestina. Dalam posisi ini, dia berusaha untuk membangun pemerintahan yang stabil di Gaza meskipun menghadapi banyak tantangan, termasuk blokade oleh Israel dan ketegangan dengan Fatah.
Baca Juga: Abah Muhsin, Pendekar yang Bersumpah Jihad Melawan Komunis
Haniyeh dikenal sebagai pendukung strategi perlawanan terhadap Israel. Dia berperan dalam merumuskan kebijakan Hamas yang menekankan pentingnya perlawanan bersenjata dan diplomasi. Haniyeh aktif dalam membangun hubungan dengan negara-negara lain, termasuk Iran dan Turki, untuk mendapatkan dukungan bagi perjuangan Palestina. Dia juga berusaha untuk memperkuat posisi Hamas di panggung internasional.
Di bawah kepemimpinannya, Hamas menghadapi berbagai krisis kemanusiaan di Gaza, termasuk masalah ekonomi dan kesehatan. Haniyeh berusaha untuk mengatasi masalah ini meskipun dengan sumber daya yang terbatas.
Ismail Haniyeh memiliki hubungan yang erat dengan Syeikh Ahmad Yasin, pendiri Hamas. Syeikh Ahmad Yasin adalah pendiri Hamas dan merupakan tokoh spiritual yang sangat dihormati dalam gerakan tersebut. Ismail Haniyeh, yang bergabung dengan Hamas pada awal pembentukannya, menganggap Yasin sebagai mentor dan panutan.
Haniyeh terlibat dalam kegiatan awal Hamas yang didirikan oleh Yasin pada tahun 1987. Mereka bekerja sama dalam mengembangkan ideologi dan strategi gerakan, yang berfokus pada perlawanan terhadap pendudukan Israel.
Baca Juga: Pangeran Diponegoro: Pemimpin Karismatik yang Menginspirasi Perjuangan Nusantara
Syeikh Ahmad Yasin memberikan dukungan moral dan spiritual kepada Haniyeh dan anggota Hamas lainnya. Yasin dikenal karena pandangannya yang kuat tentang pentingnya perjuangan bersenjata dan ketahanan rakyat Palestina.
Setelah Yasin ditangkap oleh Israel pada tahun 1989, Haniyeh dan pemimpin Hamas lainnya terus melanjutkan perjuangan yang telah dimulai oleh Yasin. Haniyeh sering kali merujuk pada ajaran dan prinsip-prinsip Yasin dalam kepemimpinannya.
Ismail Haniyeh sadar akan posisinya yang senantiasa menjadi incaran musuhnya di mana pun berada. Saat pertemuan terakhir dengannya, Ismail Haniyeh mengatakan anak-anaknya, keluarga terdekatnya telah syahid dalam perjuangan meraih kemerdekaan Palestina. Saya masih ingat, Ismail Haniyeh tidak sedikitpun menampakkan wajah sedih dan penyesalan mendalam saat anak dan anggota keluarganya menjadi sasaran pembunuhan oleh Zionis.
”Anak-anak saya telah syahid dalam perjuangan ini, Saya, kita dan anda dari Indonesia juga akan menemui syahid dalam perjuangan ini,” kata Ismail Haniyeh yang sangat respek dan memberi penghormatan khusus kepada orang-orang Indonesia, termasuk Saya.
Baca Juga: Pak Jazuli dan Kisah Ember Petanda Waktu Shalat
Haniyeh telah pergi, tetapi Saya sangat yakin pada pepatah mati satu tumbuh seribu. Pun demikian perjuangan Rakyat Palestina tidak akan terhenti atas kepergiaan Sang Pemimpin, spirit juang Haniyeh akan terus tumbuh dan melahirkan ribuan Haniyeh yang lain.
Tugasmu purna sudah di dunia ini. Doa kami mengiringi kepergianmu menuju keabadian di alam sana.. Selamat jalan, Sang Pejuang Sejati….[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Jalaluddin Rumi, Penyair Cinta Ilahi yang Menggetarkan Dunia
Baca Juga: Al-Razi, Bapak Kedokteran Islam yang Mencerdaskan Dunia