Indonesia secara resmi menjadi anggota penuh BRICS pada 6 Januari 2025, sebagaimana diumumkan oleh pemerintah Brasil yang memegang presidensi BRICS tahun ini.
Sebelumnya, pada Agustus 2023, para pemimpin BRICS telah menyetujui pencalonan Indonesia dalam pertemuan puncak di Johannesburg.
Namun, Indonesia menunda formalitas keanggotaannya hingga pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo Subianto mulai menjabat pada Oktober 2024.
Dengan demikian, Indonesia mengajukan keinginan untuk bergabung dengan BRICS pada tahun 2023, disetujui pada Agustus 2023, dan resmi menjadi anggota penuh pada Januari 2025.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-37] Berniat Baik dan Jelek, Namun Tak Terlaksana
Keputusan Indonesia untuk bergabung dengan BRICS memiliki potensi keuntungan signifikan, baik secara ekonomi, politik, maupun hubungan internasional. Namun, risiko geopolitik dan ketegangan dengan negara Barat harus dikelola dengan hati-hati.
Indonesia perlu memastikan bahwa keikutsertaannya akan memberikan manfaat langsung bagi rakyat dan menjaga kepentingan nasional tetap terjaga.
Alasan Indonesia Ingin Bergabung dengan BRICS
Indonesia memiliki motif mengapa harus bergabung ke BRICS, di antaranya:
Baca Juga: Bulan Rajab, Persiapan Jelang Bulan Suci Ramadhan
- Menlu Sugiono menyatakan, melalui BRICS Indonesia dapat memberi dukungan kepada perjuangan rakyat Palestina secara lebih luas.
- Indonesia ingin mengurangi ketergantungan pada negara-negara Barat dan mencari peluang baru dalam perdagangan, investasi, dan diplomasi.
- BRICS menawarkan sumber pembiayaan alternatif yang dapat membantu pembiayaan proyek-proyek strategis nasional.
- Indonesia melihat BRICS sebagai platform untuk memperjuangkan kepentingan negara-negara berkembang dalam menghadapi ketimpangan global.
- Bergabung dengan BRICS dapat memperkuat posisi Indonesia dalam percaturan geopolitik global, terutama sebagai pemimpin di kawasan Asia Tenggara.
Keuntungan Indonesia Ingin Bergabung dengan BRICS
Adapun keuntungan Indonesia bergabung dengan BRICS antara lain:
Di bidang ekonomi, BRICS memiliki New Development Bank (NDB) yang dapat menjadi alternatif pendanaan bagi Indonesia, terutama untuk pembangunan infrastruktur dan proyek strategis, dengan suku bunga yang lebih kompetitif dibandingkan lembaga internasional seperti IMF atau Bank Dunia.
Dengan bergabung di BRCS, Indonesia dapat memperluas akses ke pasar negara BRICS lainnya (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan), yang memiliki populasi besar dan potensi ekonomi tinggi.
Baca Juga: 10 Hikmah Hidup Berjama’ah dalam Menghadapi Tantangan Zaman
Sementara dari sisi teknologi, potensi alih teknologi melalui kerja sama dengan negara-negara anggota yang lebih maju dalam inovasi, seperti China dan India menjadi potensi keuntungan bagi Indonesia untuk berkembang dan menjadi lebih baik lagi.
Adapun secara politik, menjadi anggota BRICS dapat meningkatkan posisi Indonesia sebagai pemain penting di kancah internasional, menguatkan peran dalam memperjuangkan kepentingan negara berkembang, terutama perjuangan Palestina sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 untuk menghapuskan penjajahan di atas dunia.
Selain itu, BRICS juga menyediakan platform bagi Indonesia untuk dapat memengaruhi keputusan global di luar dominasi negara-negara Barat.
Dari sisi hubungan Internasional, bergabung dengan BRICS memungkinkan Indonesia mengurangi ketergantungan pada negara-negara Barat dalam bidang ekonomi, perdagangan, dan diplomasi.
Baca Juga: 10 Kebiasaan Romantis agar Cinta Suami Istri Tetap Hangat
BRICS dianggap sebagai simbol solidaritas negara-negara berkembang, sehingga Indonesia dapat berperan aktif dalam memperjuangkan isu global seperti perubahan iklim dan ketidakadilan ekonomi.
Sementara itu, analisis dampak kerugian tentunya juga ada, di antaranya:
Dari sisi politik, bergabungnya Indonesia ke BRICS dapat memicu persepsi negatif dari negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat dan Uni Eropa, yang memandang BRICS sebagai tantangan geopolitik.
Di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa kebijakan BRICS akan lebih banyak dikendalikan oleh China dan Rusia, sehingga mengurangi pengaruh negara seperti Indonesia dalam pengambilan keputusan.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-36] Rajin Menolong
Dari sisi hubungan internasional, posisi Indonesia yang selama ini netral dapat terganggu dengan keterlibatan dalam BRICS, terutama dalam konflik geopolitik seperti perang Rusia-Ukraina atau persaingan AS-China.
Keanggotaan Indonesia di BRICS dapat memunculkan tantangan dalam menjaga keseimbangan antara keterlibatan di ASEAN, G20, dan organisasi internasional lainnya.
Menkeu Sri Mulyani Indrawati menyatakan, “BRICS bisa menjadi peluang untuk diversifikasi sumber pendanaan pembangunan. Namun, Indonesia harus tetap berhati-hati dalam memastikan kepentingan nasional tidak terkompromi oleh agenda geopolitik negara-negara besar dalam BRICS.”
Sementara Muhammad Jusuf Kalla berkomentara, “Indonesia harus menjaga keseimbangan antara hubungan dengan negara Barat dan BRICS. Jangan sampai keputusan ini merusak hubungan baik yang sudah terjalin dengan mitra tradisional seperti AS dan Uni Eropa.” []
Baca Juga: Sejarah dan Keagungan Masjid Al-Aqsa
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Masjid Al-Aqsa: Ikon Perjuangan Palestina