Jakarta, MINA – Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) merupakan kerjasama perdagangan yang melibatkan 10 negara ASEAN dan enam negara mitra FTAs (Free Trade Agreements) yaitu Tiongkok, Korea, Jepang, Australia, Selandia Baru, dan India. Melalui RCEP, Indonesia diharapkan mampu menarik investasi langsung dari blok dagang terbesar di dunia tersebut.
“Kalau Indonesia sebagai bagian dari regional, 16 negara, dengan jumlah populasi yang juga penduduk India, penduduk Cina, itu menciptakan pasar peluang bagi negara-negara di luar RCEP untuk datang, harapannya, ke Indonesia,” kata Rizal Affandi Lukman, Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Kemenko Perekonomian dalam Forum Merdeka Barat 9 (FMB 9), Rabu (20/11).
Menurut Rizal, dengan jumlah populasi 48 persen dari populasi dunia dan dengan total PDB sebesar 32 persen dari PDB dunia, kawasan RCEP menjadi pasar yang besar dimana 29 persen perdagangan dunia berada di kawasan ini. Selain itu, arus investasi asing langsung (FDI) yang masuk ke kawasan tersebut.
Selain itu, bergabung dengan RCEP adalah menjadi keniscayaan bagi Indonesia. Karena dengan membuka hubungan dagang yang lebih luas lagi maka Indonesia dapat menghindari ekonomi biaya tinggi. Juga membuka akses pasar bagi produk Indonesia seluas-luasnya.
Baca Juga: Hadiri Indonesia-Brazil Business Forum, Prabowo Bahas Kerjasama Ekonomi
Namun perdagangan bebas tersebut harus dilakukan secara bertahap sesuai kesiapan negara masing-masing.
“Jadi masih ada waktu bagi Indonesia menyiapkan diri agar produk-produknya kompetitif di pasar bebas nanti. Baik infrastruktur, tenaga kerjanya hingga sistem perdagangan elektroniknya,” ujar Rizal.
RCEP merupakan Mega FTAs terbesar yang mencakup 9 kelompok kerja dan 7 subkelompok kerja sesuai dengan cakupan perundingan yang disepakati, seperti, perdagangan barang, jasa, investasi, kekayaan intelektual, niaga elektronik, kerja sama ekonomi dan teknis.
Peluncuran Perundingan RCEP terjadi pada KTT ASEAN ke-21 tahun 2012 di Kamboja. Di bawah kepemimpinan Indonesia, perundingan RCEP diharapkan dapat menjadi penyeimbang bagi maraknya langkah proteksionisme yang terus bergulir akhir-akhir ini sehingga harus diselesaikan secara substantif tahun ini agar dapat ditandatangani tahun 2020.
Baca Juga: Rupiah Berpotensi Melemah Efek Konflik di Timur Tengah
Sementara itu, Direktur Perundingan ASEAN Kemendag Donna Gultom menilai RCEP akan menjadi salah satu peluang bagi Indonesia untuk menumbuhkan kondisi perekonomiannya dan menjadi negara maju.
“RCEP peluang kita ke depan untuk maju, jadi harus segera disiapkan. Perundingan ini kita kawal betul dari hari pertama sampai terakhir, apa yang harus kita jaga kita tahu,” jelasnya.
Lebih lanjut Donna Gultom menyebutkan bahwa peluang itu besar karena Indonesia dilihat oleh negara lain, khususnya kawasan ASEAN, sebagai negara yang memiliki karakter good faith, yakni dapat dipercaya dalam perundingan-perundingan. (L/Sj/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Komite Perlindungan Jurnalis Kutuk Israel atas Tebunuhnya Tiga Wartawan di Lebanon