Jakarta, MINA – Ketidakpastian ekonomi global membayangi hampir semua negara di dunia dalam beberapa tahun ke depan. Bahkan, beberapa negara sudah masuk jurang resesi seperti Turki dan Argentina, dengan sebagian besar lainnya sudah mengalami perlambatan ekonomi.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir mengatakan Indonesia tidak khawatir menghadapi perlemahan ekonomi global. Hal itu telah diantisipasi pemerintah melalui beberapa kebijakan. Meskipun ekonomi sedang bergejolak, Iskandar optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia masih stabil.
“Indonesia dapat menjaga stabilitas ekonominya di tengah ancaman resesi global dengan kebijakan yang tepat,” katanya dalam diskusi media Forum Merdeka Barat 9 (FMB 9) bertema “APBN 2020 Menjawab Ancaman Resesi Global” di Kemkominfo, Jakarta pada Jumat (15/11).
Iskandar mengatakan, sejumlah negara di dunia tengah mengalami resesi. Hal tersebut diakibatkan kondisi perekonomian global yang tak menentu. “Argentina, Turki, Jerman sendiri kalau dimasukan definisi resesi dia sudah,” ujarnya.
Baca Juga: Hadiri Indonesia-Brazil Business Forum, Prabowo Bahas Kerjasama Ekonomi
Atas dasar itu, Iskandar meminta semua pihak mewaspadai ancaman tersebut. Sebab, jika tak diantisipasi dengan baik, bukan tak mungkin Indonesia akan mengalami hal serupa.
“Suka tidak suka, kita perlu waspada ancaman resesi global. Gejala resesi di depan mata jika tidak diantisipasi dengan kebijakan yang tepat,” katanya.
Ia menjelaskan, sejumlah negara telah mengantisipasi kondisi perekonomian global yang tak menentu ini. Salah satu upayanya, yakni dengan melonggarkan kebijakan moneternya.Indonesia pun telah melakukan hal serupa. Misalnya dengan Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuannya.
“Jadi kita tidak boleh main-main. Makanya semua negara sudah antisipasi ini dengan pelonggaran kebijakan lewat bank sentralnya,” katanya.
Baca Juga: Rupiah Berpotensi Melemah Efek Konflik di Timur Tengah
Iskandar mengakui bahwa insentif fiskal bukanlah satu-satunya instrumen yang bisa membuat Indonesia ramah investor.
“Penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi menandakan Indonesia juga terdampak masifnya perang dagang AS-China. 72 dari 110 negara besar dunia, ekspornya sudah negatif pertumbuhannya. Menandakan perang dagang itu sudah masif, memang riil mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di seluruh dunia,” katanya.
Kendati menurun, Iskandar yakin pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih baik ketimbang negara lainnya, seperti Singapura dan India. Contoh di Singapura itu triwulan I sudah -0,1 persen. Triwulan II syukur naik lagi 0,1 persen.
India yang tadinya 9 persen turun jadi 8 persen, turun lagi menyamai kita di kisaran 5 persen. Saya termasuk yang yakin dengan domestic supply chain (pertumbuhan) masih terjaga. Dengan bisanya mempertahankan konsumsi domestik, Iskandar yakin pertumbuhan Indonesia di angka 5 persen, tidak seperti negara lain.
Baca Juga: Komite Perlindungan Jurnalis Kutuk Israel atas Tebunuhnya Tiga Wartawan di Lebanon
“Makanya ini kita benahi dengan mengajukan omnibus law yakni mencabut pasal-pasal dari semua undang-undang yang menghambat percepatan perizinan,” kata Iskandar lagi. Menurutnya, setidaknya pemerintah sudah menemukan lebih dari 70 undang-undang yang akn disederhanakan. (L/R06/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: OJK Dorong Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah untuk Santri di Kalteng