Jakarta, MINA – Dalam ajang internasional World Peace Forum yang diselenggarakan di Jakarta, Indonesia menunjukkan perannya sebagai pemicu transformasi diplomasi budaya.
Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon, bersama dengan Din Syamsuddin, Ketua Centre for Dialogue and Cooperation among Civilizations (CDCC) dan salah satu inisiator forum, menyampaikan pesan bahwa budaya bukan sekadar warisan, tetapi fondasi penting bagi peradaban dunia.
Fadli Zon menegaskan dalam sambutannya pada acara jamuan makan malam di Jakarta, Ahad (9/11) malam, di tengah krisis global seperti perubahan sosial, teknologi disruptif, dan konflik identitas, budaya harus diposisikan sebagai “pilar peradaban”.
Ia menyampaikan, tradisi moderasi dalam Islam (wasathiyyat) dan nilai-nilai kebijaksanaan Tionghoa bukanlah elemen pariwisata budaya semata, melainkan basis diplomasi budaya yang dapat menyatukan bangsa-bangsa.
Baca Juga: Kualitas Udara Jakarta Senin pagi Ini di Level Baik
Din Syamsuddin menambahkan bahwa dunia kini menghadapi problem ekstremitas, dalam ekonomi, politik, maupun budaya.
“Dunia saat ini terjebak dalam ekstremitas … Oleh karena itu, jalan tengah atau wasatiyyat menjadi tawaran moral bagi tatanan global yang lebih berimbang,” ujarnya menjelang forum yang berlangsung pada 9–11 November 2025.
Ia melihat misinya sebagai tidak hanya forum diskusi, tetapi sebagai wadah moral yang mempertemukan peradaban, agama, dan budaya untuk “mencari nilai universal untuk perdamaian dunia”.
Indonesia, yang dikenal sebagai negara plural dengan lebih dari 700 bahasa dan beragam etnis, menjadi laboratorium nyata bagaimana budaya dapat menjadi jembatan, bukan penghalang.
Baca Juga: Hari Ini Jakarta Berawan di Pagi Hari, Hujan Ringan Sore hingga Malam
Kedua tokoh tersebut memandang pengalaman Indonesia sebagai aset diplomasi budaya global.
Fadli Zon menyoroti bagaimana tradisi moderasi Islam dan nilai kebajikan Tionghoa bersatu dalam praktik kebudayaan Nusantara.
Din Syamsuddin menghubungkan konsep wasatiyyat – keseimbangan, keadilan, moderasi – dengan nilai-nilai kebudayaan Tionghoa yang menekankan harmoni dan kolektivitas.
Keduanya menyampaikan seruan kepada dunia bahwa diplomasi budaya harus diangkat sejajar dengan ekonomi dan lingkungan dalam agenda global pasca-2030.
Baca Juga: Belajar dari Gaza, Semangat Tak Pernah Luntur Meski Buku dan Gedung Hancur
Din Syamsuddin berharap forum menghasilkan “pesan moral global” yang memperkuat kolaborasi antarnegara dan antaragama, bukan hanya retorika diplomasi.
Sementara Fadli Zon menyampaikan bahwa budaya tak boleh dijadikan eksibisi statis, tetapi harus aktif menjadi bahasa universal yang menerjemahkan identitas menjadi pemahaman lintas bangsa.
Melalui sinergi antara Fadli Zon dan Din Syamsuddin, forum ini memperlihatkan bahwa Indonesia tidak sekadar berbicara tentang budaya, tetapi mengusung budaya sebagai alat strategis dalam diplomasi perdamaian global.
Di tengah arus perubahan dan tantangan, budaya hadir bukan sebagai warisan masa lalu, tetapi sebagai pilar yang menunjang masa depan peradaban manusia.[]
Baca Juga: KAA untuk Palestina: Perkuat Diplomasi dan Solidaritas Global untuk Keadilan dan Perdamaian
Mi’raj News Agency (MINA)
















Mina Indonesia
Mina Arabic