Nusa Dua, MINA – Indonesia terus mendorong dan menggaungkan kolaborasi membangun resiliensi global yang berkelanjutan di berbagai forum internasional, termasuk pada World Water Forum ke-10 di Nusa Dua, Bali pada 18—25 Mei 2024.
“Maka itu perlu ada kerja sama secara kolaboratif dan kesepakatan-kesepakatan konkret. Contoh (dalam menangani) sungai yang melintasi beberapa wilayah, seperti Sungai Rhein yang melintasi negara-negara Eropa dan Sungai Mekong yang melintasi beberapa negara Asia,” ujar Deputi Bidang Sistem dan Strategi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Raditya Jati dalam keretangannya dikutip MINA, Senin (20/5).
Menurut Riditya, itu menjadi kunci dalam menghadapi tantangan dan persoalan air yang muncul dalam beberapa tahun terakhir.
Resiliensi berkelanjutan dimaknai sebagai kemampuan mewujudkan lingkungan yang tangguh dalam menghadapi bencana baik secara struktural maupun nonstruktural.
Baca Juga: Inggris Hormati Putusan ICC, Belanda Siap Tangkap Netanyahu
Raditya pun kembali menjelaskan perubahan iklim menjadi salah satu pemicu utama dari berbagai persoalan air global. Misalnya, hujan berlebihan karena perubahan iklim menimbulkan bencana banjir hingga longsor di berbagai negara.
Demikian juga ketika terjadi kekeringan akibat perubahan iklim yang menimbulkan dampak kolateral seperti kebakaran hutan, kegagalan panen, kekurangan pangan, bahkan kemiskinan hingga masalah ketahanan pangan.
“Ini jadi tantangan kita dalam membangun resiliensi berkelanjutan. Itu mencakup semua sistemik yang ada, termasuk pemicunya, (yakni) perubahan iklim dan juga bagaimana mencapai pembangunan berkelanjutan,” tutur Raditya.
Menurutnya, pembahasan untuk mengatasi tantangan perubahan iklim sudah dilakukan secara global, mulai dari kesepakatan Paris (Paris Agreement 2015) hingga perumusan tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs).
Baca Juga: Guido Crosseto: Kami akan Tangkap Netanyahu Jika Berkunjung ke Italia
Indonesia telah membuat regulasi untuk mengatasi tantangan kebencanaan melalui Peraturan Presiden No.87 Tahun 2020 tentang Rencana Induk Penanggulangan Bencana (RIPB) Tahun 2020-2044.
“Kalau kita bicara bencana berarti ada dampak dari infrastruktur, atau juga terkait dengan masyarakat. Nanti ada kaitannya dengan tata ruang, kerusakan lingkungan, atau bahkan pembangunan infrastruktur yang menimbulkan risiko-risiko baru. Nah ini contoh kolaborasi. Artinya semua punya peran, karena memang semua sektor ini mengembangkan peran masing-masing untuk membangun resilensi tersebut,” pungkas Deputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Militer Israel Akui Kekurangan Tentara dan Kewalahan Hadapi Gaza