Jakarta, MINA — Dalam upaya memperkuat hubungan dagang dengan Uni Eropa, Indonesia menggalang dukungan strategis dari Prancis guna mempercepat penyelesaian Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Eropa (Indonesia-EU CEPA). Hal tersebut mengemuka dalam pertemuan bilateral antara Menteri Perdagangan RI, Budi Santoso, dan Menteri Perdagangan Luar Negeri Prancis, Laurent Saint-Martin, di Jakarta, Rabu (9/4).
Dalam pertemuan tersebut, Menteri Budi Santoso menegaskan pentingnya peran Prancis sebagai mitra strategis di kawasan Eropa dalam mendorong rampungnya perundingan CEPA yang telah berlangsung selama bertahun-tahun.
“Kami berharap Prancis dapat memberikan dorongan politik yang signifikan dalam proses perundingan ini. Tim perunding dari kedua belah pihak saat ini tengah mengintensifkan diskusi untuk menyelesaikan isu-isu krusial yang tersisa,” ujarnya.
Indonesia juga mendorong Uni Eropa untuk memberikan akses pasar yang lebih luas terhadap sejumlah komoditas unggulan seperti minyak sawit, alas kaki, tekstil, dan produk perikanan—sektor-sektor yang menjadi tumpuan ekspor nasional.
Baca Juga: 91 Tenaga Kesehatan Haji Jabar Ikuti Pelatihan Intensif Jelang Musim Haji 2025
Mendag Budi menekankan bahwa penyelesaian perundingan harus mencakup kesepakatan konkret atas kebijakan-kebijakan Uni Eropa yang berpotensi menjadi hambatan perdagangan, termasuk regulasi yang dinilai diskriminatif dan tidak selaras dengan prinsip-prinsip Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Kolaborasi Strategis Sektor Energi hingga Pertambangan
Pertemuan juga membahas potensi kerja sama ekonomi di sektor-sektor strategis seperti energi, transportasi, agroindustri, dan pertambangan. Kedua negara sepakat untuk memfasilitasi kolaborasi bisnis melalui proyek-proyek bersama yang diyakini dapat membuka peluang usaha baru dan memperdalam hubungan ekonomi bilateral.
Salah satu poin penting yang turut diapresiasi dalam pertemuan ini adalah keputusan Uni Eropa untuk menunda implementasi Regulasi Deforestasi (EUDR). Meski demikian, Indonesia tetap mendesak evaluasi lebih lanjut terhadap setiap kebijakan yang dinilai memberatkan perdagangan secara tidak proporsional.
“Langkah terbaik ke depan adalah membangun kemitraan yang lebih erat dan menyelesaikan perundingan CEPA sesegera mungkin demi menciptakan iklim usaha yang lebih adil dan mendukung kesejahteraan bersama,” tutup Mendag Budi.
Baca Juga: Operasi Ketupat 2025 Sukses Tekan Angka Kecelakaan
Data perdagangan menunjukkan dinamika yang menarik. Pada tahun 2024, Indonesia mengalami defisit perdagangan sebesar USD 532,4 juta terhadap Prancis, namun angka ini menurun signifikan dibanding tahun sebelumnya. Di Januari 2025, defisit bahkan menyusut hingga USD 15,9 juta—penurunan sebesar 66,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Sebaliknya, perdagangan dengan Uni Eropa secara keseluruhan menunjukkan tren positif. Indonesia membukukan surplus sebesar USD 4,49 miliar pada 2024, meningkat drastis dibanding USD 2,53 miliar pada 2023. Tren ini berlanjut di awal 2025 dengan surplus Januari mencapai USD 452,17 juta, naik 7,39 persen secara tahunan.
Komoditas utama ekspor Indonesia ke Uni Eropa mencakup minyak nabati, alas kaki, mesin dan perangkat listrik, hingga bijih logam dan baja. Sementara impor terbesar dari Uni Eropa meliputi mesin industri, alat optik, kendaraan non-rel, serta produk farmasi.
Dengan dukungan diplomatik yang terus dibangun dan kerja sama ekonomi yang diperluas, Indonesia berharap kemitraan dagang dengan Uni Eropa, termasuk Prancis, dapat bergerak menuju fase baru yang lebih inklusif dan saling menguntungkan.[]
Baca Juga: Banjir Rob Hambat Lalin Jalur Demak–Semarang
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Salim A Fillah: Bela Gaza dengan Penghentian Genosida, Bukan Evakuasi