Jakarta, MINA – Lembaga advokasi halal Indonesia Halal Watch (IHW) menyoroti upaya pengkajian ganja untuk kepentingan kesehatan.
Menurut Direktur Eksekutif IHW Dr. Ikhsan Abdullah, SH. MH., DPR tidak perlu lagi mengajak masyarakat untuk mengkaji dan membahas karena materi ganja serta kondisi sosiologis juga teologis Bangsa Indonesia masih tetap tidak berubah seperti apa yang terjadi di Thailand.
Ikhsan menegaskan dalam keterangan tertulisnya yang diterima MINA, Kamis (30/6), pandangan IHW sangat sejalan dengan Hasil Ijtima Ulama di Ponpes Cipasung Tasikmalaya Jawa Barat pada 2012.
Pada Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia IV Tahun 2012 tentang Nikotin sebagai bahan aktif produk konsumtif untuk kepentingan pengobatan yang isinya menyatakan, pada dasarnya, hukum mengonsumsi nikotin adalah haram karena membahayakan kesehatan.
”Penggunaan nikotin sebagai bahan obat dan terapi penyembuhan berbagai penyakit, termasuk parkinson dan kecanduan rokok, dibolehkan sepanjang belum ditemukan terapi farmakologis yang lain, bersifat sementara, dan terbukti mendatangkan maslahat,” katanya.
Selanjutnya, dalam putusan tersebut juga ditegaskan, penggunaan nikotin sebagai sebagai bahan obat yang dibuat dalam bentuk permen, seperti yang biasa dikonsumsi masyarakat dan sangat dimungkinkan terjangkau oleh anak-anak hukumnya haram, untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan.
“Mengonsumsi sesuatu berbahan aktif nikotin di luar kepentingan pengobatan hukumnya haram,” tegas Ikhsan.
Sementara itu, lanjut dia, di dalam UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika sudah diatur sangat jelas bahwa ganja boleh dipergunakan untuk kepentingan kesehatan, penelitian, pendidikan, dan teknologi, tetapi harus ada rekomendasi dari dokter.
Bila digunakan untuk mengobati pasien atau untuk orang yang sakit maka wajib meminta ijin dari kementerian kesehatan.
“Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 sudah sangat tepat dan jelas khususnya pada pasal 7 dan 8,” kata Ikhsan.
Wakil Sekjen MUI bidang Hukum dan HAM itu mengatakan, kita tidak perlu latah soal hukum, apa yang terjadi di Thailand yang melegalkan penggunaan ganja cukup diberlakukan saja di negara tersebut.
“Kita tidak perlu ikut-ikutan, karena Bangsa kita tumbuh hidup dengan tatanan hukumnya sendiri dengan warna akhlak hukum yang relijius sesuai dengan falsafah bernegara dan berbangsa yang berketuhanan Yang Maha Esa,” ujarnya.
Katib Syuriah PBNU itu menambahkan, banyak produk hukum di negeri ini menjadi mandul karena faktor budaya hukum dan Law inforcementnya, Hukum dan peraturan yang sudah cukup baik di Negara Besar seperti Indonesia belum dilaksanakan dengan baik.
“Disinilah Peran dan hak Kontrol DPR sebagai Pilar Kekuasaan Legislatif harusnya berperan mengawasi pemerintah dalam melaksanakan Undang-Undang yang sudah disahkan,” pungkasnya.(L/R1/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)