Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Indonesia Kiblat Ideal Regulasi Pengelolaan Zakat di Dunia

sajadi Editor : Widi Kusnadi - 1 menit yang lalu

1 menit yang lalu

0 Views

Ilustrasi

Jakarta, MINA – Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB University, Dr. Irfan Syauqi Beik menganggap Indonesia merupakan kiblat ideal dalam regulasi zakat, karena pendekatan inklusif yang diambil dalam UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, yang mengakomodasi peran serta swasta dalam pengelolaan zakat.

Dalam keterangannya, Ahad (1/6), Irfan menjelaskan, berbeda dengan Malaysia dan Arab Saudi yang menerapkan sistem sentralistik di mana zakat sepenuhnya dikelola negara, Indonesia justru memberi ruang kepada pemerintah dan lembaga nonpemerintah untuk berperan aktif dalam pengumpulan dan penyaluran zakat.

“Malaysia dan Saudi saat ini jadi parameter pengelolaan zakat terbaik secara administratif. Namun keduanya tegas tidak mengakomodasi peran swasta. Zakat sepenuhnya dikelola oleh pemerintah,” ujar Irfan saat memberikan keterangan di Mahkamah Konstitusi, Jakarta.

Irfan mengingatkan, Undang-Undang 23/2011 sudah cukup akomodatif dan bijaksana dalam membangun sistem zakat nasional.

Baca Juga: Arab Saudi Terapkan Aturan Baru untuk Penerbitan Visa Umrah

Irfan menegaskan, kemajuan sistem zakat di Indonesia saat ini, yang ditandai peningkatan pengumpulan, penyaluran, serta pelaporan kinerja zakat secara transparan dan akuntabel, adalah hasil dari sinergi antara BAZNAS sebagai lembaga negara dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) sebagai mitra swasta.

Dengan struktur regulasi yang terbuka dan inklusif, Irfan meyakini Indonesia berpotensi besar menjadi model ideal tata kelola zakat di tingkat global. Namun, ia menekankan pentingnya mempertahankan prinsip kemitraan strategis antara negara dan masyarakat, yang selama ini menjadi ciri khas sistem perzakatan Indonesia.

Irfan menambahkan, pandangan yang terus menyudutkan fungsi regulator parsial dan koordinator pengelolaan zakat yang melekat pada BAZNAS, boleh jadi disebabkan oleh pengaruh praktik industri keuangan komersial yang operasionalisasinya didasarkan pada filosofi kompetisi bebas antar operator/lembaga keuangan yang ada.

Akibat adanya kompetisi bebas ini, lanjut dia, maka diperlukan adanya wasit berupa regulator yang bersifat independen, yang tidak bisa diatur dan diintervensi oleh salah satu pihak yang berkompetisi.

Baca Juga: Update Korban Longsor Tambang Gunung Kuda Cirebon, Total 19 Orang

“Filosofi ini menjadikan antara lembaga keuangan pemerintah dan swasta, seperti bank BUMN dan bank swasta, menjadi dua kesebelasan yang berbeda, yang bertanding dalam satu liga keuangan domestik,” kata dia.

Filosofi ini, jelas Irfan, tidak sepenuhnya tepat jika dikaitkan pada sektor zakat. “Filosofi lembaga zakat haruslah menjadi satu tubuh, atau menjadi satu ‘kesebelasan’. BAZNAS adalah kapten kesebelasan ini. Semua lembaga zakat seharusnya berpikir dalam satu konteks tubuh sistem perzakatan nasional, dan bukan berpikir sebagai dua entitas yang bertanding, di mana ada yang menang dan ada yang kalah,” ucap dia.

Dr. Irfan Syauqi Beik menyebutkan bahwa pengelolaan tata kelola zakat tidak bisa disamakan dengan pola manajemen modern. Logika zakat tidak sama dengan logika pengelolaan keuangan komersial, salah satunya merujuk pada Kitab al-Amwal karya Abu Ubayd (Abu Ubaid al-Qasim bin Salam) yang menyebutkan bahwa “zakat as a special institution of public finance”, karena baik dari sisi harta objek zakatnya, dari sisi pihak yang wajib zakatnya, dari sisi penyaluran zakatnya, termasuk bagaimana teknis pengumpulannya, telah diatur dalam Al-Quran dan Hadits, di mana kewenangan pengelolaan zakat tersebut melekat pada penguasa atau pemerintah dan bukan pada masyarakat. []

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Amirulhaj RI Mulai Bertugas di Makkah

Rekomendasi untuk Anda