Jakarta, MINA – Kementerian Agama meminta pemerintah China segera memberikan penjelasan aktual mengenai kondisi Muslim Uyghur.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan dunia kini diramaikan dengan berita tentang kondisi warga Uyghur di Xinjiang. Seperti dilaporkan Anadolu Agency yang dikutip MINA, Kamis (20/12).
Sebagian menyebut bahwa tengah terjadi krisis kemanusiaan di sana hingga menggerakkan aksi simpatik dan kepedulian publik.
Namun, kata Menteri Lukman, ada juga yang membantah informasi tersebut dan menuding kejadian di Uyghur terkait gerakan separatisme.
Baca Juga: AWG Gelar Webinar Menulis tentang Baitul Maqdis
“Dalam dunia global dengan kecepatan arus informasi seperti saat ini, kondisi masyarakat Uyghur penting untuk diketahui masyarakat dunia,” ujar Menteri Lukman di Jakarta.
Menurut Menteri Lukman, Pemerintah Indonesia telah memanggil Dubes China di Jakarta guna menyampaikan perhatian dan kepedulian berbagai pihak di Indonesia mengenai kondisi masyarakat Uyghur.
Namun demikian, kata dia, penjelasan terbuka dari RRC tentu dibutuhkan masyarakat.
Jika memang ada persoalan yang terkait dengan kehidupan beragama, Menag menegaskan pentingnya kebebasan dalam beragama.
Baca Juga: 30 WNI dari Suriah Kembali Dievakuasi ke Indonesia
“Kami berpandangan bahwa kebebasan beragama merupakan hak asasi manusia yang harus senantiasa dilindungi, dijaga, dan dihormati,” tandas dia.
Human Rights Watch (HRW) sebelumnya mengecam pemerintah China atas “kampanye sistematis pelanggaran hak asasi manusia” terhadap Muslim Uyghur di barat laut Xinjiang, wilayah otonom di negara itu.
Menurut laporan 117 halaman yang diterbitkan akhir pekan lalu, pemerintah China disebut telah melakukan “penahanan massal semena-mena, penyiksaan dan penganiayaan” terhadap orang-orang Turki Uyghur di wilayah tersebut.
Laporan itu didasarkan pada wawancara dengan 58 mantan penduduk Xinjiang, termasuk mantan tahanan dan kerabat tahanan, katanya.
Baca Juga: Banjir di Makasar Rendam Rumah Dinas Gubernur dan Kapolda
“Di seluruh kawasan itu, 13 juta populasi Muslim Turki menjadi sasaran indoktrinasi politik paksa, hukuman kolektif, pembatasan gerak dan komunikasi, pembatasan agama yang terus meningkat dan pengawasan massal yang melanggar hukum hak asasi manusia internasional,” tambahnya.
Wilayah Xinjiang adalah rumah bagi sekitar 10 juta orang Uyghur. Kelompok Muslim Turki yang membentuk sekitar 45 persen populasi Xinjiang ini, telah lama menuduh pemerintah China atas diskriminasi budaya, agama dan ekonomi.
China meningkatkan sejumlah pembatasan dalam dua tahun terakhir, melarang laki-laki berjanggut dan wanita memakai jilbab serta memperkenalkan apa yang dianggap oleh banyak ahli sebagai program pengawasan elektronik terluas di dunia, menurut Wall Street Journal.
Hingga 1 juta orang, atau sekitar 7 persen dari populasi Muslim di wilayah Xinjiang China, kini dipenjara dalam jaringan “kamp pendidikan ulang politik” yang terus berkembang, menurut pejabat AS dan ahli PBB.(T/RS3/P1)
Baca Juga: Angkatan Kedua, Sebanyak 30 WNI dari Suriah Kembali ke Tanah Air
Mi’raj News Agency (MINA)