Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Indonesia Siap Jadi Model Syiar Energi Terbarukan Global

Rana Setiawan Editor : Rudi Hendrik - 1 menit yang lalu

1 menit yang lalu

1 Views

Ilustrasi. (Gambar: Alamendah)

Jakarta, MINA – Ambisi Presiden Prabowo Subianto untuk meningkatkan kapasitas energi terbarukan nasional hingga 100 Giga Watt bukan sekadar proyek infrastruktur, tetapi sebuah gerakan kolektif berbasis komunitas.

Pakar Energi Terbarukan dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Tri Desmana Rachmildha menyebut pendekatan crowd powering sebagai kunci akselerasi transisi energi di Indonesia, sebuah konsep yang melibatkan negara, swasta, dan masyarakat dalam menghasilkan listrik bersih, terutama melalui energi surya.

“Kita menyebutnya crowd powering, semua bisa berkontribusi memenuhi kapasitas pembangkit PLN melalui panel surya di atap perkantoran, rumah ibadah, dan komunitas,” ujarnya dalam Webinar Internasional “Aktualisasi Fikih Transisi Energi Berkeadilan Melalui Sedekah Energi”, Kamis (20/11), yang diselenggarakan Muslim for Shared Actions on Climate Impact (MOSAIC).

Menurut kajian ITB, Indonesia memiliki potensi menghasilkan energi surya hingga 4,8 KWh per meter persegi per hari, lebih tinggi dibanding banyak negara di lintang utara. Hanya dengan memanfaatkan 1/1000 luas daratan untuk panel surya, seluruh kebutuhan listrik penduduk dapat terpenuhi.

Baca Juga: Di Munas XI, Mahfud MD Dorong MUI Lebih Kuat sebagai Pengayom Umat

Tri Desmana, Ketua Asosiasi Masyarakat Tenaga Kerja Hijau Indonesia, menekankan bahwa transisi energi ini akan membawa multiplier effect besar: mendorong investasi hijau, membuka lapangan kerja baru (green jobs), meningkatkan daya saing ekspor Indonesia, dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.

“Pasar global bergerak menuju energi bersih. Clean Energy bukan lagi nice to have, tapi must have. Produk yang dihasilkan dengan energi terbarukan jauh lebih diminati pasar internasional,” tegasnya.

Modal Sosial dan Spiritual untuk Transisi Energi

Potensi besar energi surya ini ditangkap MOSAIC, sebuah organisasi berbasis nilai spiritual, iklim, dan aksi sosial. Wakil Kepala Program MOSAIC, Reka Maharwati, mengatakan pihaknya telah membangun model transisi energi berbasis komunitas melalui program Sedekah Energi, yang diluncurkan sejak 2023.

Baca Juga: Munas XI MUI Jadi Titik Awal Peta Jalan 50 Tahun Ke Depan

Program ini menyasar masjid-masjid di pelosok Indonesia, memanfaatkan kepercayaan tinggi masyarakat terhadap tokoh agama dalam isu lingkungan. Namun, bukan hanya memberi instalasi panel surya, MOSAIC melakukan assessment, transfer knowledge, dan pelibatan warga lokal, supaya masyarakat bisa mengelola listrik bersih secara mandiri.

Di Masjid Al Ummah Al Islamiyah, Sembalun, Lombok Timur, lokasi perdana program, panel surya sebelumnya terbengkalai karena minim edukasi. Setelah MOSAIC masuk dan melibatkan warga, kini energi bersih dimanfaatkan tak hanya untuk masjid, tetapi juga kegiatan sosial dan pendidikan.

Program Sedekah Energi kini telah berkembang ke Bantul, Garut, dan Sijunjung dengan dana donasi mencapai Rp 250 juta dari 16.306 donor.

“Melalui kolaborasi, masjid bukan hanya sebagai pusat ibadah, tapi juga pelopor solusi iklim,” ujar Reka.

Baca Juga: Korban Alami Luka Bakar Akibat Erupsi Gunung Semeru

Fikih Transisi Energi

Webinar tersebut juga membahas buku “Fikih Transisi Energi Berkeadilan”, yang ditulis oleh Majelis Tarjih Muhammadiyah bersama MOSAIC, Purpose, dan Greenfaith. Buku tersebut menempatkan energi terbarukan sebagai bagian dari ajaran Islam tentang keberlanjutan dan keadilan ekologis.

Ketua MOSAIC, Nur Hasan Murtiaji, menjelaskan, Islam telah lama menyinggung berbagai sumber energi dalam Al-Quran dan Hadis: air, laut, bumi, matahari, angin, tanaman, hingga api, semuanya mempunyai fungsi sebagai sumber energi dan kehidupan.

Ustadz Niki Alma menegaskan konsep Tauhid Ekologis, yaitu keyakinan bahwa alam bukan hanya diciptakan untuk dimanfaatkan, tetapi dijaga sebagai bagian dari amanah Ilahi. Dalam konteks energi, ijtihad baru dibutuhkan untuk membangun fikih transisi energi dari tingkat global hingga tapak.

Baca Juga: BMKG Keluarkan Peringatan Gelombang Tinggi Imbas Bibit Siklon Tropis

Ustadz Qaem Aulassyahied memberi contoh hadis Rasulullah SAW: “Jangan nyalakan api saat kalian tertidur,” yang dalam konteks modern mengandung pesan efisiensi dan penghematan energi.

Indonesia dinilai memiliki model khas transisi energi: menggabungkan kearifan lokal, teknologi, dan nilai spiritual. Melalui pendekatan crowd powering, masyarakat tak hanya menjadi pengguna, tetapi juga produsen energi bersih (prosumer).

Dengan dukungan regulasi, pendanaan berbasis zakat, infak, sedekah dan wakaf (ZISWAF), serta keterlibatan ormas keagamaan, Indonesia berpotensi menjadi laboratorium masa depan untuk energi terbarukan berbasis komunitas.

“Ini bukan sekadar transisi energi, tapi transformasi sosial,” ujar Tri Desmana.

Baca Juga: Hadapi Era Post-Truth, Menag Dorong Pendekatan Tafsir Berwawasan Keindonesiaan

Bangunan masjid di pelosok Lombok, panel surya di atap rumah ibadah di Garut, dan buku fikih transisi energi berbasis keadilan adalah simbol bahwa transisi energi bukan hanya soal teknologi, tetapi juga perubahan paradigma, bahwa energi bersih adalah bagian dari ibadah dan tanggung jawab moral.

Dengan pendekatan ini, Indonesia bukan hanya mengikuti tren global energi terbarukan, tetapi bisa memimpin dengan model berbasis komunitas, spiritualitas, dan keadilan.[]

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Tanah Longsor Banjarnegara Jateng, 3 Orang Meninggal, 25 Hilang

Rekomendasi untuk Anda