Tunis, MINA – Delegasi Indonesia resmi menarik diri dari pelayaran Global Sumud Flotilla (GSF) 2025, meski sejak awal menjadi salah satu kontributor terbesar dalam misi kemanusiaan internasional yang bertujuan menembus blokade Gaza.
Keputusan tersebut diambil karena alasan teknis dan keamanan setelah hampir dua pekan persiapan di Tunis, Tunisia.
Meski demikian, upaya para relawan dan aktivis internasional membuka jalur kemanusiaan melalui Laut Mediterania untuk mengirim bantuan ke Jalur Gaza tetap berjalan.
Armada flotilla direncanakan kembali melanjutkan pelayaran pada Sabtu (13/9) atau Ahad (14/9) ini, setelah pemeriksaan mekanis, evaluasi cuaca, dan kesiapan peserta dinyatakan aman.
Baca Juga: DDV Papua Perkuat Kapasitas Relawan Lewat Capacity Building dan Aksi Lingkungan
Keputusan tersebut disampaikan Global Peace Convoy (GPC) Indonesia setelah hampir dua pekan berada di Tunis, melakukan persiapan bersama ratusan relawan dari 44 negara. Faktor teknis, cuaca ekstrem, dan keterbatasan kapasitas kapal menjadi alasan pengurangan jumlah peserta oleh panitia internasional.
“Delegasi Indonesia secara sukarela memberikan jatah kursi kepada relawan internasional lain. Ini langkah strategis demi memastikan keberhasilan misi flotilla secara keseluruhan,” demikian pernyataan resmi GPC Indonesia diterima MINA, Sabtu.
Meski tidak berlayar hingga Gaza, kontribusi Indonesia diakui luas oleh panitia internasional GSF. Indonesia telah mengirimkan 30 relawan, menyediakan akomodasi bagi peserta lain di Tunis, serta menghadirkan lima kapal yang dinamai pahlawan nasional: Soekarno, Sultan Hasanuddin, Pangeran Diponegoro, Pati Unus, dan Malahayati.
Melanie Schweizer, anggota Steering Committee GSF, menyebut delegasi Indonesia sebagai teladan.
Baca Juga: Kualitas Udara Jakarta Mulai Membaik, Masih Kurang Sehat bagi Warga Rentan
“Mereka memahami bahwa inti perjuangan bukan hanya soal berlayar, melainkan memastikan misi ini berhasil dan dunia tergugah,” ujar Schweizer melalui kanal resmi flotilla.
Global Sumud Flotilla 2025 melibatkan 65 kapal dari 44 negara, menjadikannya misi sipil terbesar dalam dua dekade terakhir untuk menembus blokade Gaza. Armada ini membawa makanan, obat-obatan, dan kebutuhan mendesak bagi lebih dari dua juta penduduk Gaza.
Bagi Indonesia, kesuksesan flotilla bukan hanya soal menembus blokade, tetapi juga menggerakkan opini global agar dunia bersatu menekan Israel menghentikan genosida. “Kesadaran dunia yang terbangun lewat flotilla sudah menjadi bagian dari keberhasilan,” tegas IGPC.
Menurut informasi yang didapatkan MINA, sekitar 30 relawan, aktivis kemanusian, dan wartawan partisipan pelayaran menembus blokade Gaza itu, bakal pulang ke Tanah Air paling lambat pada Ahad (14/9/2025).
Baca Juga: BMKG: Cuaca Jakarta Hari Ini Berawan, Suhu Capai 31 Derajat Celsius
IGPC memastikan kepulangan delegasi bukanlah akhir perjuangan. Sebaliknya, hal ini menjadi persiapan menuju misi berikutnya yang lebih matang, profesional, dan strategis.
“Perjuangan membuka blokade Gaza adalah jalan panjang yang memerlukan kesabaran, strategi, dan kolaborasi berkelanjutan,” demikian pernyataan resmi IGPC.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Kedutaan Besar RI di Tunisia atas dukungan penuh, pengawalan, dan fasilitas yang diberikan selama delegasi berada di Tunis.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Musim Hujan Datang Lebih Cepat, BMKG Ingatkan Ancaman Bahaya Hidrometeorologi