Akhir-akhir ini, tagar #IndonesiaGelap dan #KaburAjaDulu mewarnai linimasa berbagai media sosial. Saat artikel ini ditulis, terpantau #KaburAjaDulu masih menduduki Top 5 trending topic Indonesia di platform X pada 25 Februari 2025.
Dua tagar tersebut lahir dari banyaknya problematika yang akhirnya menimbulkan keresahan, khususnya bagi generasi muda.
Aksi Indonesia Gelap digelar secara masif di berbagai daerah di Indonesia. Demonstrasi ini diinisiasi oleh gerakan mahasiswa sebagai bentuk protes atas kebijakan tidak bijak dari pemerintah di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto yang baru saja memasuki masa 100 hari kerja.
Jika kita mau menarik ke belakang, pencalonan pasangan Presiden dan Wakil Presiden RI saat ini (Prabowo-Gibran) memang sudah diselimuti beragam jenis pelanggaran. Lantas perbaikan seperti apa yang diharapkan dari kemenangan culas?
Baca Juga: Kemenag Buka Kursus Hisab Rukyat bagi Remaja Masjid dan Mahasiswa
Efisiensi anggaran di Lembaga/Kementerian melalui Inpres nomor 1 tahun 2025; di lain sisi kita perlu setuju, namun kata “efisiensi” ini menjadi inkonsisten ketika Prabowo memiliki kabinet gemoy dan masih terus-menerus melantik staf khusus, bahkan dari kalangan influencer? Untuk apa? Membangun framing di media sosial? Lahirlah pertanyaan-pertanyaan seperti ini di kepala kita.
Apalagi program ambisius Makan Bergizi Gratis membuat Badan Gizi Nasional tiba-tiba menjadi lembaga sultan karena kebanjiran dana imbas dari efisiensi di Lembaga/Kementerian lain.
Seorang anonim yang bekerja di Kantor Pertanahan Kab. Flores Timur bercerita kepada saya, bahwa ia dan para staf lain terpaksa urunan dari kantong pribadi mereka untuk melanjutkan program vital yang telah direncanakan. Urunan harus dilakukan sebab dana dari pemerintah dipangkas habis-habisan.
Apakah bisa kita katakan efisien jika program penting lainnya menjadi korban demi Makan Bergizi Gratis (MBG)? Seberapa urgen program MBG? Bagaimana menanggapi siswa-siswi Papua sebagai provinsi yang selalu masuk 10 provinsi termiskin, menuntut pendidikan gratis daripada MBG?
Baca Juga: Pendaftaran Seleksi Prestasi Akademik Nasional PTKIN 2025 Dibuka Hingga 6 Maret 2025
Bukan hanya soal efisiensi a.k.a pemangkasan anggaran, tapi sektor kesehatan dan pendidikan yang bukan menjadi program prioritas utama juga memantik kemarahan publik. Sebab dua hal vital ini adalah hak rakyat Indonesia yang diamanatkan oleh konstitusi.
Selain itu, penggunaan aparat TNI/Polri di banyak lini pun menjadi sorotan. Meski sebetulnya, hal ini tidak begitu mengagetkan sebab latar belakang Prabowo memanglah militer. Tetapi, cacatnya instansi Polri (saya enggan menggunakan istilah oknum) menjadi “ketakukan” bagi masyarakat sipil. Polisi bunuh mahasiswa, polisi bunuh siswa SMP, polisi bunuh wartawan, polisi bunuh polisi, serta tindakan represif lain bukanlah hal yang baru. Wajar, rakyat protes.
Sedikitnya ada 13 poin tuntutan massa aksi Indonesia Gelap:
1. Ciptakan pendidikan gratis ilmiah dan demokratis serta batalkan pemangkasan anggaran pendidikan.
Baca Juga: PRIMA DMI Serukan Gerakan Nasional Berantas Judi Online
2. Cabut proyek strategis nasional bermasalah, wujudkan reforma agraria sejati. Menurut mereka Proyek Strategis Nasional (PSN) kerap menjadi alat perampasan tanah rakyat. Kami menuntut pencabutan PSN yang tidak berpihak pada rakyat dan mendorong pelaksanaan reforma agraria sejati.
3. Tolak revisi Undang-Undang Minerba, revisi Undang-Undang Minerba hanya menjadi alat pembungkaman bagi rezim untuk kampus-kampus dan lingkungan akademik ketika bersuara secara kritis.
4. Hapuskan multifungsi ABRI. Sebab, keterlibatan militer dalam sektor sipil berpotensi menciptakan represi dan menghambat kehidupan yang demokratis.
5. Sahkan rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat. Masyarakat adat membutuhkan perlindungan hukum yang jelas atas tanah dan kebudayaan mereka.
Baca Juga: Iskada Aceh Besar Gelar Latihan Kader Dasar
6. Cabut Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025, yang dinilai sebagai ancaman terhadap bagian-bagian yang justru menjadi kepentingan rakyat seperti pendidikan dan kesehatan.
7. Evaluasi penuh program makan bergizi gratis. Menurut mereka, program makan gratis harus dievaluasi agar tepat sasaran, terlaksana dengan baik, dan tidak menjadi alat politik semata.
8. Realisasikan anggaran tunjangan kinerja dosen. Kesejahteraan akademisi harus diperhatikan demi peningkatan kualitas pendidikan tinggi dan melindungi hak-hak buruh kampus.
9. Desak Prabowo Subianto untuk mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang Perampasan Aset. Sebab, korupsi adalah hal yang mendesak dan hal ini harus segera diatasi melalui perppu untuk memberantas kejahatan ekonomi dan korupsi.
Baca Juga: Ambisi Trump di Palestina, Pembersihan Etnis Dikemas dengan Ambisi Bisnis
10. Tolak revisi Undang-Undang TNI, Polri, dan Kejaksaan. Mereka menilai revisi ini berpotensi menguatkan imunitas para aparat juga militer dan melemahkan penguasaan terhadap aparat.
11. Efisiensi dan rombak Kabinet Merah Putih. Borosnya para pejabat yang tidak bertanggung jawab harus diatasi dengan rombak para pejabat yang bermasalah.
12. Tolak revisi Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat tentang tata tertib yang mana revisi saat sangat bermasalah dan bisa menimbulkan kesewenang-wenangan dari lembaga DPR.
13. Reformasi Kepolisian Republik Indonesia. Kepolisian harus direformasi secara menyeluruh untuk menghilangkan budaya represif dan meningkatkan profesionalisme. Aksi ini merupakan panggilan kepada seluruh elemen masyarakat untuk terus mengawal jalannya pemerintahan demi terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat di Indonesia.
Baca Juga: Bahasa Inggris untuk Gen Z, Perlu Nggak Sih?
Poin-poin tuntutan tersebut menjadi dasar mengapa Aksi Indonesia Gelap bisa digelar secara serempak, karena rakyat khususnya generasi muda merasakan kegelisahan itu.
Sayangnya, apa yang kita rasakan berbeda dengan para elit di kursi kekuasaan. Mereka menanggapi dengan nada negatif bahkan terkesan mengejek. Saya yakin, Anda sudah melihat bagaimana respon Prasetyo Hadi, Luhut Binsar Pandjaitan, maupun dari kalangan legislator seperti Eddy Soeparno.
Bahkan, Presiden Prabowo sendiri menggunakan kata “Ndasmu” yang ditujukan kepada para pengkritiknya. Sebuah kata yang tidak etis keluar dari mulut seorang pemimpin apalagi dari atas podium. Tapi bukankah dia sejak awal memang melanggar etik dan dirayakan oleh 58 persen masyarakat kita?
Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Jentera, Bivitri Susanti menilai pemerintah bersikap denial dalam merespons aksi Indonesia Gelap yang diinisiasi berbagai elemen masyarakat.
Baca Juga: Gudep Pramuka Al-Fatah Lampung Serahterimakan Jabatan Dewan Ambalan
“Itu adalah bentuk denial ya. Mereka (pemerintah) memang cara pandangnya beda sama cara pandang warga,” kata Bivitri ditemui Tempo di sela-sela aksi Indonesia Gelap, di kawasan Patung Kuda, Jakarta pada Jumat, 21 Februari 2025.
Setelah tumpukan masalah itu membuat publik geram, muncullah tagar #KaburAjaDulu. Sebuah tagar yang digunakan generasi muda untuk menunjukkan kekecewaan dan pesimistis terhadap negara ini. #KaburAjaDulu ke luar negeri menjadi pilihan mereka untuk mendapatkan hidup lebih layak.
Kekecewaan ini seharusnya menampar wajah pemerintah kita sekaligus menjadi pemicu melakukan perbaikan. Tapi lagi-lagi, respon para pemangku kekuasaan di negeri ini sama sekali tidak mencerminkan kepedulian.
“Mau kabur, kabur sajalah. Kalau perlu jangan balik lagi” ungkap Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer pada 17 Februari 2025, seraya tertawa.
Baca Juga: Yayasan MATAIN Gelar Pelatihan Critical Thinking untuk Generasi Muda
Entah guyon atau serius, tanggapan seperti itu semestinya tidak keluar dari seorang menteri di tengah kekacauan yang terjadi. Sebuah ironi.
Saya menduga, kekecewaan generasi muda yang terlihat melalui tagar #IndonesiaGelap dan #KaburAjaDulu bukanlah hal serius yang menjadi perhatian pemerintah. Kekhawatiran, kemarahan, kesedihan kita hanyalah guyonan yang menggelitik perut mereka. Sebatas itu; tak perlu solusi, tak perlu dipikirkan.
Meski di hati kecil terdalam, saya harus terus menyalakan api optimistis untuk bangsa ini.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Pengembangan Gerakan Literasi Santri