Oleh Bahron Ansori, jurnalis MINA
Seperti yang difahami oleh sebagian orang bahwa hati manusia itu senantiasa berbolak-balik, berubah-ubah. Hari ini hati seseorang bisa bilang A, tapi sedetik kemudian ia bisa berubah bilang B. Hati yang senantiasa berubah-ubah inilah sebenarnya ujian pertama bagi manusia, terutama orang beriman.
Itulah mengapa Rasulullah SAW mengajarkan satu doa agar hati ini selalu tenang, ajeg dan istiqomah dalam menjalankan syariat Islam. Bisa dibayangkan jika hati ini bukan Allah yang memantapkan berada di jalan-Nya? Apa jadinya jika hari ini kita shalat zuhur lalu ashar kita tidak shalat karena hati yang selalu berubah-ubah? Bersyukurlah karena Nabi SAW telah mengajarkan doanya kepada kita,
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-19] Jagalah Allah, Pasti Allah akan Menjagamu
(Ya muqallibal qulub tsabbit qalbi ‘ala dinika). Artinya: “Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku di atas agama-Mu.” (HR. Nasai’)
Bicara hati yang sehat memiliki beberapa tanda, sebagaimana yang disebutkan oleh al-Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah di dalam kitab, “Ighatsatul Lahfan min Mashayid asy-Syaithan.” Berikut ini adalah beberapa di antara tanda hati yang sehat.
Pertama, selau ingat akhirat. Ingat akhirat bukan berarti jadi malas melakukan aktifitas hidup. Ingat akhirat artinya setiap kali melakukan aktifitas dunia, semua diniatkan untuk mencari pahala akhirat.
Ingat akhirat juga bisa diartikan menyadari benar bahwa hidupnya di dunia ini ibarat orang asing atau musafir yang kelak pasti akan kembali. Kesadaran sebagai seorang musafir itulah yang pada akhirnya menumbuhkan semangat untuk mencari dan mempersiapkan bekal sebaik dan sebanyak mungkin untuk bekal kembali.
Baca Juga: Mengembangkan Pola Pikir Positif dalam Islam
Dia datang dan berada di dunia ini seakan-akan sebagai orang asing, yang mengambil sekedar keperluannya, lalu akan segera kembali lagi ke negeri asalnya. Nabi SAW bersabda,
“Jadilah engkau di dunia ini seperti orang asing atau (musafir) yang melewati suatu jalan.” (HR. al-Bukhari).
Kedua, berusaha selalu melibatkan Allah dalam semua aktifitasnya. Di antara tanda lain sehatnya qalbu adalah selalu mendorong si empunya untuk kembali kepada Allah dan tunduk kepada-Nya serta melibatkan Allah dalam setiap aktifitas hidupnya.
Dia bergantung hanya kepada Allah, mencintai-Nya sebagaimana seseorang mencintai kekasihnya. Tidak ada kehidupan, kebahagiaan, kenikmatan, kesenangan kecuali hanya dengan ridha Allah, kedekatan dan rasa jinak terhadap-Nya. Merasa tenang dan tentram dengan Allah, berlindung kepada-Nya, bahagia bersama-Nya, bertawakkal hanya kepada-Nya, yakin, berharap dan takut kepada Allah semata.
Abul Husain al-Warraq berkata, “Hidupnya qalbu adalah dengan mengingat Dzat Yang Maha Hidup dan Tak Pernah Mati, dan kehidupan yang nikmat adalah kehidupan bersama Allah, bukan selain-Nya.”
Baca Juga: Tadabbur QS. Thaha ayat 14, Dirikan Shalat untuk Mengingat Allah
Oleh karena itu terputusnya seseorang dari Allah SWT lebih dahsyat bagi orang-orang arif yang mengenal Allah daripada kematian, karena terputus dari Allah adalah terputus dari al-Haq (sumber segala kebenaran), sedang kematian adalah terputus dari sesama manusia.
Ketiga, berusaha senantiasa berdzikir kepada Allah. Bagaimana mungkin seseorang yang menyintai lupa kepada kekasihnya. Hati yang sehat akan selalu ingat kepada Allah sebagai satu-satunya Rabb pemilik hati.
Ia tidak pernah bosan untuk berdzikir mengingat Allah SWT. Tidak pernah merasa jemu untuk mengabdi kepada-Nya, tidak terlena dan asyik dengan selain-Nya, kecuali kepada orang yang menunjukkan ke jalan-Nya atau saling mengingatkan dalam kerangka berdzikir kepada-Nya.
Bahkan ia sangat menyesal jika luput dari dzikir, merasa sedih dan sakit melebihi sedihnya seorang bakhil yang kehilangan hartanya. Sebab ia begitu meyakini bahwa satu-satunya cara untuk menenangkan hati adalah dengan dzikrullah. Allah Ta’ala berfirman,
Baca Juga: Terus Berjuang Membela Palestina
اَلَا بِذِكْرِ اللّٰهِ تَطْمَىِٕنُّ الْقُلُوْبُ ۗ
“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (Qs. Ar Ra’d: 28)
Keempat, rindu beribadah. Seorang hamba yang sehat qalbunya akan selalu rindu melakukan amal ibadah. Qalbu yang sehat selalu rindu untuk menghamba dan mengabdi kepada Allah SWT, sebagaimana rindunya seorang yang kelaparan terhadap makanan dan minuman. Jadi tidak ada rasa bosan di hatinya untuk ibadah, sebab dia tahu Allah menciptakannya hidup di bumi ini hanya dalam rangka ibadah.
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku (saja)” (Qs. Adz-Dzaariyaat: 56).
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-18] Tentang Taqwa
Kelima, introspeksi dan memperbaiki diri. Qalbu yang sehat senantiasa menaruh perhatian yang besar untuk terus memperbaiki amal, melebihi perhatian terhadap amal itu sendiri. Dia terus bersemangat untuk meningkat kan keikhlasan dalam beramal, mengharap nasihat, mutaba’ah (mengontrol) dan ihsan (seakan-akan melihat Allah subhanahu wata،¦ala dalam beribadah, atau selalu merasa dilihat Allah).
Dapat disimpulkan bahwa qalbu yang sehat dan selamat adalah qalbu yang himmah (kemauannya) kepada sesuatu yang menuju Allah SWT, mencintai-Nya dengan sepenuh hatinya, menjadikan-Nya sebagai tujuan. Jiwa raganya untuk Allah, amalan, tidur, bangun dan bicaranya hanyalah untuk-Nya. Dan ucapan tentang segala yang diridhai Allah lebih dia sukai daripada segenap pembicaran yang lain, pikirannya selalu tertuju kepada apa saja yang diridhai dan dicintai-Nya.
Berkhalwah (menyendiri) untuk mengingat Allah SWT lebih dia sukai daripada bergaul dengan orang, kecuali dalam pergaulan yang dicintai dan diridhai-Nya. Kebahagiaan dan ketenangannya adalah bersama Allah, dan ketika dia mendapati dirinya berpaling kepada selain Allah, maka dia segera mengingat firman-Nya, “Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Rabbmu dengan hati yang puas lagi diridhoi-Nya.،¨ (Qs. 89:27-28)
Dia selalu mengulang-ulang ayat tersebut, dengan harapan dia akan mendengarkannya nanti pada hari Kiamat dari Rabbnya. Maka akhirnya qalbu tersebut di hadapan Ilah dan Sesembahannya yang Haq akan terwarnai dengan sibghah (celupan) sifat kehambaan. Sehingga jadilah abdi sejati sebagai sifat dan karakternya, ibadah menjadi kenikmatannya bukan beban yang memberatkan. Dia melakukan ibadah dengan rasa suka, cinta dan kedekatan kepada Rabbnya.
Baca Juga: Mahsyar dan Mansyar: Refleksi tentang Kehidupan Abadi
Ketika disodorkan kepadanya perintah atau larangan dari Rabbnya, maka hatinya mengatakan, “Aku penuhi panggilan-Mu, aku penuhi dengan suka cita, sesungguhnya aku mendengarkan, taat dan akan melakukannya. Engkau berhak dan layak mendapatkan semua itu, dan segala puji kembali hanya kepada-Mu.¨
Dia mempersembahkan segalanya hanya untuk Allah SWT, dan dia hanya bersandar kepada-Nya. Bila menimpanya sesuatu yang tidak dia sukai maka dia berkata, “Rahmat telah dihadiahkan untukku, obat yang sangat bermanfaat dari Dzat Pemberi Kesembuhan yang mengasihiku.” Jika dia kehilangan sesuatu yang dia sukai, maka dia berkata, “Telah disingkirkan keburukan dari sisiku.”
Semoga Allah SWT memperbaiki qalbu kita semua, dan menjaganya dari penyakit-penyakit yang merusak dan membinasakan, aamin.(A/RS3/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Sujud dan Mendekatlah