Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA
APA jadinya jika tidak ada seruan dakwah? Dalam bahasa Arab, dakwah (دعوة) “ajakan” adalah kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak dan memanggil manusia untuk beriman dan taat kepada Allah sesuai dengan akidah, akhlak dan syariat Islam secara sadar dan terencana. Tujuan utama dari dakwah adalah mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Dalam banyak penjelasan dari al Qur’an dan as Sunnah, disebutkan beberapa keutamaan berdakwah, antara lain sebagai berikut.
Pertama, seorang pendakwah (dai) adalah umat terbaik. Ini karena dia menyerukan kebaikan-kebaikan kepada manusia agar mereka taat dan tunduk hanya kepada Allah Ta’ala semata. Allah Ta’ala berfirman,
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (Qs. Ali Imran: 110).
Kedua, seorang pendakwah itu memegang perkataan terbaik. Tidak ada seorang yang berdakwah menyampaikan tentang keburukan, tidak ada itu. Sebaliknya justeru setiap seruannya berisi kebaikan-kebaikan untuk memurnikan tauhid seorang manusia agar menyembah Allah satu-satunya Tuhan dan menggapai kebaikan dunia akhirat.
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?” (Qs. Fushshilat: 33).
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Ketiga, seorang yang berdakwah di jalan Allah, berarti dia sudah memutuskan hidupnya untuk memikul beban dan perkara yang besar lagi berat. Maka jalan yang diambilnya adalah jalan berat yang penuh dengan kemuliaan. Allah Ta’ala berfirman,
وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ
“Dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (Qs. Luqman: 17).
Keempat, orang yang menyeru kepada kebaikan, maka dia akan mendapatkan pahala yang sama dari orang-orang yang mengikuti seruannya untuk beriman dan bertakwa kepada Allah Ta’ala. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
Dari Abu Mas’ud Uqbah bin Amir Al Anshari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ
“Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893).
Pahala orang yang didakwahi tidak berkurang sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam,
مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا
“Barangsiapa memberi petunjuk pada kebaikan, maka ia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengikuti ajakannya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun juga.” (HR. Muslim no. 2674).
Dalam keterangan yang lain, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah
مَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلاَ يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَىْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلاَ يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ
“Barangsiapa menjadi pelopor suatu amalan kebaikan lalu diamalkan oleh orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya ganjaran semisal ganjaran orang yang mengikutinya dan sedikitpun tidak akan mengurangi ganjaran yang mereka peroleh. Sebaliknya, barangsiapa menjadi pelopor suatu amalan kejelekan lalu diamalkan oleh orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya dosa semisal dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosanya sedikit pun.” (HR. Muslim no. 1017)
Kelima, orang yang berdakwah itu akan mendapatkan rahmat dari Allah Ta’ala, doa dari malaikat, penduduk langit dan bumi. Hal ini seperti yang disabdakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, dari Abu Umamah Al-Bahili radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ وَأَهْلَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ حَتَّى النَّمْلَةَ فِي جُحْرِهَا, لَيُصَلُّوْنَ عَلَى مُعَلِّمِي النَّاسِ الْخَيْرَ
“Sesungguhnya para malaikat, serta semua penduduk langit-langit dan bumi, sampai semut-semut di sarangnya, mereka semua bershalawat (mendoakan dan memintakan ampun) atas orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia.” (HR. Tirmidzi no. 2685. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Keenam, orang yang berdakwah sebenarnya sedang menjalankan pesan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam untuk saling mengingatkan dalam kebaikan
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-4 ] Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfuzh
« الدِّينُ النَّصِيحَةُ » قُلْنَا لِمَنْ قَالَ « لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ ».
“Agama adalah nasihat. Kami berkata, “Kepada siapa?” Beliau menjawab, “Kepada Allah, kepada kitab-Nya, kepada Rasul-Nya dan kepada pemimpin kaum muslimin serta kaum muslimin secara umum.” (HR. Muslim no. 55).
Karena berdakwah adalah sebuah perintah tentang menyampaikan segala kebaikan, kebenaran kepada setiap manusia. Karena dakwah adalah sebuah ajakan agar setiap manusia menjadi orang yang taat dan tunduk hanya kepada Allah Ta’ala semata, maka tentu seorang pendakwah harus memiliki minimal tiga (3) modal dalam berdakwah.
Tigak modal dakwah itu seperti yang telah disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah yang mengatakan,
فَلَا بُدَّ مِنْ هَذِهِ الثَّلَاثَةِ : الْعِلْمُ ؛ وَالرِّفْقُ ؛ وَالصَّبْرُ ؛ الْعِلْمُ قَبْلَ الْأَمْرِ وَالنَّهْيُ ؛ وَالرِّفْقُ مَعَهُ وَالصَّبْرُ بَعْدَهُ
“Orang yang ingin beramar ma’ruf nahi mungkar semestinya memiliki tiga bekal yaitu: (1) ilmu, (2) lemah lembut, dan (3) sabar. Ilmu haruslah ada sebelum amar ma’ruf nahi mungkar (di awal). Lemah lembut harus ada ketika ingin beramar ma’ruf nahi mungkar (di tengah-tengah). Sikap sabar harus ada sesudah beramar ma’ruf nahi mungkar (di akhir).” (Majmu’ah Al-Fatawa, 28:137)
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-3] Rukun Islam
Dalam kesempatan berbeda, Al-Qadhi Abu Ya’la rahimahullah juga pernah mengatakan,
لَا يَأْمُرُ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَى عَنْ الْمُنْكَرِ إلَّا مَنْ كَانَ فَقِيهًا فِيمَا يَأْمُرُ بِهِ ؛ فَقِيهًا فِيمَا يَنْهَى عَنْهُ ؛ رَفِيقًا فِيمَا يَأْمُرُ بِهِ ؛ رَفِيقًا فِيمَا يَنْهَى عَنْهُ ؛ حَلِيمًا فِيمَا يَأْمُرُ بِهِ حَلِيمًا فِيمَا يَنْهَى عَنْهُ
“Tidaklah seseorang melakukan amar ma’ruf nahi mungkar, melainkan ia haruslah menjadi orang yang berilmu (faqih) pada apa yang ia perintahkan dan apa yang ia larang; ia juga harus bersikap lemah lembut (rafiq) pada apa yang ia perintahkan dan ia larang; ia pun harus bersikap sabar (halim) pada apa yang ia perintahkan dan yang ia larang.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 28:137).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, yang artinya, “Sesungguhnya Allah Maha Lembut dan menyukai kelembutan. Dia memberikan kepada kelembutan apa yang tidak Dia berikan kepada kekerasan dan tidak pula Dia berikan kepada yang lainnya.’’ (HR. Muslim).
Memaknai hadis tersebut, Imam Nawawi menjelaskan, kelembutan adalah seutama-utamanya akhlak dari seluruh akhlak mulia lainnya. Dengan kelemahlembutan itulah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bisa sukses besar dalam menjalankan misi dakwahnya.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-2] Rukun Islam, Iman, dan Ihsan
Tentang lemah lembut ini, Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Maka disebabkan rahmat dari Allahlah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.” (Qs. 3: 159).
Kesimpulannya, dakwah yang dilakukan seorang dai secara profesional sejatinya memiliki tiga modal utama yakni; ilmu yang dengannya dia bisa dengan mudah menyampaikan mana yang baik mana yang buruk, yang halal dan yang haram, yang syubhat dan yang haram.
Begitu juga dengan sifat lemah lembut yang akan menjadi penghias bagi dirinya dalam menyampaikan dakwah. Penerima dakwah akan mudah tertarik bisa jadi karena caranya menyampaikan dakwah dengan lemah lembut dan akhlak mulia lainnya.
Terakhir, untuk berhasilnya seruan dakwahnya seorang pendakwah bukan hanya memerlukan ilmu dan sifat lemah lembut tapi juga kesabaran. Kesabaran inilah sebenarnya kunci segala keberhasilannya. Tiadalah berarti ilmu yang tinggi dengan retorika yang mumpuni namun cara menyampaikannya tidak dengan lemah lembut.
Baca Juga: Kaya Bukan Tanda Mulia, Miskin Bukan Tanda Hina
Begitu juga sifat lemah lembut tidaklah bermakna jika tidak diliputi dengan sifat sabar. Semoga Allah Ta’ala senantiasa merahmati, meneguhkan kedudukan dan mengangkat derajat setiap pendakwah yang menyampaikan dakwahnya semata-mata karena Allah Ta’ala.(A/RS3/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)