Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA
Dari Abdullah bin Abbas radhiallahu anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan bahwa Allah Ta’ala berfirman dalam hadits qudsi,
مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُهُ عَلَيْهِ، وَلاَ يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا، وَلَئِنْ سَأَلَنِي لأُعْطِيَنَّهُ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِي لأُعِيْذَنَّهُ
“Siapa yang memusuhi wali-Ku maka telah Aku umumkan perang terhadapnya. Tidak ada taqarrubnya seorang hamba kepada-Ku yang lebih Aku cintai kecuali beribadah dengan apa yang telah Aku wajibkan atasnya. Dan hamba-Ku yang selalu mendekatkan diri kepada-Ku dengan nawafil (perkara-perkara sunnah diluar yang fardhu) maka Aku akan mencintainya. Dan jika Aku telah mencintainya maka Aku adalah pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar, penglihatannya yang dia gunakan untuk melihat, tangannya yang digunakannya untuk memukul dan kakinya yang digunakan untuk berjalan. Jika dia meminta kepadaku niscaya akan Aku berikan dan jika dia minta perlindungan dari-Ku niscaya akan Aku lindungi.” (Riwayat Bukhari).
Hadits ini menunjukkan kecintaan Allah Ta’ala kepada hamba-Nya. Lantas bagaimana Allah mencintai hamba-Nya? Adakalanya, seseorang sering melakukan kemaksiatan, tapi rezekinya lapang. Ia lalu beranggapan bahwa Allah tidak murka kepadanya. Allah tidak marah kepadanya. Allah masih mencintainya karena Allah masih melapangkan rezekinya. Standarnya hanya sebatas rezeki berupa harta yang selalu mudah diperoleh. Hanya itu saja, tak lebih.
Baca Juga: Ini Doa Terbaik Dari Keluarga untuk Jamaah Yang Pulang Umrah
Al-Hakim dalam Mustadraknya yang disetujui oleh Imam Adz-dzahabi akan kesahihannya, menyebutkan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda,
إِنَّ اللهَ تَعَالىَ يُبْغِضُ كُلَّ عَالِمٍ بِالدُّنْيَا جَاهِلٍ بِالْآخِرَة
“Sesungguhnya Allah Ta’ala membenci orang yang pandai dalam urusan dunia tapi bodoh dalam perkara akhirat.”
Maka sebagai penegas, Allah Ta’ala pun menyindir orang seperti itu seperti dalam firman-Nya,
يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآَخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ
“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.” (Qs. Ar-Rum: 7)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-21] Tentang Istiqamah
Hampa rasanya hidup sebagai seorang manusia, tapi Allah Ta’ala tidak menyintainya. Hina rasanya hidup bergelimang harta dan bertakhta, berpangkat tinggi dan punya pengaruh, terkenal dan banyak kawan, panjang umur dan punya pengalaman luas bila Allah tak lagi menyayanginya.
Sebab tak ada cinta dan kasih sayang yang melebihi rasa cinta dan kasih sayang Allah kepada hamba-hamba-Nya. Betapapun seseorang sangat besar rasa cintanya kepada harta, takhta, jabatan, anak dan istri, atau apapun yang ada di dunia ini, maka semua itu tak akan pernah bisa mengalahkan rasa cinta Allah kepadanya. Allah Ta’ala menyintai hamba-Nya melebihi hamba itu menyintai apapun yang ada di dunia ini termsuk dirinya sendiri.
Agar Allah Ta’ala menyintai kita, ada baiknya kita simak beberapa tanda jika Allah menyintai hamba-Nya berikut ini.
Baca Juga: Makna Mubazir dalam Tafsir Al-Isra’ Ayat 27, Mengapa Pelaku Pemborosan Disebut Saudara Setan?
Pertama, dia dibimbing oleh Allah untuk segera bertobat. Ketika Allah mencintai seorang hamba, maka hamba tersebut akan berada dalam tuntunan Allah Ta’ala. Allah akan selalu mengarahkannya dalam kebaikan. Allah tidak ridha langkahnya menuju jalan yang dibenci-Nya. Allah tidak ridha matanya melihat yang dibenci Allah. Allah tidak ridha pendengarannya mendengar apa yang diharamkan Allah.
Bukan karena dia maksum (tanpa dosa). Dosa adalah sebuah keniscayaan bagi manusia, tapi orang yang dicintai Allah ketika melakukan perbuatan dosa, dengan tuntunan Allah yang baik, kepadanya diarahkan kepada kebaikan, maka dia segera menyadari kekhilapannya. Dia akan dibimbing oleh Allah untuk mudah sadar dan kembali kepada-Nya dengan bertobat.
Masih ingat kisah sahabat Ma’iz radiallahu ‘anhu? Dia adalah sahabat yang datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, “Ya Rasulullah sucikan aku!” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menanyakan kepada para sahabat apakah sahabat Maiz sudah gila? Para sahabat mengatakan, “Tidak wahai Rasulullah. Sesungguhnya dia dalam keadaan waras.”
Lalu Ma’iz disuruh pulang. Namun hari berikutnya ia datang lagi menghadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, “Ya Rasulullah, sucikan aku.” Ia berkata begitu karena telah melakukan perbuatan zina. Rasulullah masih belum yakin dan memastikan apakah ia berbicara secara sadar.
Baca Juga: [Hadits Arbain Ke-20] Malu Bagian dari Iman
Setelah tiga kali datang dan dipastikan, maka Ma’iz dihukum rajam. Setelah kematiannya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لقد تاب توبة لو قسمت بين أمة لوسعتهم
“Maiz betul-betul telah bertaubat yang sempurna. Seandainya taubat Maiz dapat dibagi-bagikan di tengah-tengah umat, niscaya mencukupi buat mereka.”
Kedua, Allah Ta’ala akan mengumpulkannya dengan orang yang mencintai dirinya karena Allah dan dia mencintai mereka karena Allah Ta’ala. Cinta karena Allah Ta’ala adalah faktor yang menyebabkan kecintaan Allah kepada seseorang. Oleh karena itu hati yang dipadu cinta bersama saudaranya karena Allah Ta’ala, akan mudah melekat. Seiring dengan berjalannya waktu dia akan tetap melekat. Berbeda dengan kecintaan yang dibangun bukan atas dasar Allah Ta’ala. Dalam sebuah hadits sahih riwayat Imam Muslim, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
أَوْثَقُ عُرَى الْإِيمَانِ الْمُوَالَاةُ فِي اللهِ وَالْمُعَادَاةُ فِي اللهِ، وَالْحُبُّ فِي اللهِ وَالْبُغْضُ فِي اللهِ
“Ikatan iman yang paling kuat adalah loyalitas karena Allah dan antipati karena Allah, serta cinta karena Allah dan benci karena Allah.” (HR. Ath-Thabarani)
Baca Juga: Malu Kepada Allah
Kisah Saad bin Muadz radiallahu anhu mungkin bisa jadi contoh dari aplikasi hadits di atas.
Ibnu Al Jauzi mengisahkan ketika Saad bin Muadz sedang menderita sakit, maka ia menangis karena melihat banyak temannya yang dekat dengan dirinya tidak menjenguk, sehingga kemudian dia bertanya kepada pembantunya, “Ada apa dengan teman-temanku ini? Kenapa mereka tidak menjengukku?”
Maka pembantunya diminta untuk mencari sebabnya. Kemudian diketahui bahwa mereka tidak menjenguk Saad bin Muadz karena mereka merasa malu sebab mempunyai hutang kepadanya. Maka Saad bin Muadz mengatakan, “Sungguh dunia telah memisahkan antara diriku dan para sahabatku yang membangun cinta karena Allah Ta’ala.”
Saad kemudian memerintahkan pembantunya untuk mengumpulkan kantong sebanyak orang yang berhutang kepadanya, kemudian kantong itu diisi dinar dan dirham. Kantong-kantong itu kemudian dibagikan kepada orang yang berhutang kepadanya dan dia mengatakan semua utang mereka bebas karena Allah Ta’ala.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-19] Jagalah Allah, Pasti Allah akan Menjagamu
Kecintaan karena Allah Ta’ala tidak akan pudar hanya karena masalah dunia (hutang). Kecintaan kepada Allah Ta’ala akan menyebabkan kecintaan dari Allah Azza wa Jalla.
Ketiga, Allah Ta’ala memberi ujian kepada hamba-Nya. Jangan memandang ujian sebagai hal yang buruk, karena ada di antara ujian yang Allah berikan kepada hamba-Nya itu baik untuk dirinya. Ujian yang Allah berikan kepada hamba-Nya merupakan bagian dari cara Allah menunjukkan rasa cinta-Nya kepada hamba itu.
Ibnu Qayyim menyebutkan sesungguhnya dari sekian banyak sifat Allah Subhanahu Wa Ta’ala adalah cinta dan cemburu. Allah cemburu jika hamba-Nya sibuk dengan dunia sehingga fokusnya hanya pada dunia saja, dan lupa kepada Allah Ta’ala. Kecemburuan Allah ini ditunjukkan dengan Allah memberikan ujian kepadanya, agar dia tahu ke mana harus pulang.
Dalam hal ini, para Nabi adalah orang-orang yang paling dicintai oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala karena mereka diberikan banyak ujian. Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam telah menyatakan kepada para sahabat bahwa beliau adalah orang yang paling besar ujiannya di antara mereka.
Baca Juga: Mengembangkan Pola Pikir Positif dalam Islam
Itulah di antara tanda cinta Allah Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya yang taat dan istikomah menerapkan syariat-Nya dalam kehidupan dunia ini. Semoga kita merupakan salah satu hamba-Nya yang dicintai. Cinta Allah di atas segala apapun yang dimiliki di dunia ini. Karena itu fokus hidup kita jangan berubah kecuali selalu menata niat untuk mencari ridha Allah Ta’ala dalam setiap gerak langkah kita. Wallahu A’lam. (A/RS3/RS2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Tadabbur QS. Thaha ayat 14, Dirikan Shalat untuk Mengingat Allah