Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA
Terkadang, orang merasa tidak perlu harus berniat dalam melakukan sesuatu (amal ibadah). Padahal, jika mau dipahami lebih dalam, niat sebelum melakukan sesuatu sangat berarti bagi si pelakunya. Mengapa dalam Islam niat menjadi sangat penting? Sebab Islam mengajarkan segala sesuatu amal ibadah yang dilakukan seorang hamba akan dinilai Allah sesuai dengan apa yang ia niatkan.
Karena niat menjadi penting, maka dalam sebuah hadis Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda,
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : قَالَ اللهُ تَعَالَى : يَا ابْنَ آدَمَ، إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِي وَرَجَوْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَاكَانَ مِنْكَ وَلاَ أُبَالِي، يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوْبُكَ عَنَانَ السَّماَءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ، يَا ابْنَ آدَمَ، إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ اْلأَرْضِ خَطاَياَ ثُمَّ لَقِيْتَنِي لاَ تُشْرِكْ بِي شَيْئاً لأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً (رواه الترمذي وقال حديث حسن صحيح)
Dari Amirul Mu’minin, (Abu Hafsh atau Umar bin Khaththab radiallahu ’anhu) dia berkata: ”Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ’Alaihi Wassalam bersabda: ’Sesungguhnya seluruh amal itu tergantung kepada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai niatnya. Oleh karena itu, barang siapa yang berhijrah karena Alloh dan Rosul-Nya, maka hijrahnya kepada Alloh dan Rosul-Nya. Dan barangsiapa yang berhijrah karena (untuk mendapatkan) dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya itu kepada apa yang menjadi tujuannya (niatnya).” (Diriwayatkan oleh dua imam ahli hadits; Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrohim bin Mughiroh bin Bardizbah Al-Bukhori dan Abul Husain Muslim bin Al-Hajjaj bin Muslim Al-Qusairy An-Naisabury di dalam kedua kitab mereka yang merupakan kitab paling shahih di antara kitab-kitab hadits)
Kedudukan hadis
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Materi hadits tentang niat ini merupakan pokok Islam. Imam Ahmad rahimahullah berkata: “Ada Tiga hadis yang merupakan poros agama, yaitu hadis Úmar, hadis Aísyah, dan hadis Nu’man bin Basyir.” Perkataan Imam Ahmad rahimahullah tersebut dapat dijelaskan bahwa perbuatan seorang mukallaf bertumpu pada melaksanakan perintah dan menjauhi larangan. Inilah halal dan haram. Dan di antara halal dan haram tersebut ada yang mustabihat (hadits Nu’man bin Basyir). Untuk melaksanakan perintah dan menjauhi larangan dibutuhkan niat yang benar (hadits Umar), dan harus sesuai dengan tuntunan syariát (hadits Aísyah).
Amal itu tergantung niatnya
Diterima atau tidaknya dan sah atau tidaknya suatu amal tergantung pada niatnya. Demikian juga setiap orang berhak mendapatkan balasan sesuai dengan niatnya dalam beramal. Yang dimaksud dengan amal disini adalah semua yang berasal dari seorang hamba baik berupa perkataan, perbuatan maupun keyakinan hati.
Fungsi niat
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Karena amal itu tergantung niatnya, maka setidaknya nia mempunyai dua fungsi antara lain pertama, jika niat berkaitan dengan sasaran suatu amal (ma’bud), maka niat tersebut berfungsi untuk membedakan antara amal ibadah dengan amal kebiasaan.
Pertama, jika niat berkaitan dengan amal itu sendiri (ibadah), maka niat tersebut berfungsi untuk membedakan antara satu amal ibadah dengan amal ibadah yang lainnya. Jadi niat setidaknya mempunyai dua fungsi bagi si empunya.
Para ulama terdahulu, jika membicarakan tentang niat, maka setidaknya mencakup dua hal antara lain; pertama, niat sebagai syarat sahnya ibadah, yaitu istilah niat yang dipakai oleh fuqoha’.
Kedua, niat sebagai syarat diterimanya ibadah, dengan istilah lain: Ikhlas. Niat pada pengertian yang ke-2 ini, jika niat tersebut salah (tidak ikhlas) maka akan berpengaruh terhadap diterimanya suatu amal, dengan perincian antara lain sebagai berikut.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
- Jika niatnya salah sejak awal, maka ibadah tersebut batal.
- Jika kesalahan niat terjadi di tengah-tengah amal, maka ada dua keadaan yakni; jika ia menghapus niat yang awal maka seluruh amalnya batal. Kedua, jika ia memperbagus amalnya dengan tidak menghapus niat yang awal, maka amal tambahannya batal.
- Senang untuk dipuji setelah amal selesai, maka tidak membatalkan amal.
Beribadah dengan tujuan dunia
Pada dasarnya amal ibadah hanya diniatkan untuk meraih kenikmatan akhirat. Namun, terkadang diperbolehkan beramal dengan niat untuk tujuan dunia disamping berniat untuk tujuan akhirat, dengan syarat bila syariát menyebutkan adanya pahala dunia bagi amalan tersebut. Amal yang tidak tercampur niat untuk mendapatkan dunia memiliki pahala yang lebih sempurna dibandingkan dengan amal yang disertai niat duniawi.
Sementara itu, makna hijrah secara syariát dalam hadis di atas adalah meninggalkan sesuatu demi dan hanya karena Allah dan Rasul-Nya semata. Demi Allah artinya mencari sesuatu yang ada disisi-Nya, dan demi Rasul-Nya artinya ittiba’ (mengikuti) dan senang terhadap tuntunan Rasul-Nya.
Setidaknya ada tiga bentuk-bentuk hijrah seperti pertama, meninggalkan negeri syirik menuju negeri tauhid. Inilah yang pernah dialami para sahabat saat berjuang membela Islam bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Lebih baik hijrah meninggalkan perkampungan yang penuh dengan kemusyrikan menuju sebuah kampung yang aman untuk mengamalkan dan mendakwahkan al Islam.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Kedua, meninggalkan negeri bidah menuju negeri sunnah. Betapa banyak negeri yang masih mengamalkan bidah. Tentu saja bagi orang yang berusaha komitmen dengan sunnah, maka berada dalam sebuah negeri yang penuh dengan amal ibadah bidah sangat mengusik iman. Bukan hanya itu, bila imannya lemah, maka bisa jadi ia akan terpengaruh dan terjerembab juga untuk melakukan kebidahan serupa.
Ketiga, meninggalkan negeri penuh maksiat menuju negeri yang sedikit kemaksiatan. Dua sebelumnya disebut dengan kemusyrikan dan bidah, maka yang ketiga ini adalah sebuah perkampungan dimana penghuninya adalah para pelaku maksiat seperti; penjudi, pemabuk, pencuri dan pezina.
Setidaknya itulah bentuk dari hijrah yang bisa dijabarkan dalam hadis tentang pentingnya sebuah niat di atas. Intinya adalah segala amal itu sangat tergantung pada niatnya. Karena niat menjadi penentu dalam mengukur sukses tidaknya sebuah amal yang sudah dilakukan. Jika niatnya lurus dan ikhlas, maka pahala dari Allah itu jauh lebih besar. (A/RS3/RI-1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang