Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Inilah Perkara Sia-Sia yang Perlu Diketahui

Bahron Ansori - Selasa, 30 Agustus 2016 - 00:01 WIB

Selasa, 30 Agustus 2016 - 00:01 WIB

773 Views

Oleh Bahron Ansori, jurnalis MINA

Disadari atau tidak, kebanyakan manusia sering melakukan perkara yang sia-sia; tenaga, pemikiran, bahkan biaya dikeluarkan untuk melakukan sesuatu yang sia-sia itu. Padahal seorang muslim dilarang melakukan perkara (amal) yang tak memberi manfaat bahkan hal tersebut tak benilai pahala di sisi Allah SWT. Apa saja sebenarnya perkara sia-sia yang sering diamalkan oleh kebanyakan kaum muslimin…?

Menurut Muhammad bin Abi Bakr atau yang lebih dikenal dengan nama Ibnul Qayyim al Jauziyah, seorang ulama, imam, dan mujahid dari kalangan kaum muslimin yang hidup sejaman dengan Imam Ibnu Taimiyah mengatakan setidaknya ada 10 perkara sia-sia yang sering dilakukan oleh manusia bahkan oleh kaum muslimin antara lain sebagai berikut.

Pertama, ilmu yang tidak diamalkan. Artinya ilmu itu sedikitpun tidak memberi manfaat bagi dirinya sendiri dan orang banyak. Sejatinya, seorang muslim lebih memahami bagaimana dan kemana ilmunya dimanfaatkan. Seorang muslim, sangat tinggi nilainya dibanding seluruh orang kafir di muka bumi ini apalagi jika ia menjadi seorang muslim yang berilmu dan banyak memberi manfaat. Tak penting ilmu yang banyak namun tak bisa memberi manfaat.

Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat

 Kedua, amalan yang tidak ikhlas dan tidak ada contohnya dari Rasulullah SAW serta para sahabat. Bagaimana mungkin seseorang berani beramal sementara rujukannya bukan dari Nabi SAW? Lihatlah diluar sana, masih banyak orang yang mengaku telah mengamalkan amalan sunnah, tetapi mereka tak memahami apakah amalan yang sudah dilakukan itu benar-benar pernah diamalkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya.

Ketiga, harta yang tidak diinfakkan, tidak menjadi nikmat di dunia (artinya tidak dijalankan fungsi sosial dari harta tersebut) juga tidak menjadi investasi untuk kehidupan akhirat. Betapa banyak orang kaya yang merasa kekayaannya hanya untuk diri dan keluarganya sendiri. Ia tak menyadari dalam kekayaan yang dimilikinya itu sesungguhnya Allah telah menitipkan harta untuk kaum duafa, anak yatim, orang miskin dan orang-orang yang membutuhkan pertolongan dalam menuntut ilmu syar’i. Ia tak menyadari betapa harta itu, halalnya pasti akan dihisab dan haramnya pasti akan diazab.

Keempat, hati yang kosong dari cinta dan kerinduan kepada Allah Ta’ala. Betapa banyak manusia yang mencari kehidupan dunia sehingga lupa mempersiapkan bekal untuk menghadap Allah. Cinta dunia menjadikannya lupa kepada kampung sebenarnya; akhirat. Dia lupa, kalau Allah sudah diletakkannya dibelakang. Lalu, bagaimana dia akan menyadarai kesalahannya bila ia tak segera bertaubat kepada Allah? Setiap kita yang hidup pasti membutuhkan dunia. Tapi Allah sudah memberikan rambu-rambu yang jelas agar dalam mencari dunia kita tak silau oleh gemerlapnya.

Kelima, tubuh yang tidak digunakan untuk taat, mengabdi serta mencintaiNya. Betapa banyak orang yang mendewakan tubuhnya sekedar untuk mencari popularitas dan pujian manusia. Betapa banyak artis yang terperosok dalam lembah kemaksiatan, karena menjadikan keindahan tubuhnya sebagai modal untuk mereguk keuntungan sesaat. Mereka rela mempertontonkan keindahan tubuhnya yang mesti ditutupi kecuali untuk pasangannya yang sah. Karena itu, mereka tak lebih seperti binatang ternak demi meraih pujian manusia.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat

Keenam, mencintai Allah namun tidak berpegang kepada ridha Allah dan mengikuti perintahNya. Tak sedikit manusia akhir zaman ini yang mengaku beriman dan telah mencintai Allah serta RasulNya, tapi jauh dari pengamalan yang sebenarnya. Ucapan lisan mereka tak sejiwa dengan bisikan hati dan pengamalannya. Sebab  rasa cinta kepada Rabbnya hanya dibangun sebatas pada relung mulutnya saja. Akibatnya, mereka hanya mengamalkan perintah Allah yang bisa memberi keuntungan dunia semata. Sebaliknya, bila perintah itu dirasa berat dan tak memberikan keuntungan, maka mereka tinggalkan.

Ketujuh, waktu yang tidak diisi untuk memperbaiki hal yang terlewatkan darinya, serta tidak berbuat kebaikan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Seperti yang telah disabdakan oleh Nabi SAW, “Dua nikmat yang kebanyakan manusia rugi di dalamnya : Kesehatan dan Waktu Luang.” (HR. Bukhari). Waktu  luangnya tak diisi dengan membangun ketaatan dan menambah ilmu. Begitu juga dengan kesehatan, banyak orang yang ketika sehat menghampirinya ia lebih memilih untuk bersantai ria dan memanfaatnya kesehatannya untuk sesuatu yang sia-sia dan senda gurau.

Kedelapan, pikiran yang digunakan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat. Karena itu, berhati-hatilah dengan pikiran kotor (piktor) sebab ia akan melahirkan amalan kotor dan hina. Orang yang senantiasa berfikiran buruk (tidak berfikir untuk kemaslahatan agamanya), maka ia akan menjadi orang yang merugi. Berpikir untuk hal-hal yang tak memberi manfaat hanya akan menguras energi yang ada. Seorang muslim, sudah selayaknya setiap berpikir berusaha berpikir tentang sesuatu yang bermanfaat bagi diri dan lingkungannya.

Kata Ibnu Qayyim, semua berawal dari pikiran. Dari pikiran akan masuk ke dalam dada lalu akan diwujudkan dengan perbuatan. Disinilah pentingnya seorang muslim sebelum melepaskan kata-kata yang akan diucapkan sebaiknya ia berpikir dahulu. Apakah kata-kata yang akan diucapkannya itu akan mengundang ridha Allah, atau hanya berharap decak kagum dan pujian dari manusia-manusia lemah seperti dirinya.

Baca Juga: Tertib dan Terpimpin

Kesembilan, membantu orang yang tidak mendekatkan diri kita pada Allah, namun juga tidak mendatangkan kebaikan untuk dunia. Hal ini tentu lebih sia-sia lagi. Karena itu pilihlah teman yang punya visi misi jauh kedepan; akhirat bukan sekedar visi misi dunia yang serba semu. Membantu orang lain yang sama sekali tak bisa menjadi wasilah bagi diri kita untuk lebih bertaqarrub kepada Allah, tentu bukanlah prilaku seorang muslim.

Kesepuluh, takut serta mengharap kepada manusia. Sebenarnya ubun-ubun semua manusia berada dalam genggaman Allah. Dia adalah tawanan yang dikuasai oleh Allah, tidak dapat menghindarkan hal-hal yang membahayakan dari dirinya serta tidak dapat mendatangkan manfaat untuk dirinya, tidak dapat menghidupkan dan mematikan dirinya serta tidak dapat membangkitkan dirinya.(R02/P4)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

 

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Kolom
Tausiyah
Tausiyah