Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA
Setiap manusia dalam kehidupan ini ditakdirkan untuk senantiasa menghadapi berbagai persoalan. Jika satu persoalan sudah hilang, maka bersiap-siaplah menghadapi persoalan lain yang mungkin lebih rumit dan pelik.
Sebagai seorang Muslim, dalam menghadapi persoalan hidup bukan dengan cara melarikan diri. Sebaliknya, setiap persoalan mesti dihayati sebagai bentuk tarbiyah dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala untuk melihat kualitas keimanan seorang hamba.
Terkait dengan persoalan hidup ini, ada yang menarik dari Imam al-Ghazali. Suatu hari, Imam al-Ghazali berkumpul dengan murid-muridnya. Lalu Beliau bertanya beberapa hal kepada para murid-muridnya itu.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-11] Ragu-ragu Mundur!
Pertama, “Apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini?” Murid-muridnya ada yang menjawab orang tua, guru, teman, dan kerabatnya. Imam al-Ghazali menjelaskan semua jawaban itu benar. Tetapi yang paling dekat dengan kita adalah “MATI!”
Sebab itu sudah janji Allah Subhanahu Wa Ta’ala bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati.
Sesuai dengan Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala,
كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ الْمَوْتِوَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَن زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَما الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلاَّ مَتَاعُ الْغُرُورِ
Baca Juga: Muasal Slogan ”Al-Aqsa Haqquna”
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (Qs. Ali Imran [3]: 185).
Karena kematian itu sangat dekat dengan kita, maka akan lebih baik dan bijak jika sejak saat ini kita mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk menyambutnya. Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah mengingatkan orang yang cerdas di antara kita adalah orang yang paling banyak mengingat mati dan mempersiapkan bekal sebanyak dan sebaik mungkin untuk menghadapinya.
Suatu hari, Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu berkata, “Aku datang menemui Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersama 10 orang, lalu salah seorang dari kaum Anshar bertanya, ‘Siapakah orang yang paling cerdas dan paling mulia, wahai Rasulullah?’ Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab, ‘Orang yang paling banyak mengingat mati dan paling siap menghadapinya. Mereka itulah orang-orang cerdas. Mereka pergi dengan membawa kemuliaan dunia dan kemuliaan akhirat.’” (HR Ibnu Majah)
Kedua, “Apa yang paling jauh dari diri kita di dunia ini?” Murid-muridnya ada yang menjawab negara Cina, bulan, matahari, dan bintang-bintang. Lalu Imam al-Ghazali menjelaskan semua jawaban yang mereka berikan adalah benar. Tapi yang paling benar, ujarnya, adalah “MASA LALU!”
Baca Juga: Enam Prinsip Pendidikan Islam
Bagaimanapun kita, apapun kendaraan kita, tetap kita tidak bisa kembali ke masa lalu. Oleh sebab itu kita harus menjaga hari ini dan hari-hari yang akan datang dengan perbuatan yang sesuai dengan ajaran Agama.
Memperbanyak muhasabah/introspeksi diri dan mempersiapkan bekal untuk perjalanan panjang ke akhirat adalah jauh lebih baik daripada mengenang masa lalu yang kelam. Allah Ta’ala berfirman,
يا أَيُّهَا الَّذينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَ لْتَنْظُرْ نَفْسٌ ما قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَ اتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبيرٌ بِما تَعْمَلُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Takwalah kepada Allah dan hendaklah merenungkan setiap diri, apalah yang telah diperbuatnya untuk hari esok. Dan takwalah kepada Allah! Sesungguhnya Allah itu Maha Mengetahui apa jua pun yang kamu kerjakan.” (Qs. Al Hasyr: 18).
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-10] Makanan dari Rezeki yang Halal
Ketiga, “Apa yang paling besar di dunia ini?” Murid-muridnya ada yang menjawab gunung, bumi, dan matahari. Semua jawaban itu benar kata Imam Ghazali. Tapi yang paling besar di dunia ini adalah “NAFSU!” Sesuai dengan Firman Allah Ta’ala, orang yang mengikuti nafsunya, adalah orang yang paling sesat di dunia,
فَإِن لَّمْ يَسْتَجِيبُوا لَكَ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يَتَّبِعُونَ أَهْوَآءَهُمْ وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِّنَ اللهِ إِنَّ اللهَ لاَيَهْدِى الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Dan siapakah yang paling sesat dari orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tanpa petunjuk dari Allah? Sesungguhnya Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (Qs. Al Qashash : 50).
Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah berkata, “Ini adalah manusia yang paling sesat. Ia ditawarkan hidayah dan jalan yang lurus yang akan menyampaikannya kepada Allah dan negeri kemuliaan, namun ia tidak mau menerima dan tidak pula menengoknya. Sementara hawa nafsunya menyerunya kepada jalan yang akan menyampaikannya kepada kebinasaan dan kesengsaraan ternyata ia mengikutinya dan meninggalkan hidayah. Adakah orang yang lebih sesat dari orang yang mengikuti hawa nafsunya?! Permusuhan dan kebenciannya kepada kebenaran menjadikan pengikut nafsu terus-menerus di atas kesesatan sehingga Allah tidak memberi hidayah kepadanya.” (Taisir Al Karimirrahman hal 567 cet. Muassasah Risalah).
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof. Anbar: Pendidikan Jaga Semangat Anak-Anak Gaza Lawan Penindasan
Amat berat kerusakan yang ditimbulkan oleh hawa nafsu dan syahwat. Keduanya merusak dunia dan agama bahkan merusak tatanan kehidupan manusia akibat hatinya yang telah hitam kelam, tidak lagi dapat mengenal yang ma’ruf tidak pula mengingkari yang mungkar sebagaimana disebutkan dalam hadits,
وَالْآخَرُ أَسْوَدُ مُرْبَادًّا كَالْكُوزِ مُجَخِّيًا لَا يَعْرِفُ مَعْرُوفًا وَلَا يُنْكِرُ مُنْكَرًا إِلَّا مَا أُشْرِبَ مِنْ هَوَاهُ
“..dan hati yang hitam seperti cangkir yang terbalik; tidak mengenal yang ma’ruf dan tidak mengingkari yang mungkar kecuali yang sesuai dengan hawa nafsunya.” (HR. Muslim). (HR. Muslim 1/128 no 144).
Keempat, “Apa yang paling berat di dunia ini?” Murid-muridnya ada yang menjawab baja, besi, dan gajah. Semua jawaban itu benar, kata Imam Ghozali, tapi yang paling berat adalah “MEMEGANG AMANAH!”
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya
Yaitu sesuai dengan Firman Allah Ta’ala,
إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَن يَحْمِلْنَهَا
وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُوماً جَهُولاً
“Tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung, dan malaikat semua tidak mampu ketika Allah SWT meminta mereka untuk menjadi kalifah (pemimpin) di dunia ini. Tetapi manusia dengan sombongnya menyanggupi permintaan Allah SWT, sehingga banyak dari manusia masuk ke neraka karena ia tidak bisa memegang amanahnya.” (Qs. Al Ahzab [33]: 72).
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Tunaikanlah amanah itu kepada orang yang mempercayakannya kepadamu. Dan janganlah kamu mengkhianati orang yang mengkhianatimu.” (HR. Abu Daud, 3535 dan At-Tirmidzi, 1264).
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa
Di dalam Hadis lain juga disebutkan bahwa mengkhianati amanah adalah salah satu sifat orang munafik. Abu Hurairah ra meriwayatkan, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Tanda-tanda orang munafik ada tiga : Jika berbicara berdusta, Jika berjanji mengingkari, dan Jika diberi amanat berkhianat.” (HR. Bukhari,33 dan Muslim, 59).
Imam Ahmad dan lain-lain meriwayatkan, Anas ra berkata, setiap kali Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berkhutbah di hadapan kami, beliau selalu bersabda, “Tidak ada iman bagi orang yang tidak menuanaikan amanah. Dan tidak ada agama bagi orang yang tidak menepati janji.” (Al-Musnad,3/135 dan Musnad Abi Ya’la, 2863).
Kelima adalah, “Apa yang paling ringan di dunia ini?” Ada yang menjawab kapas, angin, debu, dan daun-daunan. Semua itu benar kata Imam al-Ghazali. Namun yang paling ringan di dunia ini adalah “MENINGGALKAN SHALAT!” Gara-gara pekerjaan kita tinggalkan shalat, gara-gara meeting kita juga tinggalkan shalat.
Orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja hukumnya kafir, ini berarti ia telah melakukan kekufuran yang besar menurut pendapat yang paling benar di antara dua pendapat ulama, yang demikian ini jika orang tersebut mengakui kewajiban tersebut. Jika ia tidak mengakui kewajiban tersebut, maka ia kafir menurut seluruh ahlul ilmi, demikian berdasarkan beberapa sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
رَأْسُ اْلأَمْرِ اْلإِسْلاَمُ، وَعَمُوْدُهُ الصَّلاَةُ، وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ اْلجِهَادُ
“Pokok segala urusan adalah Islam, tiangnya adalah shalat dan punckanya adalah jihad.” (Dikeluarkan oleh Imam Ahmad, (5/231); at-Tirmidzi, kitab Al-Iman, no. 2616; Ibnu Majah, kitab Al-Fitan no. 3973 dengan isnad shahih).
إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ
“Sesungguhnya (pembatas) antara seseorang dengan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan shalat.” (Dikeluarkan oleh Muslim dalam kitab Shahihnya, kitab Al-Iman, no. 82).
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
اَلْعَهْدُ الَّذِيْ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ، فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ
“Perjanjian (pembatas) antara kita dengan mereka adalah shalat, maka barangsiapa yang meninggalkannya berarti ia telah kafir.” (Dikeluarkan oleh Imam Ahmad, 5/346; dan para penyusun kitab Sunan denan isnad shahih, at-Tirmidzi, kitab al-Iman, no. 2621; An-Nasa’i, kitab Ash-Shalah, no. 1/232; Ibnu Majah, kitab Iqamatus Shalah, no. 1079).
Keenam adalah, “Apakah yang paling tajam di dunia ini?” Murid-muridnya menjawab dengan serentak, pedang. Benar kata Imam al-Ghazali. Tapi yang paling tajam adalah “LIDAH MANUSIA!” Karena melalui lidah, manusia dengan gampangnya menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya sendiri.
Banyak sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang menjelaskan tentang pentingnya menjaga lisan dan buah dari menjaga lisan itu, antara lain sebagai berikut.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Pertama, “Siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhirat maka berkatalah yang baik, atau (jika tidak), diamlah.” (HR. Bukhori dan Muslim).
Kedua, “Dan tidakkah nanti seseorang akan diseret ke neraka dengan wajah-wajah mereka (di tanah), terkecuali itu karena ulah lidah-lidah mereka.” (HR. At Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al Hakim).
Ketiga, “Sesungguhnya kebanyakan dosa anak Adam berada pada lidahnya.” (HR. Ath Thabarani, Ibnu Abi Dunya dan Al Baihaqi).
Lalu, sudahkah kita menjadi insan yang selalu ingat kematian, senantiasa belajar dari masa lalu, dan tidak memperturutkan nafsu? Sudahkah kita mampu mengemban amanah sekecil apapun, senantiasa menjaga shalat, dan selalu menjaga lisan kita? Ironis jika kita mengaku Muslim tapi tak mau menjalankan semua perintah Allah Ta’ala dan meninggalkan apa pun yang dilarang-Nya. Wallahu a’lam. (R02/P001)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)