Inilah Sifat Jahiliyah yang Dibenci Nabi SAW (1)

Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA

merupakan sikap yang oleh Allah dan Rasul-Nya. Sifat ini tentu sudah ada sejak awal Islam di amalkan. Sifat tercela itu tidak hanya menimpa orang awam tapi juga bisa menimpa orang yang secara pemahaman agama dianggap sudah baik dan bagus.

Jangankan kita umat akhir jaman yang awam, pada jaman Rasulullah SAW masih hidup saja, sifat jahiliyah masih sering menghinggapi para sahabat. Seperti peristiwa yang menimpa sahabat Abu Dzar al Ghifari. Saat itu dia mengejek Bilal bin Rabah dengan mengatakan “Wahai anak budak hitam.”

Mendengar hal itu, Rasulullah SAW marah dan mengatakan bahwa dalam diri Abu Dzar masih tersimpan sifat jahiliyah. Melihat Rasulullah SAW tak senang pada prilakunya yang merendahkan Bilal, maka dengan segera ia tersadar lalu memohon maaf pada Bilal dengan cara menempelkan pipinya ke tanah dan minta diinjak oleh Bilal.

“Wahai Bilal, injaklah pipiku sebagai bukti permohonan maafku padamu karena telah mengatakan hal buruk tadi.”

Apa yang terjadi, Bilal seorang sahabat mulia tak mau membalas apa yang sudah dilakukan oleh Abu Dzar kepadanya. Dia lebih memilih untuk memaafkan kesalahan saudaranya sesama muslim.

Itu hanya satu contoh dari sekian banyak contoh kejahiliyahan yang terkadang masih ‘dipelihara’ dalam jiwa seorang muslim.

Bisa jadi, kita mungkin sudah merasa mengamalkan semua syariat Allah dan Rasul-Nya. Bisa jadi kita adalah orang-orang yang ahli ibadah dan penegak sunnah. Namun, bukan tidak mungkin dalam diri kita ada benih-benih kejahiliyahan yang suatu waktu bisa keluar.

Jadi, jangan pernah merasa sudah menjadi orang baik sebelum melakukan muhasabah. Hisablah diri, jangan-jangan keshalehan yang kita bangun dan terpancar keluar masih diselubungi sifat jahiliyah yang bisa menghancurkan segala amal baik.

Di antara sekian banyak sifat jahiliyah yang dibenci oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam antara lain sebagai berikut.

Pertama. Berdoa kepada orang shalih di antara mereka. Yaitu mereka beribadah dengan menyertakan orang shalih di antara mereka ketika memohon dan beribadah kepada Allah SWT. Mereka mengira hal itu untuk mengagungkan orang shalih yang dicintai Allah SWT dan mengharap syafa’at mereka di sisi Allah. Allah Taala berfirman,

وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَٰؤُلَاءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ ۚ قُلْ أَتُنَبِّئُونَ اللَّهَ بِمَا لَا يَعْلَمُ فِي السَّمَاوَاتِ وَلَا فِي الْأَرْضِ ۚ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ عَمَّا يُشْرِكُونَ

Dan mereka menyembah selain Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfa’atan, dan mereka berkata: “Mereka itu adalah pemberi syafa’at kepada kami di sisi Allah”. Katakanlah: “Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya baik di langit dan tidak (pula) di bumi?” Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka mempersekutukan (itu).” (Qs. Yuunus: 18)

Ini adalah masalah yang sangat dibenci dan dilarang oleh Rasulullah SAW. Beliau menyuruh untuk ikhlas dalam beribadah dan beramal, karena hal itu menjadi syarat diterimanya ibadah.

Kedua. Perpecahan. Orang-orang jahiliyah lebih senang berpecah belah dan menganggap ketaatan sebagai sesuatu yang rendah, maka Allah SWT menyuruh mereka bersatu dan melarang berpecah belah dengan firman-Nya Qs. Ali Imran: 102-103,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.”

Agar umat Islam tidak terpecah belah, maka Allah dan Nabi-Nya memerintahkan hidup berjama’ah di bawah pimpinan seorang Imam (Khalifah).

Ketiga. Menyalahi pemimpin di antara mereka

Menyalahi perintah dan tidak melaksanakan ketaatan kepada para pemimpin merupakan tindakan yang mulia bagi orang yang mengagungkan dan mengangkat panji-panji jahiliyah. Sedangkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk mentaati dan menasihati pemimpin di antara mereka.(A/RS3/P1)

bersambung…

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.