Apa yang terjadi di Marawi bukanlah kegagalan intelejen tapi kegagalan untuk menghargai intelejen. Hal ini diungkapkan oleh Sekretaris Departemen Pertahanan Nasional (DND) Filipina, Delfin Lorenzana, saat briefing Asosiasi Manajemen keamanan Filipina yang diadakan di Makati Shangri-la, Selasa (25/7).
“Ada banyak pembicaraan yang berkembang, bahwa ada kegagalan intelijen (ketika insiden Kota Marawi) meledak (pada 23 Mei) dan saya ditanya oleh salah satu media di sana (di Moskow) saya katakan, ini adalah sebuah kegagalan. Untuk menghargai intelejen perlu waktu yang terlalu lama, kami membaca di situs ISIS di Timur Tengah yang mengatakan bahwa jika Anda (militan) ingin terus berjuang di sini di Timur Tengah, Anda pergi ke Filipina Selatan,” katanya.
Terlepas dari informasi yang datang dari Presiden dan negara-negara sahabat seperti Malaysia, Indonesia, dan Singapura yang mengklaim bahwa simpatisan ISIS menyusup melalui perbatasan yang menuju ke Filipina Selatan, Lorenzana mengatakan militer Filipina tampaknya menolak fakta ini.
“Dan ketika saya menjabat posisi Sekretaris Pertahanan, saya diberitahu bahwa tidak ada ISIS di Filipina, jadi kami (tetap) bertahan sampai bulan November lalu ketika kami menjalani operasi ini di Butig melawan Grup Maute (yang menghasilkan Dalam pemulihan bukti yang berkaitan dengan unsur-unsur tanpa hukum yang setia kepada organisasi teror internasional), maka kami akan mengubah pendirian kami dan mengatakan bahwa mereka ada di sana,” katanya seperti dilaporkan Philippine News Agency (PNA).
Baca Juga: Bebaskan Masjidil Aqsa dengan Berjama’ah
Dia menambahkan, apa yang terjadi di Kota Marawi adalah pelajaran bagi DND karena gagal untuk menghargai masalah yang penting dan kenyataannya ternyata banyak pejuang di Marawi, baik lokal maupun asing, banyak pula senjata api di wilayah tersebut.
“Ketika insiden Marawi ini meledak pada 23 Mei, (laporan awal mengklaim bahwa), hanya ada sekitar 200 sampai 250 pejuang, ternyata ada lebih dari 700 pada awal konflik, itulah mengapa sampai saat ini pertempuran masih berlanjut. Saat ini kita mengalami korban hampir setiap hari, baru kemarin (Senin), dua dari tentara kita terbunuh lagi dan lebih dari belasan orang terluka, tiga hari sebelumnya kita terbunuh sembilan orang dan melukai 45 orang, betapa intens pertempuran di Marawi,” kata kepala DND.
Kemajuan di Marawi City harus dilakukan perlahan-lahan karena alasan yang masih belum diketahui, para militan yang berada di sana telah membangun rumah pertahanan mereka yang sangat kokoh dan tangguh dengan beton yang tidak dapat dijebol oleh peluru meriam dan peluncur granat.
“Pasukan harus menjebol dengan tangan, dan bahkan jika mereka memiliki ‘maso’ (peluncur) mereka tidak bisa masuk rumah itu karena pintunya dipasangi dengan bom, juga jendela,” Lorenzana mengungkapkan.
Baca Juga: Tak Perlu Khawatir Tentang Urusan Dunia
Dalam menghadapi perlawanan tersebut, tentara perlu merencanakan strategi mereka dengan sangat hati-hati untuk mencegah jatuhnya korban yang tidak perlu, tambahnya.
Dan dengan strategi ini, pasukan mampu membersihkan 40 sampai 50 rumah setiap hari dan sejauh ini masih ada 600 rumah yang perlu dibersihkan sebelum Marawi dapat dinyatakan bebas dari kelompok Maute.
Hingga saat ini, antara 109 sampai 110 tentara pemerintah terbunuh, bersama dengan 453 teroris kelompok Maute dilumpuhkan dan 45 warga sipil terbunuh atau dieksekusi.
Dalam pertempuran hampir dua bulan, 900 tentara dilaporkan terluka.
Baca Juga: Keutamaan Al-Aqsa dalam Islam, Sebuah Tinjauan Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis
Lorenzana tidak menyalahkan siapa pun tentang kegagalan tersebut, tapi kata dia, sangat diperlukan untuk mengkaji ulang insiden Marawi sehingga sektor intelijen dapat lebih sigap mempersiapkannya jika terjadi sesuatu lagi. (A/B05/P2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Selamatkan Palestina sebagai Tanggung Jawab Kemanusiaan Global