Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

JELANG MEA, INSINYUR INDONESIA BERSERTIFIKAT MRA MASIH MINIM

Rudi Hendrik - Sabtu, 13 September 2014 - 14:47 WIB

Sabtu, 13 September 2014 - 14:47 WIB

797 Views

KONSTRUKSIJakarta, 18 Dzul qa’dah 1435/13 September 2014 (MINA) – Menjelang menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), baru sekitar 2,3 persen ahli konstruksi tingkat utama Indonesia yang bersertifikat Mutual Recognition Arrangement (MRA).

M. Clara Wresti, wartawan ekonomi Kompas, menulis Sabtu (13/9), dari 7.000 ahli konstruksi tingkat utama Indonesia, baru sekitar 160 orang yang mengambil sertifikat tersebut.

Dari 128 sub-sektor yang akan dibuka oleh MEA pada 31 Desember 2015, salah satunya adalah jasa konstruksi.

Terbukanya lalu lintas jasa konstruksi bisa berdampak terhadap membanjirnya ahli konstruksi dari negara-negara ASEAN. Karena itu, perlu aturan yang saling timbal-balik atau MRA yang sesuai dengan AFAS (ASEAN Framework Agreement on Service).

Baca Juga: Semangat dan Haru Iringi Pemberangkatan Kloter Pertama Haji dari Surabaya

Dengan aturan atau kesepakatan timbal balik tersebut, setiap negara anggota mengakui pendidikan, pengalaman, ataupun sertifikasi yang dimiliki dari negara lain.

Ada dua MRA yang telah disepakati dalam bidang konstruksi, yaitu MRA keinsinyuran yang ditandatangani di Kuala Lumpur, Malaysia, pada akhir 2005 dan MRA arsitek yang ditandatangani di Singapura pada 2007.

Dengan bersertifikat MRA, para ahli konstruksi bisa bekerja di negara ASEAN mana saja. Tentu saja upahnya lebih tinggi dari pada ahli konstruksi biasa atau tanpa sertifikat MRA.

Sedikitnya jumlah insinyur Indonesia yang bersertifikat MRA, menunjukkan minimnya kesiapan dunia konstruksi Indonesia menghadapi bisnis di ASEAN.

Baca Juga: Indonesia Alihkan Ekspor ke Eropa dan Australia Hadapi Tarif Tinggi dari AS

Clara Wresti menilai, pemerintah dan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN) yang bertugas melakukan sertifikasi, harus lebih rajin menyosialisasikan keberadaan sertifikasi ini.

“LPJKN harus turun tangan, termasuk menjemput bola, agar semakin banyak ahli konstruksi utama mau mengikuti sertifikasi,” tulisnya dalam kolom ekonomi Kompas.

Clara menambahkan, dengan semakin banyak ahli konstruksi yang memiliki sertifikat MRA, kompetisi profesi semakin meningkat. Mereka akan berkesempatan belajar membuat sesuatu yang tingkatannya lebih sulit sehingga dampaknya akan dirasakan oleh seluruh bangsa Indonesia. (T/P001/R11)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Baca Juga: Airlangga: Tarif Impor AS ke Produk Indonesia Bisa Tembus 47 Persen

Rekomendasi untuk Anda