NAMA Prof. Abdul Fatah El-Awaisi dikenal luas di dunia akademik, khususnya dalam kajian Baitul Maqdis dan politik hubungan internasional. Akademisi asal Baitul Maqdis, Palestina ini telah menjadi salah satu figur sentral dalam upaya menyuarakan pembebasan Masjid Al-Aqsa dan membangun kesadaran umat Islam tentang pentingnya memahami wilayah suci tersebut.
Dengan karya-karya monumental, salah satunya buku fenomenalnya berjudul “Rencana Strategis Pembebasan Masjid Al-Aqsa”, Prof. Abdul Fatah tidak hanya berbicara melalui pena tetapi juga melalui tindakan nyata, sebuah gerakan yang menginspirasi para akademisi dan aktifis dunia untuk bergerak berjuang membantu Palestina, membaskan Baitul maqdis.
Figur Prof. Abdul Fatah El-Awaisi tidak hanya menjadi inspirasi bagi akademisi, tetapi juga bagi umat Islam secara luas. Keteguhan dan dedikasinya dalam memperjuangkan pembebasan Baitul Maqdis menjadi teladan bagi generasi masa kini dan mendatang.
Melalui karya-karyanya, ia mengingatkan umat Islam bahwa pembebasan Baitul Maqdis bukan sekadar urusan politik, tetapi juga perjuangan keilmuan, spiritual, dan kemanusiaan.
Baca Juga: Abah Anom, Ulama Sufi Rehabilitator Bangsa
Dengan visi besar dan langkah strategis, Prof. Abdul Fatah menunjukkan bahwa perubahan dimulai dari pemahaman. “Pemahaman adalah kunci pembebasan. Tanpa pemahaman, umat hanya akan berputar dalam lingkaran yang sama tanpa arah yang jelas,” katanya.
Indonesia Sebagai Pemimpin Pembebasan Baitul Maqdis dan Palestina
Dalam salah satu pernyataannya, Prof. Abdul Fatah menyebutkan keyakinannya bahwa Indonesia memiliki peran strategis dalam pembebasan Baitul Maqdis.
Keyakinannya itu berlandaskan pada lima hal utama:
Baca Juga: Ki Hajar Dewantara: Bapak Pendidikan Nasional Indonesia
-
Optimisme terhadap Peran Indonesia dalam Ilmu dan Strategi
“Saya optimis dan haqqul yaqin bahwa Indonesia akan menjadi pemimpin persiapan ilmu dalam pembebasan Baitul Maqdis.” Pernyataan itu menegaskan keyakinan Prof. Abdul Fatah terhadap potensi Indonesia sebagai pusat persiapan keilmuan untuk pembebasan wilayah suci tersebut.
-
Keberkahan yang Dimiliki Indonesia
“Keberkahan yang dirasakan rakyat Indonesia adalah bagian dari gelombang keberkahan Baitul Maqdis. Seakan-akan Masjid Al-Aqsa menjadi pusat pancaran keberkahan yang meluas hingga ke Indonesia.” Keberkahan spiritual dan historis Baitul Maqdis memberikan energi positif bagi bangsa Indonesia.
-
Kekuatan Generasi Muda Indonesia
Baca Juga: Teungku Ahmad Dewi; Orator Ulung Pendiri Dayah Barisan Teuntra Merah
“Generasi muda Indonesia memiliki potensi besar untuk memimpin perjuangan ini. Dengan pemahaman yang kuat tentang sejarah dan keilmuan, mereka dapat menjadi garda terdepan dalam pembebasan Baitul Maqdis.” Prof. Abdul Fatah percaya bahwa generasi muda Indonesia memiliki peran strategis dalam membangun masa depan perjuangan ini.
-
Indonesia Sebagai Pusat Keilmuan Islam Global
“Indonesia adalah negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia. Jika umat Islam di Indonesia bersatu dan menguatkan keilmuan, mereka dapat menjadi pelopor dalam membebaskan Baitul Maqdis.” Pandangan ini menggarisbawahi peran demografis dan geopolitik Indonesia dalam dunia Islam.
-
Keselarasan Visi dengan Roadmap Nubuwah
Prof. Abdul Fatah melihat Indonesia sebagai negara yang memiliki keselarasan visi dengan langkah strategis yang diajarkan Nabi Muhammad SAW. “Sejarah telah memberikan road map nubuwah dalam pembebasan Baitul Maqdis, dan Indonesia memiliki semua potensi untuk menjadi pemimpin dalam langkah persiapan ilmu, politik, dan militer sesuai sunnah Nabi Muhammad.”
Menurutnya, sejarah telah memberikan road map nubuwah yang jelas terkait pembebasan Baitul Maqdis, yaitu melalui tiga langkah utama yang disebutkan oleh Nabi Muhammad SAW: persiapan ilmu, persiapan politik, dan persiapan militer.
Ia menegaskan, umat Islam telah terlena lebih dari satu abad, melupakan pentingnya memahami keilmuan tentang Baitul Maqdis. “Penyakit yang diderita umat ini sangat berat sehingga kita sulit dan telat dalam membebaskan Baitul Maqdis.
Baca Juga: RA Kartini Ingin Menjadi Hamba Allah
Tiga penyakit utama itu adalah penjajahan akal, bencana keilmuan, dan perbudakan pemikiran. Jika penyakit-penyakit ini tidak segera disembuhkan, maka pembebasan Baitul Maqdis akan tetap menjadi angan-angan,” jelasnya.
Prof. Abdul Fatah mengingatkan pentingnya ilmu dan ma’rifah sebagaimana yang termaktub dalam wahyu pertama kepada Nabi Muhammad SAW. “Ilmu harus menjadi pemimpin dalam persiapan pembebasan Baitul Maqdis.
Hanya melalui ilmu, kita dapat membebaskan umat dari perbudakan pemikiran dan penjajahan akal,” tegasnya. Ia juga mengkritisi pola aksi umat Islam yang hanya terbatas pada orasi dan donasi, tanpa diimbangi dengan pemahaman mendalam tentang Baitul Maqdis.
Menurutnya, pembebasan Baitul Maqdis memerlukan pendekatan strategis yang terinspirasi dari metode Nabi Muhammad SAW. Nabi membangun budaya Baitul Maqdis di Madinah melalui pengenalan istilah Baitul Maqdis sebagai pondasi dasar, menciptakan visi optimisme besar terhadap pembebasan wilayah tersebut, dan menyebarkan harapan akan kemenangan dalam waktu dekat maupun jangka panjang.
Baca Juga: Nyai Walidah, Lentera Perempuan, Warisan Bangsa
Teori Lingkaran Keberkahan
Dalam kajiannya yang mendalam selama lebih dari 30 tahun, Prof. Abdul Fatah mengembangkan Barakah Circle Theory atau teori lingkaran keberkahan Baitul Maqdis.
Menurutnya, keberkahan Baitul Maqdis tidak hanya berada di wilayah itu sendiri, tetapi juga menyebar secara luas seperti gelombang yang memancar dari Masjid Al-Aqsa ke seluruh dunia.
“Keberkahan yang dirasakan rakyat Indonesia adalah bagian dari gelombang keberkahan ini. Seakan-akan, Masjid Al-Aqsa menjadi pusat pancaran keberkahan yang tak terbatas,” paparnya.
Baca Juga: Abuya Syech Amran Waly al-Khalidy Ulama Tauhid Tasauf Aceh
Selain teori keberkahan, Prof. Abdul Fatah juga menjelaskan teori keamanan yang terinspirasi dari Al-‘Uhdah Al-‘Umariyah, sebuah perjanjian historis yang menjadi fondasi dalam menjaga kehormatan dan keamanan Baitul Maqdis.
“Nabi Muhammad SAW telah memberikan landasan keilmuan yang kokoh bagi para Sahabat untuk memahami urgensi pembebasan Baitul Maqdis. Kita harus melanjutkan warisan ini dengan cara yang relevan di zaman sekarang,” ungkap Prof. Abdul Fatah dalam salah satu sesi materinya. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Fatima Hassouna, Abadikan Kejahatan Israel melalui Kamera