Washington, MINA – Seorang mantan instruktur marinir di Amerika Serikat (AS) dinyatakan bersalah setelah mengaku menganiaya tiga calon anggota angkatan laut yang beragama Islam. Salah satu korban, Raheel Siddiqui, kehilangan nyawa setelah melompat dari ketinggian 12 meter ketika tengah berlatih di sebuah kamp tahun lalu.
Keluarga korban menuntut dana kompensasi sebesar 100 juta dolar (1,4 miliar rupiah) kepada pemerintah dan angkatan laut atas kematian anaknya yang diduga kerap menjadi bulan-bulanan sang instruktur karena dia Muslim.
Dalam berkas tuntutan, pengacara keluarga tersebut, Shiraz Khan dari Southfield, Michigan menulis bahwa “pelecehan fisik dan verbal para anggota calon dilakukan berulang kali oleh instruktur, akibat kekurangan pengawasan yang mencolok”, sehingga menyebabkan kematian Siddiqui.
Baca Juga: Joe Biden Marah, AS Tolak Surat Penangkapan Netanyahu
Korban lainnya, Ameer Bourmeche dan Hawez juga memberi kesaksian bahwa mereka diperintahkan masuk ke pengering mesin cuci dalam keadaan mesin hidup.
Dalam bukti yang ditemukan, tersangka Sersan Gunnery Joseph Felix (34), dinyatakan bersalah karena melakukan “penganiayaan” terhadap tiga calon anggota angkatan laut beragana Muslim di fasilitas pelatihan di Parris Island, Negara Bagian Carolina Selatan. Gunnery bahkan memasukan mereka ke dalam sebuah mesin cuci besar dan menghidupkan mesin itu.
“(Gunnery) memilih menganiaya para Muslim itu karena keyakinan mereka. Dia merendahkan agama mereka dan memasukkan mereka ke dalam sebuah mesin”, ujar Jaksa Penuntut Umum Letnan Kolonel John Norman, seperti dikutip oleh Washington Post.
Saksi mata mengatakan mereka mendengar Gunnery menggunakan istilah “teroris” dan “ISIS” saat berbicara dengan para pria Muslim itu.
Baca Juga: DK PBB Berikan Suara untuk Rancangan Resolusi Gencatan Genjata Gaza
Pengacara pembela mengatakan bahwa anak rekrutan itu melakukan bunuh diri dengan melompat dari bangunan setinggi 12 meter, sementara keluarga korban mengatakan kematiannya disebabkan oleh penganiayaan yang terus menerus selama di kamp sehingga membuat anaknya depresi.
Gunnery juga dihukum karena melanggar perintah umum, mabuk dan tidak taat aturan serta membuat pernyataan bohong.
Letnan Daniel Bridges yang bertugas sebagai pembela, berdalih Gunnery tidak tahu ketiga pria tersebut beragama Islam.
Dua puluh instruktur, petugas, dan anggota staf Marinir telah diselidiki atas tuduhan bahwa mereka menganiaya rekrutan Muslim sejak tahun 2015 dengan 13 di antaranya menjalani hukuman. (T/RE1/P1)
Baca Juga: Kepada Sekjen PBB, Prabowo Sampaikan Komitmen Transisi Energi Terbarukan
Mi’raj News Agency (MINA)