Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Integrasi NISN Menjadi NIK Dinilai Terburu-Buru

Hasanatun Aliyah - Sabtu, 26 Januari 2019 - 11:25 WIB

Sabtu, 26 Januari 2019 - 11:25 WIB

4 Views

Jakarta, MINA – Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Generasi, Ena Nurjanah menilai pengintegrasian Nomor Induk Siswa Nasional (NISN) menjadi Nomor Induk Kependudukan (NIK) mulai tahun ajaran 2019/2020 terlalu terburu-buru.

“Pergantian NISN menjadi NIK sungguh merupakan kejutan diawal tahun. Dengan tiba-tiba, muncul kesepakatan dua kementerian untuk menggantikan NISN menjadi NIK,” katanya dalam siaran tertulis yang diterima MINA, Sabtu (26/1), di Jakarta.

Integrasi data dari NISN menjadi NIK tercantum dalam nota kesepahaman yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang telah ditandatangani beberapa waktu lalu.

Pengintegrasian data tersebut bertujuan untuk mendukung program wajib belajar 12 tahun dan penerimaan peserta didik baru (PPDB) dan sistem pendidikan lainnya yang berbasis zonasi.

Baca Juga: Universitas Lampung Sepakati MoU dengan Chosun University of Korea

Menurut Ena, kebiasaan yang seringkali terjadi di satu kementerian saja persoalan tidak bisa tuntas karena solusinya di lempar ke sana kemari. Sudah jelas terbayang beratnya beban para orangtua mengurus hak pendidikan anak-anaknya yang akhirnya berdampak pula pada hak-hak pendidikan anak yang terhambat.

“Harus menjadi perhatian pula adalah ketika muncul permasalahan terkait NISN pada seorang anak, kemana orang tua harus mengadu?,” ujarnya.

Ena mengatakan, perubahan dari NISN menjadi NIK tidaklah sesederhana MoU (nota kesepahaman) yang dibuat di atas selembar kertas. Di level pelaksana kedua kementerian tersebut harus benar-benar memahami dan menguasai secara tehnis bagaimana proses pengintegrasian tersebut berlangsung sehingga tidak merusak data siswa yang berdampak merugikan.

“Tidak terlihat proses sewajarnya ketika membuat sebuah kebijakan, seperti melalui sosialisasi wacana, kajian, diskusi dengan berbagai pihak yang terdampak langsung dengan kebijakan ini, hasil penelitian yang kemudian didiskusikan agar menjadi kebijakan yang matang dan bukan asal-asalan,” ucapnya.

Baca Juga: Tingkatkan Literasi Anak, Kemendikbudristek Sediakan Konten Edukatif di Platform Digital

Lebih lanjut ia mengatakan, ketika membahas tentang wajib belajar 12 tahun dan Penerimaan Peserta Didik Baru  (PPDB) berbasis zonasi, masalah yang selalu menyeruak kepermukaan diantaranya adalah mengenai minimnya ketersediaan sarana dan prasarana sekolah yang cukup bagi semua anak Indonesia.

Belum lagi jumlah sekolah negeri yang tidak memadai di setiap zonasi, pemenuhan hak pendidikan setiap anak yang masih kurang direspon secara maksimal oleh pemerintah daerah sehingga masih ditemui anak-anak yang tidak sekolah maupun yang putus sekolah, kecurangan yang banyak muncul ketika PPDB.

“Langkah terbaik yang harus dilakukan pemerintah adalah menunda implementasi MoU tersebut. MoU dua kementerian tersebut masih terlalu dini,” tegas Ena.

Dia menambahkan, pergantian NISN menjadi NIK tanpa ada pelibatan banyak pihak yang berinteraksi langsung dengan dunia pendidikan hanya akan menambah persoalan baru dan bukan solusi baru.

Baca Juga: Sembilan Santri MA Al-Fatah Lampung Ikuti KSM Tingkat Kabupaten

“Jangan sampai pemerintah mengorbankan hak pendidikan anak-anak dengan membuat kebijakan yang begitu rumit,” tambahnya. (R/R10/R01)

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Sastra Masuk Kurikulum, NU Circle Minta Nadiem Setop Buku Bacaan Bernarasi Vulgar 

Rekomendasi untuk Anda

Pendidikan dan IPTEK
Pendidikan dan IPTEK
Indonesia
Indonesia
Indonesia
MINA Preneur
MINA Preneur