Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

INTIFADHAH KETIGA UNTUK PEMBEBASAN AL-QUDS

Ali Farkhan Tsani - Senin, 2 November 2015 - 07:53 WIB

Senin, 2 November 2015 - 07:53 WIB

690 Views

الانتفاضة الفلسطينية الثالثة

Ali Farkhan Tsani

Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Kantor Berita Islam MINA (Mi’raj Islamic News Agency)

Osama Hamdan, Kepala Biro Hubungan Internasional Hamas, menyerukan pemerintah Palestina dan pendukung Palestina di seluruh dunia, untuk mendukung gerakan perlawanan Rakyat Palestina “Intifadhah Al-Quds” hingga Palestina mencapai hak-haknya.

Hamdan menegaskan, kegigihan Intifadhah Ketiga itu dalam empat pekan berturut-turut, mencerminkan tekad yang kuat rakyat Palestina untuk mencapai hak-hak nasional terlepas dari meningkatnya ancaman dari fihak pendudukan Israel.

Baca Juga: Tertib dan Terpimpin

Sekitar tiga tahun lalu, tepatnya 4 Desember 2013, seperti disebutkan media hamas al-Ray, kala itu Perdana Menteri Palestina di Jalur Gaza Ismail Haniyyah  menyebutkan, bahwa Palestina sedang menyiapkan Intifadhah baru melawan arogansi Israel.

Menurut Haniyyah, kejahatan berlarut-larut penjajah Israel terhadap warga Palestina dan penodaan Masjid Al-Aqsha merupakan pemicunya.

Pengusiran dan penggusuran warga di Tepi Barat serta blokade darat, laut dan udara di sepanjang Jalur Gaza, turut mempercepat aksi perlawanan tersebut.

الانتفاضة الفلسطينية الثالثة

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat

Awal Intifadhah

Intifada berasal dari bahasa Arab, intifadhah, asal kata nafadha artinya gerakan, goncangan, revolusi, perjuangan sampai mati, perlawanan besar-besaran, bangun mendadak dari tidur atau dari keadaan tak sadar. Media Barat lebih suka menerjemahkannya dengan ‘pemberontakan’, yang lebih berkonotasi negatif ‘seolah-olah’ melawan pemerintah yang sah, padahal berjuang untuk negerinya sendiri.

Istilah intifadhah digunakan oleh gerakan perlawanan Islam Hamas (harakah al-muqawwamah al-islamiyyah) dalam melawan penjajahan Israel di Palestina.

Intifadhah Pertama (1987-1993) dikumandangkan awal mula 9 Desember 1987. Seluruh warga  yang ada di Palestina merapatkan barisan, menjadi satu shaf, tua muda, laki-laki dan sebagian perempuan. Banyak media yang menyebut sebagai perlawanan terdahsyat sejak proklamasi sepihak Zionis Israel tahun 1948.

Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?

Hebatnya lagi, pada Intifadhah ini, Palestina berperang tanpa persenjataan dan tanpa dibantu negara-negara Arab tetangganya.

Satu-satunya senjata yang kemudian menjadi legenda sampai kini dan dijadikan sebagai salah satu ikon perlawanan adalah batu (intifadhah al-hijarah).

Diperkirakan 1.100 warga Palestina terbunuh dan 164 orang Israel tewas.

Intifadhah Pertama dianggap selesai 13 September 1993, saat perjanjian Damai Palestina-Israel yang secara sementara disetujui di Oslo, Norwegia 20 Agustus 1993  (The Oslo Accords), dan secara resmi ditandatangani di Gedung Putih Washington DC, AS pada 13 September 1993. PM Israel Yitzhak Rabin dan Ketua PLO (Palestine Liberation Organisation) Yasser Arafat bersalaman disaksikan Presiden AS Bill Clinton.

Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang

Namun, belum genap tiga tahun, perjanjian itu sudah dianggap mati, ditandai kebijakan represif Israel terhadap Palestina yang tak kunjung berhenti.

Intafadhah Kedua, awalnya muncul setelah Perdana Menteri Ariel Sharon, menginjakkan kaki kotornya ke Masjid Al-Aqsha tahun 2000. Intifadhah Jilid Kedua pun (2000-2007) serentak meletus, yang kemudian dikenal dengan Intifadhah Al-Aqsha.

Intifadhah Al-Aqsha secara resmi belum dan tidak akan pernah berakhir berakhir. Namun, alih-alih meredam perlawanan para pejuangan pergerakan, disepekatilah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Sharm el-Sheikh tahun 2005 berupa gencatan senjata seluruh pihak terkait di Palestina.

Januari 2006 Hamas memenangkan pemilu legislatif Palestina, dan tokoh Hamas Ismail Haniyyah menjadi Perdana Menteri. Hal ini memicu kemarahan Israel dan Amerika Serikat. Kekerasan pun kembali terjadi. Haniyyah yang terpilih secara demokratis tidak diakui dunia internasional.

Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat

Pada Juni 2006 Israel kembali menginvasi Jalur Gaza  dalam Operasi Hujan Musim Panas. Namun pada 26 November 2006 Israel dan kelompok militan Palestina menyetujui gencatan senjata. Pada Mei 2007 kekerasan kembali terjadi, menyusul serangan udara Israel ke Gaza dan gempuran roket Al-Qassam ke Israel.

Korban tewas dari militer dan sipil sepanjang konflik 2000-2007 diperkirakan 4.219 Palestina dan 1.024 Israel.

Tahun 2012 pasukan Israel kembali membombardir Jalur Gaza sepanjang siang malam. Namun, akhirnya Israel kembali meminta gencatan senjata karena tidak sanggup lagi menghadapi roket-roket baru dari Jalur Gaza yang menghujani Tel Aviv. Kala itu seluruh sayap militer bersatu menyerang bersama, dari divisi Hamas, Fatah, Jihad Islami, dan kelompok perjuangan lainnya.

gerak-jalan-aqsha

Gerakan Pembebasan Al-Quds (Dok AWG)

Intifadhah Baru

Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin

Ismail Haniyyah menyatakan, intifadhah baru jilid ketiga saat ini melawan dari segala sektor atas pelanggaran berulang-ulang Israel terhadap hak-hak Palestina.

Haniyyah menggambarkan, keadaan saat ini di Tepi Barat dan di Jalur Gaza hampir sama dengan yang terlihat sebelum Intifadhah Pertama tahun 1987.

“Kini orang-orang Palestina akan melanjutkan perjuangan mereka melalui intifadhah baru ini, sampai penjajah Israel hengkang dari seluruh tanah Palestina,” katanya.

Munis Shafiq, seorang cendekiawan Palestina menyatakan bahwa Intifadhah Al-Quds saat ini adalah sebuah keharusan.

Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa

Dia menekankan bahwa ada indikator kuat kemungkinan pecahnya Intifadhah ini, mengingat kondisi dalam negeri AS yang semakin rapuh dan mulai mengurangi bantuan militer untuk Israel.

“Rakyat Palestina harus mengeksploitasi kelemahan AS ini untuk meluncurkan Intifadhah Ketiga mencapai tujuan kemerdekaan,” ujarnya.

Bukan hanya di Jalur Gaza saja bibit intifadhah baru ini akan bangkit kembali. Pengamat politik Eyad el-Qara mengatakan bibit-bibit intifadhah di Tepi Barat juga mulai membesar. Terlebih dengan maraknya pembangunan pemukiman ilegal, penggusuran dan pengusiran warga Palestina keturuanan Arab Badui, hingga yahudisasi kawasan Masjid Al-Aqsha.

Sementara itu, Kepala Biro Politik Hamas, Khalid Meshaal pun mengajak seluruh kekuatan dunia Islam bersatu menghadapi Zionis Israel yang selama ini menjajah Palestina dan menodai Masjid Al-Aqsha.

Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati

Menurutnya, semua umat Islam wajib bersatu dan bekerjasama dari berbagai sektor dalam perjuangan suci pembebasan Masjid Al-Aqsha dan Palestina secara keseluruhan dari penjajahan Israel.

Termasuk di dalamnya penguasaan ilmu pengetahun dan teknologi yang dapat menandingi kekuatan Israel, sebagai bagian penting dari intifadhah.

Pembebasan Al-Quds

Menurut Anggota Biro Politik Hamas, Dr. Mousa Abu Marzouk, tujuan utama Intifadhah Al-Quds adalah untuk menghapus penjajahan Israel.

Baca Juga: Menjaga Akidah di Era Digital

“Intifadhah Al-Quds yang sedang berlangsung akan mengakhiri perpecahan internal di Palestina dan memaksakan kemitraan yang sejati,” kata Abu Marzouk.

Abu Marzouk menegaskan, Intifadhah Al-Quds yang merupakan Intifadhah Ketiga terjadi karena adanya rasa tidak puas warga Palestina terhadap aturan baru Israel yang membagi Masjid Al-Aqsha, juga pembangunan permukiman ilegal Israel yang terus berlangsung, serta serangan brutal Israel terhadap warga Palestina.

“Intifadhah terjadi untuk melindungi situs-situs suci kita, untuk membersihkan tanah kita, untuk mendapatkan kembali kebebasan dan martabat kita, dan untuk kembali ke rumah kita. Intifadhah juga untuk mencapai persatuan dan kemitraan nasional dengan satu tujuan bersama,” tambahnya.

Fatwa ulama terkemuka Ulama Palestina, Dr. Marwan Abu Rass menyebutkan, perlawanan besar-besaran yang terjadi di wilayah Palestina merupakan kondisi alami bagi bangsa yang ingin bebas dari penjajahan.

Baca Juga: Amerika itu Negara Para Pendatang!

“Kesungguhan dan keberanian para syuhada merupakan bahan bakar kemenangan dan bara revolusi dan kebebasan,” kata Abu Rass.

Abu Rass berpendapat, intifadah kali ini harus menjadi yang terakhir, dan tidak boleh hanya sebagai angka perundingan yang dikenal oleh bangsa Palestina dalam sejarahnya.

Menurutnya, penjajah Israel tak mampu menghadapi pejuang Palestina, dan Israel tahu bahwa dirinya adalah pengecut, mereka tak punya landasan hukum internasional, nilai agama maupun moral kemanusiaan.

Anggota parlemen Palestina itu juga mengapresiasi intifadhah yang sedang terjadi di Palestina. Dia menyerukan agar menjadi intifadhah kemerdekaan dan kebebasan dari penjajahan, serta membebaskan tempat suci Masjid Al-Aqsha di kawasan Al-Quds.

Menyambut gerakan Intifadhah Ketiga, Imaamul Muslimin Yakhsyallah Mansur berharap perlawanan besar-besaran ini merupakan Intifadhah Futuhat yang benar-benar akan membebaskan Al-Aqsha dan Palestina.

“Kita yang jauh ini berharap dan mendoakan semoga Intifadhah ketiga ini menjadi momentum Intifadhah Futuhat yang benar-benar membebaskan Masjid Al-Aqsha dan Palestina,“ ujar Yakhsyallah yang juga merupakan Duta Al-Quds Internasional itu.

Menurutnya, untuk mewujudkan pembebasan Al-Aqsha diperlukan usaha maksimal seluruh umat Islam secara bersatu memberikan bantuan menurut kadar kemampuan masing-masing.

Lebih lanjut, Yakhsyallah lebih yakin terhadap kekuatan dari bawah yang akan membangkitkan semangat seluruh umat Islam untuk segera bertindak membebaskan Masjid Al-Aqsha.

“Jadi yang sangat diharapkan adalah peran rakyat dan saya yakin negara-negara Timur Tengah semuanya ingin membela Palestina dan membebaskan Masjid Al-Aqsha,“ ujarnya.

Pengamat Timur Tengah dari Indonesia Media Monitoring Center (IMMC), Ibrahim Rantau, mengatakan, Israel mulai khawatir dengan istilah Intifadhah Ketiga, yang dapat memunculkan serangan revolusi dari rakyat Palestina.

Menurutunya, sepakat atau tidak, kekerasan yang dilakukan oleh militer Israel, terutama di lingkungan Al-Aqsha memang pasti akan menyulut perlawanan dalam skala masif dari rakyat Palestina, dan dari seluruh kaum Muslimin.

Sebuah intifadhah bukan hanya perlawanan bersenjata di medan perang, namun juga intifadhah di dunia maya (media), diplomasi internasional, kerjasama dan persatuan negeri-negeri Muslim, aksi boikot produk-produk penyokong Israel, dan di segala sektor yang dapat dilakukan oleh kaum Muslimin di manapun berada.

Inilah saatnya meraih janji-janji yang Allah sebutkan di dalam Al-Quran, di antaranya, “Maka apabila datang saat hukuman bagi [kejahatan] pertama dari kedua [kejahatan] itu, Kami datangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan yang besar, lalu mereka merajalela di kampung-kampung, dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana”. (QS Al-Isra [17]: 5). Aamiin. (P4/P2)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda