Islam Ajarkan Cinta Damai bukan Terorisme

Kondisi setelah ledakan di kawasan Sarinah, MH Thamrin, Jakarta Pusat. foto: (twitter).
, . (twitter).

Oleh Ali Farkhan Tsani, Redaktur Kantor Berita Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam Allah utus ke permukaan dunia adalah untuk menjadi bagi alam semesta, seperti dalam firman-Nya:

وَمَآ أَرْسَلْنَـٰكَ إِلَّا رَحْمَةًۭ لِّلْعَـٰلَمِينَ

Artinya: “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (Qs. Al-Anbiyaa’ [21]: 107).

Rahmat, secara bahasa artinya kelembutan yang berpadu dengan rasa iba. Dengan kata lain rahmat dapat diartikan dengan . Jadi, diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah bentuk kasih sayang Allah kepada seluruh manusia.

Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah dalam Tafsir Ibnul Qayyim menyebutkan, makna rahmat adalah bahwa semesta secara umum mendapat manfaat dengan diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Demikan pula orang-orang yang mengikuti Nabi, meraih kemuliaan di dunia dan akhirat sekaligus.

Orang kafir sekalipun yang terikat perjanjian dengan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, manfaat bagi mereka adalah dibiarkan hidup di dunia dalam perlindungan dan perjanjian. Mereka ini lebih sedikit keburukannya daripada orang kafir yang memerangi Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Adapun orang-orang munafik,  yang menampakkan iman secara dzahir saja, mereka mendapat manfaat berupa terjaganya darah, harta, keluarga dan kehormatan mereka. Mereka pun diperlakukan sebagaimana kaum muslimin yang lain dalam hukum waris dan hukum yang lain.

Hingga pada umat manusia setelah beliau diutus, Allah Ta’ala tidak memberikan adzab yang menyeluruh dari umat manusia di bumi. Kesimpulannya, semua manusia mendapat manfaat dari diutusnya Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa sallam.

Tentang kasih sayang ini, di dalam sebuah hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

الرَّاحِمُوْنَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ، ارْحَمُوْا مَنْ فيِ الأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فيِ السَّمَاءِ

Artinya: “Orang-orang yang pengasih itu dikasihi oleh Dzat Yang Maha Pengasih. Sayangilah makhluk yang ada di atas bumi, niscaya kalian akan disayangi oleh Dzat yang berada di atas langit.”

Dalam peperangan sekalipun, Allah menyebutkan di dalam Al-Quran,

وَقَـٰتِلُواْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ ٱلَّذِينَ يُقَـٰتِلُونَكُمۡ وَلَا تَعۡتَدُوٓاْ‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُعۡتَدِينَ

Artinya: “Dan perangilah di jalan Allâh orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allâh tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”  (Qs. Al-Baqarah [2]: 190).

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam senantiasa mengarahkan para sahabatnya, supaya berbuat rahmat (kasih sayang) dan menuju rahmat (kasih sayang), walau dalam peperangan sekalipun.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga memberikan pesan dalam sabdanya:

وَلاَ تَقْتُلُوا شَيْخًا فَانِيًا، وَلاَ طِفْلاً، وَلاَ صَغِيرًا، وَلاَ امْرَأَةً…

Artinya : “Janganlah kalian membunuh orang tua yang sudah sepuh, anak-anak, dan wanita…” (HR Abu Dawud dan Al-Baihaqi).

Bahkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam melarang membunuh para rahib, dalam pesannya:

لاَ تَقْتُلُوا أَصْحَابَ ‏الصَّوَامِعِ

Artinya: “Janganlah kalian membunuh pemilik bihara (rahib).”

Juga wasiat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ketika akan memberangkatkan pasukan kaum Muslimin menuju daerah Mu’tah :

اغْزُوا بِاسْمِ اللهِ فِي سَبِيلِ اللهِ، قَاتِلُوا مَنْ كَفَرَ بِاللهِ، اغْزُوا وَلَا تَغُلُّوا، وَلَا تَغْدِرُوا، وَلَا تَمْثُلُوا

Artinya: “Berangkatlah berperang di jalan Allah dengan menyebut nama Allah. Bunuhlah orang-orang kafir. Perangilah mereka. Janganlah kalian berbuat curang dan jangan melanggar perjanjian, dan jangan pula kalian memutilasi mayat.” (HR Muslim).

Juga pada hadits lainnya yang senada :

اغْزُوا بِاسْمِ اللهِ فِي سَبِيلِ اللهِ، قَاتِلُوا مَنْ كَفَرَ بِاللهِ، اغْزُوا وَلاَ ‏تَغُلُّوا، ‏وَلاَ ‏تَغْدِرُوا، ‏‏وَلاَ ‏تُـمَثِّلوا، ‏وَلاَ تَقْتُلُوا وَلِيدًا، أَوِ امْرَأَةً، وَلا كَبِيرًا فَانِيًا، وَلا مُنْعَزِلاً بِصَوْمَعَةٍ

Artinya: “Berperanglah dengan menyebut nama Allah dan di jalan Allah. Perangilah mereka yang kufur kepada Allah. Berperanglah, jangan kalian berlebihan (dalam membunuh). Jangan kalian lari dari medan perang, jangan kalian memutilasi, jangan membunuh anak-anak, perempuan, orang tua yang sepuh, dan rahib di tempat ibadahnya.” (HR. Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Al-Baihaqi).

Demikian pula ajaran kasih sayang itu diteruskan oleh para Khalifah sesudahnya. Seperti perintah Abu Bakar Ash-Shiddiq yang sangat tegas kepada pasukan yang ia berangkatkan saat menuju kawasan Syam. Wasiatnya:

وَلا تُغْرِقُنَّ نَخْلاً وَلا تَحْرِقُنَّهَا، وَلا تَعْقِرُوا بَهِيمَةً، وَلا شَجَرَةً تُثْمِرُ، وَلا تَهْدِمُوا بَيْعَةً

Artinya: “Jangan sekali-kali menebang pohon kurma, jangan pula membakarnya, jangan membunuh hewan-hewan ternak, jangan tebang pohon yang berbuah, janganlah kalian merobohkan bangunan.” (Riwayat Al-Baihaqi dalam Sunanul Kubra, Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq, dan Ath-Thahawi dalam Syarah Musykilul Atsar).

Ajaran Islam yang disampaikan oleh Rasulullah Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam dan diikuti oleh para sahabatnya sama sekali tidak pernah melakukan pembunuhan membabi buta, apatah lagi menjadi tujuan, atau menjadi sesuatu yang digemari atau yang beliau perintahkan. Hingga membakar orang, merusak gedung, membunuh warga sipil, meledakkan diri di tempat umum, dan aksi-aksi teror lainnya. Itu semua tidak ada dalam kamus ajaran Islam yang penuh rahmat.

Pembunuhan dengan membabi-buta tidak pernah diridhai oleh Allah dan Rasul-Nya. Bagaimana mungkin meridhai? Pembunuhan dengan membabi-buta, hanya akan mendatangkan masalah dan tertumpahnya darah yang sangat disesalkan hati nurani manusia. Itu sama saja dengan membunuh seluruh manusia.

Allah mengingatkan di dalam firman-Nya:

مِنۡ أَجۡلِ ذَٲلِكَ ڪَتَبۡنَا عَلَىٰ بَنِىٓ إِسۡرَٲٓءِيلَ أَنَّهُ ۥ مَن قَتَلَ نَفۡسَۢا بِغَيۡرِ نَفۡسٍ أَوۡ فَسَادٍ۬ فِى ٱلۡأَرۡضِ فَڪَأَنَّمَا قَتَلَ ٱلنَّاسَ جَمِيعً۬ا وَمَنۡ أَحۡيَاهَا فَڪَأَنَّمَآ أَحۡيَا ٱلنَّاسَ جَمِيعً۬ا‌ۚ وَلَقَدۡ جَآءَتۡهُمۡ رُسُلُنَا بِٱلۡبَيِّنَـٰتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرً۬ا مِّنۡهُم بَعۡدَ ذَٲلِكَ فِى ٱلۡأَرۡضِ لَمُسۡرِفُونَ

Artinya: “Oleh karena itu Kami tetapkan [suatu hukum] bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu [membunuh] orang lain atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan [membawa] keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak di antara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi.” (Qs. Al-Maidah [5]: 32).

Tepat sekali apa yang dinyatakan oleh Imaamul Muslimin Yakhsyallah Mansur, menyikapi aksis teror bom yang terjadi di Jakarta baru-baru ini, bahwa setiap tindakan kekerasan bersenjata maupun tanpa senjata yang digolongkan radikalisme dan terorisme, itu sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang menjunjung tinggi harkat martabat kemanusiaan dalam akhlaqul karimah.

Menurutunya, aksi teror bom di Jakarta maupun di berbagai tempat di dunia hendaknya tidak ditudingkan kepada kaum Muslimin sebagai tertuduh. Selama ini kaum Muslimin sering menjadi kambing hitam atas kejahatan yang tidak pernah dilakukannya.

Namun bukan berarti kaum Muslimin juga diam saja manakala umat dan agamanya didzalimi atau dinistakan, apalagi dijajah seperti di Palestina sana. Maka, di sinilah ayat-ayat dan seruan jihad di jalan Allah wajib ditegakkan terpimpin secara berjama’ah. Wallahu alam bish shawwab. (P4/R02)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Ali Farkhan Tsani

Editor: bahron

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.