Islam, Datang dan Pergi dalam Keadaan Asing

Oleh Bahron Ansori, jurnalis MINA

Hari ini, orang sudah tidak lagi mendengar kata Khilafah, Jama’ah dan Bai’at. Tapi, tahukah kita, dua atau tiga puluh tahun lalu, ketiga kata di atas masih sangat asing di telinga umat Islam. Tapi hari ini, ketiga kata itu seolah selalu didengar hampir setiap hari.

Ini adalah akhir zaman. Tapi, tak sedikit pula umat Islam yang masih merasa asing dengan atribut-atribut Islam, bahkan kepada orang yang mengamalkan -sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam saja masih dianggap asing. Ini membuktikan kebenaran sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang mengatakan Islam itu asing dan akan kembali dengan asing.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengabarkan,

بَدَأَ الْإِسْلَامُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ

“Islam muncul dalam keadaan asing, dan ia akan kembali dalam keadaan asing, maka beruntunglah orang-orang yang terasingkan itu.” (HR. Muslim).

Dalam riwayat yang lain, beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda menjelaskan siapakah al-, orang-orang yang asing itu,

…الَّذِيْنَ يُصْلِحُوْنَ مَا أَفْسَدَ النَّاسُ مِنْ بَعْدِي مِنْ سُنَّتِي.

“Yaitu orang-orang yang memperbaiki sunnahku (Sunnah Rasulullah ) sesudah dirusak oleh manusia.” (HR. Tirmidzi).

Itu adalah realita yang tidak bisa dipungkiri, keindahan dan hakikat agama Islam yang mulia ini tidak dikenal dan tersembunyi bagi umat Islam itu sendiri. Mereka beragama Islam, namun tidak mengenalnya dan juga tidak mengamalkannya. Padahal Allah Ta’ala berfirman yang artinya,

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ

“(Dialah Allah) yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (Qs. Al-Mulk: 2).

Allah menjadikan bumi ini indah sebagai tempat hidup kita umat manusia, agar Dia menguji kita siapakah di antara kita yang baik amalannya. Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa mereka yang baik amalannya lah yang akan mendapatkan kemuliaan di sisi-Nya. Baik dalam arti zahirnya perbuatan itu adalah perbuatan yang baik, bukan bersifat merusak atau zalim. Dan baik dalam arti sesuai dengan teladan dan contoh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, bukan baik menurut perasaan semata.

Kita boleh mengatakan diri kita sebagai seorang muslim. Namun, ada pertanyaan di balik pernyataan ini. Terkumpulkah pada diri kita sifat-sifat muslim atau mukmin? Lebih jauh lagi, bahwa diri kita seorang Ahlussunnah wal Jamaah. Namun pertanyaannya, sudahkah pada diri kita terkumpul sifat orang-orang yang mengikuti sunnah? Sudahkah amalan, perbuatan, dan akhlak kita sesuai dengan akhlaknya salafus shalih?

Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (Qs. Al-Mulk: 2).

Sehingga ketika para sahabat Nabi mengucapkan dua kalimat syahadat, memeluk Islam, mereka langsung bertanya tentang “Amalan apakah yang paling baik?”, “Sedekah apakah yang paling baik?” “Jihad apa yang paling utama?”

Melihat keadaan umat Islam hari, salah seorang ulama mengatakan, “Jangan dibandingkan Islam dengan kondisi umat Islam pada hari ini”. Ini adalah sebuah ungkapan yang tepat dan menjadi introspeksi kita bersama. Lihat, ketika Islam menggambarkan akhlak yang terpuji, maka sebagian umat Islam tidak berakhlak dengan akhlak yang terpuji.

Jika Islam menggambarkan keagungan dan kemulian, maka kondisi sebagian umat Islam tidak menggambarkan keagungan dan kemuliaan itu.

Ada seorang Eropa yang memeluk agama Islam, ia berkata, “Alhamdulillah, Allah kenalkan saya kepada Islam sebelum Allah mengenalkan saya kepada umat Islam”. Ia bersyukur kepada Allah. Mungkin seandainya dia terlebih dahulu mengenal umat Islam, ia tidak akan tertarik dengan agama Islam. Tidak akan sampai hidayah agama yang mulia ini kepadanya.

Ada yang lain yang berujar “Saya baru tahu, kalau Islam dan umat Islam itu berbeda”. Ini adalah teguran bagi kita, kita sudah jauh dari agama kita. Tidak perlu kita mengarahkan kritikan ini kepada orang lain. Atau kepada mereka yang kita lihat di telivisi mengadakan pemboman dan peperangan. Mengadakan pengrusakan dan berbuat kekacauan. Mari, tujukan kritik ini kepada diri kita terlebih dahulu. Sudahkah kita menepati janji ketika berjanji? Sudahkan kita tepat waktu ketika datang ke kantor, sekolah, dll? Sudahkah kita menunaikan amanat? Sudahkan kita berbakti kepada orang tua kita? Bahkan mungkin, sudahkah kita bertauhid kepada Allah Ta’ala?

Di sebagian tempat, ada orang tua yang non muslim mengajak anaknya datang ke masjid, agar sang anak memeluk Islam. Mengapa? Karena ia melihat tetangga-tetangganya yang muslim sangat berbakti kepada orang tuanya. Ia melihat betapa orang-orang Islam menjaga dan memuliakan orang tuanya. Ia ingin agar anaknya menjadi seseorang yang berbakti, menghormat, dan memuliakannya, sehingga ia perintahkan anaknya untuk memeluk Islam.

Subhanallahu, inilah keindahan Islam yang tidak kita praktikkan di negeri kita. Negeri yang merupakan komunitas muslim terbesar di dunia. Inilah yang dikehendaki Allah Ta’ala dengan firman-Nya,

لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا

“Supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (Qs. Al-Mulk: 2).

Jadi, bagi setiap muslim dan muslimah yang sudah berusapaya mengamalkan sunnah di akhir zaman ini, jangan pernah merasa terasing dan sendiri. Ingat, Islam itu asing datangnya, dan di akhir zaman ini pun akan terasa asing. Bahkan ia (Islam) kelak akan kembali dalam keadaan asing.

Maka, berbahagialah orang-orang yang asing, KARENA mengamalkan sunnah-sunnah Nabi-Nya. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Berbahagialah orang-orang yang asing (Al Ghuroba) yaitu orang-orang shalih yang berada di tengah orang-orang yang berperangai buruk, dan orang-orang yang memusuhinya lebih banyak dari pada yang mengikuti mereka.” (HR. Ahmad).(RS3/P1)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.