Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita MINA
Pendeta dari Universitas Katolik Australia, Dr Patrick McInerney, mengatakan, tidak ada orang yang rasional mengklaim, “Semua Muslim adalah teroris!” Ini jelas salah.
Tetapi karena standar ganda dan pemberitaan media tentang kekerasan sensasional yang sering, selektif, dan bias, banyak yang mungkin berpikir, “Kebanyakan teroris adalah Muslim!” Berlawanan dengan stereotip, ini juga salah.
Dalam artikel Columbanird, Patrick McInerney juga menyebutkan, yang benar adalah bahwa jumlah aksi terorisme yang dilakukan oleh orang-orang Muslim yang salah arah, melanggar teks-teks Alquran yang jelas dan prinsip-prinsip Islam yang mapan.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-25] Tentang Bersedekah Tidak Mesti dengan Harta
“Itu hanya sebagian kecil dari kekerasan yang dilakukan di dunia kita. Itulah sebabnya Islamofobia, ketakutan akan Islam dan Muslim, tidak rasional. Ini tidak berdasarkan kenyataan, seperti yang ditunjukkan oleh statistik dari Eropa, Amerika, Australia, dan dunia,” lanjutnya.
Statistik tentang Terorisme
Menurut data resmi dari Europol, Lembaga Penegakan Hukum Uni Eropa, dalam 4 tahun antara 2011 dan 2014 ada 746 serangan teroris di Eropa. Dari jumlah tersebut, hanya 8 yang terinspirasi oleh agama, yang merupakan 1% dari total. Bahkan para pelaku tindakan ini tidak semuanya Muslim.
‘Diinspirasi oleh agama’ termasuk para ekstrimis Islam, serta orang-orang Kristen, Yahudi, Hindu dan Budha, yang termotivasi oleh pemahaman sesat agama mereka untuk menyakiti orang lain.
Baca Juga: Tafsir Surat Al-Fatihah: Makna dan Keutamaannya bagi Kehidupan Sehari-Hari
Di Amerika Seriklat, seperti dilaporkan Studi Terorisme dan Respons terhadap Terorisme (START) mendokumentasikan adanya 2.400 serangan teroris di AS dari tahun 1970 hingga 2012.
Dari semua ini, sekitar 60 dilakukan oleh Muslim. Dengan kata lain, hanya sekitar 2,5% dari semua serangan teroris di tanah AS antara tahun 1970 dan 2012 dilakukan oleh Muslim. Ini adalah bagian sangat kecil dari semua serangan.
Bahkan, studi FBI yang mengamati terorisme yang dilakukan di AS antara tahun 1980 dan 2005 menemukan bahwa 94% serangan teror dilakukan oleh non-Muslim.
Kesaksian bahkan menyebutkan, “Kita lebih aman hidup di antara Muslim yang memiliki kewajiban agama untuk melindungi minoritas, daripada kita hidup di antara penjahat amoral atau warga negara yang tidak memedulikan kehidupan orang lain,” ujar salah satu pendeta.
Baca Juga: Sejarah Al-Aqsa, Pusat Perjuangan dari Zaman ke Zaman
Jikapun terorisme dikaitkan dengan perkiraan 1,5 miliar Muslim di seluruh dunia, dengan kurang dari 150.000 milik organisasi yang dicap teroris seperti ISIS, Al-Qaeda, Al-Shahbab, Boko Haram, dll. Itu semua hanya mewakili kurang dari 0,001 persen dari semua Muslim.
Sumber Terorisme
Kanselir Jerman Angela Merkel dalam sambutannya pada Konferensi Keamanan Utama di Munich 18 Feb 2017 mengatakan, Islam bukanlah sumber “terorisme” dan justru perlu dan sangat penting bekerjasama dengan negara-negara mayoritas Muslim dalam perang melawan terorisme.
Di samping itu Merkel juga menanggapi kritis terhadap upaya Presiden AS Donald Trump untuk memberlakukan larangan perjalanan sementara pada orang-orang dari tujuh negara mayoritas Muslim.
Baca Juga: Bebaskan Masjidil Aqsa dengan Berjama’ah
“Saya pikir, negara-negara itu, pertama dan terutama harus memberikan kontribusi. Karena hanya dengan cara ini kita dapat meyakinkan orang bahwa bukan Islam yang menjadi sumber terorisme. Tapi Islam yang salah dimengerti,” katanya, seperti dikutip Al Jazeera.
Dia justru berharap dari otoritas agama Islam untuk menemukan argumen yang kuat untuk menjelaskan Islam yang damai dan terorisme yang dilakukan atas nama Islam. “Kita sebagai non-Muslim tidak bisa melakukan ini, itu harus dilakukan oleh ulama dan otoritas Islam,” ujarnya.
Lalu, dari mana sumber terorisme itu? Leon Hadar, seorang wartawan dan kritikus kebijakan AS di Timur Tengah, mengatakan bahwa terorisme adalah terorisme, apa pun sumbernya.
Sama seperti Islamis radikal yang melakukan terorisme terhadap orang Kristen dan Yahudi. Kaum nasionalis kulit putih pun telah melancarkan serangan kekerasan terhadap Muslim dan Yahudi.
Baca Juga: Tak Perlu Khawatir Tentang Urusan Dunia
Seperti disebutkan Business Times, ia menyebutkan aksi teror para korban serangan masjid di Christchurch, Selandia Baru.
“Dunia Barat harus memastikan bahwa gerakan nasionalis kulit putih tidak berubah menjadi ancaman global yang besar,” katanya,
Jadi, mendefinisikan istilah “terorisme”, adalah merujuk pada penggunaan kekerasan yang tanpa pandang bulu terhadap warga sipil sebagai cara menciptakan teror di antara massa, lanjutnya.
Di sini ada unsur kuat politik, sosial dan ekonomi ketika pelaku menggunakan cara-cara kekerasan ilegal.
Baca Juga: Keutamaan Al-Aqsa dalam Islam, Sebuah Tinjauan Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis
Sementara sejak serangan teroris di New York dan Washington pada 11 September 2001, dan perang melawan terorisme, Perang Global Melawan Terorisme (GWOT), istilah resmi yang digunakan Pemerintah AS. Negara ini menggambarkan kampanyenya menggunakan militer melawan Al-Qaeda dan afiliasinya.
Padahal sudah sangat jelas bahwa Islam adalah agama perdamaian, bahwa mayoritas Muslim dunia tidak terlibat dalam tindakan teroris, dan karena itu menghubungkan “Islam” dengan “terorisme” sama dengan bentuk Islamofobia. Islam malahan paling banyak menjadi korban terorisme akibat aksi fihak non Islam..
Ada baiknya, seperti dikatakan Jean-Paul Azam dari Universitas Toulouse Prancis, bahwa bantuan asing memainkan peran penting dengan mendorong pemerintah penerima untuk melindungi kepentingan politik dan ekonomi para donor dalam lingkup pengaruh mereka.
Pendapatnya dalam bukunya Fighting Terrorism at Source, Using Foreign Aid to Delegate Global Security (Februari 2018), mengatakan, pasukan AS justru kontra-produktif karena mereka meningkatkan pasokan serangan teroris dari negara-negara tuan rumah.
Baca Juga: Selamatkan Palestina sebagai Tanggung Jawab Kemanusiaan Global
Bahkan dalam Kompasiana, edisi 20 Januari 2017, MU Ginting menuliskan, terorisme ISIS diciptakan untuk menjarah triliunan dolar dari sumber minyak Syria dan Irak. Itulah tujuan utama pengorganisasian terorisme, bukan agama atau perang agama.
Kalau tidak ada sumber duitnya atau SDA-nya, terorisme tidak menetap di sana, dan tidak akan dibangun di sana oleh pendiri terorisme itu. Di bawah ini malahan terang-terangan disebut Amerika Serikat.
Menurutnya, pendiri terorisme ialah kekuatan greed and power global neolib, adalah kekuatan duit atau pencolong duit untuk hegemony. Ia mengutip pendapat Prof Chossudovsky dari Ottawa University, yang mengatakan, “the so-called war on terrorism is a front to propagate America ’s global hegemony and create a New World Order. Terrorism is made in USA, The global war on terrorism is a fabrication, a big lie”.
Konsepnya adalah, untuk bisa menjarah SDA di suatu negara, harus mengusir penguasanya dulu. Untuk itu, harus dipecah belah rakyatnya, dan dibikin organisasi terorisnya, untuk memerangi dan memecah belah. Lalu mengalirlah uangnya.
Baca Juga: [Hadits Al-Arbain ke-24] Tentang Haramnya Berbuat Zalim
Sementara Islam adalah agama yang sangat menjunjung perdamaian, kasih sayang, kesejahteraan (Al-Anbia : 107), menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan (Ali Imran : 103), serta sangat menentang pembunuhan sebagai dosa besar (Al-Isra: 33, Al-Maidah : 32). (A/RS2/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Bantuan Pangan untuk Palestina