Kairo, 6 Ramadhan 1434/14 Juli 2013 (MINA) – Islam Ibrahim, seorang pendukung Mursi yang terkena tembakan, mengatakan bahwa dirinya tidak tahu jika kakaknya Nasim adalah salah satu penembak Garda Republik ketika ia dan ratusan warga Mesir lainnya terluka dan lebih dari 50 orang tewas.
Saudaranya yang bersamanya pindah ke Kairo dari sebuah desa di dekat Terusan Suez, pernah menginap sampai minggu lalu, ketika tentara yang di dalamnya Nasim berada ikut menggulingkan presiden, media online Tariq Ramadan melaporkan yang dikutip Kantor Berita Islam MINA (Mi’raj News Agency), Ahad (14/7).
“Saya tidak tahu apakah dia ada di sana bersama mereka atau tidak,” kata Islam (24), dengan balutan luka tembak di lututnya dan luka terbuka terkena birdshot di bahunya.
“Saya tidak ingin berpikir tentang hal itu. Jika dia, aku tahu dia tidak akan menembaki demonstran yang tidak bersenjata.”
Baca Juga: Pasukan Israel Maju Lebih Jauh ke Suriah Selatan
Islam duduk di kursi plastik di belakang panggung di kamp dekat sebuah masjid di Kairo di mana ribuan pendukung presiden terguling, Muhammad Mursi, mengatakan mereka akan tetap menjaga protes sampai Mursi dipulihkan.
Penggulingan Mursi, presiden pertama Mesir yang terpilih secara demokratis, telah membagi negara itu tidak seperti peristiwa-peristiwa sebelumnya, membagi saudara dari saudara, ayah dari putranya dan suami dari istrinya.
Dua hari setelah militer menggulingkan Mursi, menyusul protes jalanan yang meningkat terhadap pemerintahannya, Islam menelepon saudaranya mengundang dia untuk rally pro-Mursi.
“Dia bilang aku harus di rumah merayakan dan bahwa tentara telah menyelamatkan negara dari kekacauan,” kenang Islam. Islam dan Nasim tidak berbicara sejak percakapan itu.
Baca Juga: Warga Palestina Bebas setelah 42 Tahun Mendekam di Penjara Suriah
Beberapa hari kemudian, Islam ada di antara pengunjuk rasa di luar markas Garda Republik, markas saudaranya, ketika mereka ditembaki dalam salah satu insiden paling mematikan selama lebih dari dua tahun kerusuhan politik.
“Saya masih berdoa ketika saya mendengar suara tembakan. Saya berada 300 meter dari tentara. Mereka menembak gas air mata di atas kepala kami,” kata Islam.
“Saya mendengar peluru melesat ke segala arah. Semua orang berjalan di kiri dan kanan. Beberapa teman saya melemparkan batu kepada tentara. Kami membuat perisai baja dari sarana lalu lintas, tapi kaki saya mencuat keluar dan peluru mengenai lutut saya.”
“Teman saya membantu menghentikan pendarahan saya dengan kemejanya. Saat saya sedang berlari, peluru lain kembali mengenai bahu saya.”
Baca Juga: Faksi-Faksi Palestina di Suriah Bentuk Badan Aksi Nasional Bersama
Tentara berdalih dengan mengatakan bahwa kekerasan itu dipicu oleh ‘teroris’ yang menyerang pasukannya.
Ikhwan mengatakan bahwa para pendukungnya ditembaki pada saat damai berdoa. Rekaman video beredar luas di internet yang menunjukkan penembak jitu berseragam menembak dari atap.
Yang paling mengerikan dari video yang direkam oleh Ahmed Assem, fotografer 26 tahun untuk sebuah koran Ikhwanul Muslimin, menunjukkan seorang penembak jitu menembak ke satu sisi, lalu tiba-tiba berbalik langsung membidik fotografer dan menembak hingga terbunuh.
Assem juga berasal dari keluarga yang terbagi. Dia adalah satu-satunya pendukung Mursi dalam sebuah rumah tangga yang dibesarkan untuk menghina Ikhwan.
Baca Juga: Agresi Cepat dan Besar Israel di Suriah Saat Assad Digulingkan
Ayahnya Samir Assem, seorang dokter, sangat marah ketika Ikhwan menyatakan anaknya syahid.
“Perdagangan dalam darah. Perdagangan dalam darah,” katanya marah.
Kakaknya Eslam, yang mengambil jenazahnya di kamar mayat pada hari Senin, adalah seorang kapten di kepolisian. Foto dalam bingkai di rumah keluarga menunjukkan dua laki-laki, yang muda tersenyum dengan kemeja button-down, dan yang berdiri lebih tua bangga dengan seragamnya.
Eslam mengisahkan bahwa mereka berdua kadang-kadang saling mencaci satu sama lain tentang kesetiaan mereka.
Baca Juga: KBRI Damaskus Evakuasi 37 WNI dari Suriah
“Saya akan berbicara dengannya, seperti dua saudara,” kenang Eslam di rumah keluarga di distrik Kairo kelas menengah. ‘Tinggalkan Ikhwanul Muslimin’, kata Eslam. Tapi Assem membalas, ‘Tidak. Anda yang meninggalkan Departemen Dalam Negeri’. Mereka tetap akrab meskipun berselisih.
“Dia saudaraku. Itulah satu-satunya hal. Dia adalah saudaraku. Dia bekerja di koran, saya bekerja di Kementerian Dalam Negeri. Tapi yang terakhir adalah dia saudaraku.”
Eslam tidak memiliki keraguan bahwa video saudaranya yang difilmkan menunjukkan dia adalah korban yang tidak bersalah dari pembunuhan yang disengaja oleh seorang tentara.
“Kejahatannya hanya karena dia merekam video. Dia tidak memiliki senjata, tidak ada pistol, tidak ada apa-apa di tangannya, tapi kamera, “katanya.
Baca Juga: Jejak Masjid Umayyah di Damaskus Tempat al-Julani Sampaikan Pidato Kemenangan
Eslam berencana melaporkan pembunuhan tersebut kepada jaksa, mencoba membawa tentara yang membunuh saudaranya ke pengadilan.
Sementara Islam Ibrahim menceritakan betapa dekatnya ia dengan saudara prajuritnya ketika mereka pindah ke Kairo tiga tahun lalu. Nasim dikirim ke ibukota untuk melayani di Garda Republik, Islam menemukan pekerjaan mengajar bahasa Arab di masjid. (T/P09/R2).
Mi’raj News Agency (MINA).
Baca Juga: Pemerintahan Transisi Suriah Dipercayakan kepada Mohamed Al-Bashir