Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Islam Indonesia dan Demokrasi

Rifa Arifin - Selasa, 2 Agustus 2016 - 19:22 WIB

Selasa, 2 Agustus 2016 - 19:22 WIB

794 Views ㅤ

Oleh: Rifa B. Arifin, Redaktur Arab Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ada dua narasi besar tentang Islam dan demokrasi di Indonesia. Pertama, yang tampaknya menjadi modis di antara para pemimpin politik dunia, mengklaim bahwa Indonesia adalah contoh bagaimana Islam dan demokrasi dapat kompatibel.

Yang kedua, yang sebagian besar berasal dari aktifis hak asasi manusia, menyatakan bahwa Indonesia adalah model demokrasi Muslim mengingat meningkatnya sikap intoleransi terhadap kaum minoritas dengan berbagai penganiayaan dalam dekade terakhir. Maka untuk mendapatkan tampilan yang seimbang tentang Islam dan demokrasi di Indonesia, narasi itu tentu harus dipertimbangkan.

Faktanya Indonesia adalah negara demokrasi terbesar ketiga di planet bumi setelah Amerika Serikat dan India. Dan hal yang membuat Indonesia agak anomali adalah kedudukannya sebagai negara Muslim terbesar di dunia: sekitar 86 persen dari sekitar 250 juta orang Indonesia mematuhi Islam.

Baca Juga: Tertib dan Terpimpin

Peneliti politik Indonesia sering menggambarkan bahwa, meskipun prinsip pertama Pancasila ( Ketuhanan yang maha Esa), Indonesia bukanlah negara sekuler. Fakta ini pada gilirannya merongrong narasi besar sekularisme yang menjungjung bahwa ciri dari demokrasi berkembang adalah terpisahnya Agama dari Negara.

Pengalaman Indonesia dalam mendekonstruksi perbedaan tersebut dan membebankan spektrum nuansa hubungan agama-politik. Hal ini juga menantang kecenderungan di kalangan sarjana politik untuk melihat perdebatan teologis ketika berhadapan dengan wacana Islam-demokrasi.

Sebaliknya, kita harus melihat pada pengalaman Muslim, di mana Indonesia memiliki kompabilitas untuk menerapkan Islam Demokrasi.

Bertentangan dengan para ulama terdahulu yang mengaklaim bahwa Islam dan demokrasi tidak bisa berjalan seiringan. karena untuk sebagian besar, tidak adanya teologis Islam dengan sistem pemisahan agama-negara.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat

Kita tidak bisa menyangkal pemimpin Muslim yang memimpin transisi Indonesia (disebut “Reformasi”) dari pemerintahan militer yang didukung otoriter “Orde Baru” untuk era demokrasi. Dua pemimpin Muslim yang mendukung demokrasi yang patut diperhatikan: Abdurrahman Wahid (dari Nahdlatul Ulama, NU), Amien Rais (Muhammadiyah).

Setelah Reformasi, Indonesia mengadakan pemilihan parlemen dan presiden dalam empat dekade secara bebas dan adil (tahun 1999, 2004, 2009, dan 2014). Juga, di pos-Reformasi, Indonesia telah berjalan secara bertahap menjadi negara demokrasi yang ditandai dengan kebebasan untuk membentuk partai politik, kebebasan pers, dan ratifikasi beberapa dokumen Hak Asasi Manusia (HAM) internasional yang hasilnya dimasukkan dalam amandemen Konstitusi.

Setidaknya ada tiga hal yang patut diperhitungkan untuk menjelaskan kekuatan di balik proses demokratisasi ini.

Pertama adalah kekuatan masyarakat sipil Muslim Indonesia, khususnya NU dan Muhammadiyah. Ide dari demokrat Muslim terkemuka tidak dapat berhasil dilaksanakan tanpa dukungan besar dari dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, dikombinasikan dengan banyak kelompok pro-demokrasi dan gerakan mahasiswa. NU dan Muhammadiyah juga telah konsisten dalam menjaga apa yang disebut “substantif” Islam sebagai lawan “formalis” Islam. menghasilkan Pancasila sebagai dasar ideologi Indonesia.

Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?

Kedua adalah sifat masyarakat Indonesia. Terbukti dari hasil pemilihan sampai saat ini. Umat Islam Indonesia belum mudah tertarik pada partai politik Islam. Dari semua pemilu pasca-Reformasi, dua pemenang pertama selalu jatuh ke partai-partai sekuler. Hal ini disebabkan oleh akar sejarah politik Indonesia itu sendiri.

Sejak konsepsi, landasan ideologis Indonesia dimaksudkan untuk mengakomodasi semua warga negara Indonesia dari segala jenis latar belakang hingga sampai identitas ganda. Ini telah dibakukan pada prinsip Pancasila disebut Bhinneka Tunggal Ika (Unity in Diversity).

Ketiga, hal yang merupakan akibat dari poin kedua bahwa masyarakat Indonesia dapat mendorong kubu Islam (PPP dan PKS) dan partai politik berbasis Islam (PKB dan PAN) untuk berkampanye lebih lanjut menjungjung nilai-nilai kebersamaan, bukan agenda Islam saja. Proses demokratisasi menunjukkan kekuatannya pada kemoderatan, faktanya bahwa partai Islam harus inklusif dan merangkul keragaman untuk mendapatkan lebih banyak orang dan mendukung yang populer. Ini juga membawa kesimpulan jika sistem politik demokrasi dapat memberikan ruang bagi partai-partai Islam dalam konteks tertentu, maka secara bertahap dapat Islam di Indonesia adalah Islam yang moderat.

Ketiga hal ini bisa menjadi keunggulan Indonesia dalam menerapkan Islam demokrasi, menjadi rujukan bagi negara-negara berbahasa Arab. menunjukan bahwa Islam dan demokrasi dapat bekerja bergandengan tangan.

Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang

Karena itu, menurut laporan terbaru Global Demokrasi Ranking. Indonesia memiliki catatan positif demokrasi terutama dalam menerapkan nilai nilai demokrasi yang tidak berbenturan dengan Agama.

Penting diketahui bahwa ateis dan penganut agama adat yang disebut penghayat kepercayaan memiliki hak-hak sipil yang sama seperti rekan-rekan agama lain. mereka dari enam agama yang diakui (Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu).

Lebih penting lagi, terutama dalam dekade terakhir ini, ada sejumlah penganiayaan minoritas yang diisukan adanya penodaan dan penyimpangan terhadap Agama, terutama kaum Syiah dan Ahmadiyah yang hingga kini belum diselesaikan dengan baik. Masalah di bagian ini ada hubungannya dengan warisan dari rezim masa lalu melalui 1965 UU Penodaan Agama, karena yang memiliki berbagai “menyimpang keyakinan” dapat dihitung sebagai kejahatan memfitnah agama. Bagian lain adalah karena munculnya ideologi Salafi, yang juga merupakan fenomena global yang terjadi di negara-negara yang paling Muslim.

Meskipun ada prestasi besar, pertanyaan dari posisi minoritas dalam komunitas Muslim yang besar ini merupakan tantangan besar untuk kompatibilitas antara Islam dan demokrasi di Indonesia. Dengan mengatasi masalah ini menunjukan demokrasi Indonesia dapat membuat lebih banyak kemajuan dan menjadi pelajaran baik bagi negara-negara mayoritas Muslim lainnya.(P013/R05)

Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
MINA Health
Kolom
Indonesia