Islam Sebagai Rahmat Bagi Semesta Alam

Imaamul Muslimin, KH. Yakhsyallah Mansur, MA. Photo : Hadis/MINA
Imaamul Muslimin Yakhsyallah Mansur. (Foto : Hadis/MINA)

Oleh: Imaamul Muslimin Yakhsyallah Mansur

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam diutus oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala adalah untuk menyebarkan bagi semesta alam, sebagaimana firman-Nya:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

Artinya: “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam” (Q.S Al-Anbiya [21] :107)

Imam Muslim meriwayatkan, “ketika Rasulallah Shallallahu Alaihi Wasallam diminta oleh sebagian sahabat untuk mendoakan tidak baik kepada orang musyrik. Beliau bersabda yang artinya:

“Sesungguhnya aku tidak diutus sebagai tukang melaknat, sesungguhnya aku diutus hanya sebagai rahmat” (H.R. Muslim)

Pengertian Rahmat

Secara Bahasa rahmat berarti kasih sayang yang terpadu dengan rasa iba. Sedangkan menurut Ahmad Musthafa Al-Maraghi, rahmat adalah perasaan jiwa yang mendorong pemiliknya untuk berbuat baik kepada orang lain.

Menurut Ar-Raghib Al-Isfihani, kata rahmat pada dasarnya memiliki dua pengertian yaitu kasih sayang dan kebijakan. Dalam hal ini, rahmat berarti kasih sayang yang menuntut adanya kebaikan terhadap yang dikasihi. Akan tetapi, dalam konteks kalimat kadang kalimat tersebut digunakan untuk menyatakan satu pengertian saja yaitu kasih sayang atau kebajikan.

Kata rahmat terambil dari Ar-Rahman atau Ar-Rahim yang berarti kerabat, dan asal semua itu ialah Ar-Rahim artinya kandungan wanita.

Di dalam Al-Qur’an, kata rahmat muncul ratusan kali dalam berbagai konteks dan pengertian, antara lain:

  1. Kebaikan dan kebajikan yang diberikan Allah kepada manusia

 إِنَّ رَحْمَتَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ …

“ … Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (Q.S. Al-A’raf [7] : 56)

  1. Kasih sayang yang terjalin antara sesama manusia

… وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.” (Q.S Ar-Rum [30] : 21)

  1. Berbagai kenikmatan dan karunia dari Allah

Misalnya:

وَلَئِنْ أَذَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنَّا رَحْمَةً ثُمَّ نَزَعْنَاهَا مِنْهُ إِنَّهُ لَيَئُوسٌ كَفُورٌ

“Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat (nikmat) dari Kami, kemudian rahmat itu Kami cabut daripadanya, pastilah dia menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih.” (Q.S. Hud [11] : 9)

  1. Jannah (Syurga)

Misalnya:

يُدْخِلُ مَنْ يَشَاءُ فِي رَحْمَتِهِ ۚ وَالظَّالِمِينَ أَعَدَّ لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا

“Dan memasukkan siapa yang dikehendaki-Nya ke dalam rahmat-Nya (surga). Dan bagi orang-orang zalim disediakan-Nya azab yang pedih.” (Q.S. Al-Insan [76] : 31)

Apabila kita perhatikan di dalam Al-Qur’an, maka akan kita dapati hampir setiap halaman terdapat kalimat rahmat atau yang senada dengannya, seperti wadud (penyayang), ‘afwu (pemaaf), halim (penyantun), rauf (pengasih), dan sebagainya.

Bahkan setiap kali kita membaca suatu surat, selain surat Al-Baro’ah kita diperintahkan membaca “bismillahir rahmaanir rahiim” dan pada pertengahan Al-Qur’an kita dapati kalimat “walyatalaththaf” (dan hendaklah berlaku lemah lembut).

Di dalam Al-Qur’an terdapat surat Ar-Rahman yang menjelaskan bahwa sebagai wujud kasih sayang Allah adalah mengajarkan Al-Qur’an kepada manusia sehingga manusia dapat mewujudkan kasih sayang di antara mereka dan mempunyai pegangan yang kokoh yang akan menuntun mereka kepada kebahagiaan hakiki di dunia dan di akhirat.

Oleh karena itu, apabila manusia mengamalkan Al-Qur’an maka mereka akan dapat hidup rukun, damai dan menebarkan kasih sayang. Sebaliknya apabila manusia mengabaikan Al-Qur’an mereka akan selalu bermusuh-musuhan dan akan mengakibatkan kekacauan serta hilangnya kasih sayang di antara sesame makhluk.

Penjelasan Ahli Tafsir

  1. Abul Fida’ Ismail bin Katsir

Ibnu Abbas berkata, Allah mengutus Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam sebagai rahmat bagi seluruh manusia. Bagi yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya diselamatkan dari bencana yang menimpa umat terdahulu berupa ditenggelamkan ke dalam bumi dan hujan batu.

  1. Ibnul Qayyim Al-Jauzi

Pendapat yang benar dalam menafsirkan ayat ini adalah bahwa rahmat di sini bersifat umum. Dalam masalah ini terdapat dua penafsiran.

Pertama: Alam semesta secara umum mendapat manfaat dengan diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. Orang yang mengikuti beliau, dapat meraih kemuliaan di dunia dan di akhirat sekaligus.

Orang kafir yang memerangi beliau, manfaat yang mereka dapat adalah disegerakan kematian bagi mereka, itu lebih baik bagi mereka. Karena hidup mereka hanya akan menambah kepedihan azab kelak diakhirat.

Kebinasaan telah ditetapkan bagi mereka sehingga dipercepatnya ajal lebih baik bagi mereka dari pada hidup menetap di dalam kekafiran. Orang kafir yang terikat perjanjian dengan beliau, manfaat mereka adalah dibiarkan hidup didunia dalam perjanjian dan perlindungan. Mereka ini lebih sedikit keburukannya dari pada orang kafir yang memerangi Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam.

Orang munafik, yang menampakkan iman secara lahir saja, mereka mendapat manfaat berupa terjaganya darah, harta, keluarga dan kehormatan mereka. Mereka pun diperlakukan seperti kaum muslimin yang lain dalam hukum waris dan hukum yang lain.

Dan pada umat manusia setelah mereka diutus, Allah tidak memberikan azab yang menyeluruh dari umat manusia di bumi. Kesimpulannya, semua umat manusia mendapat manfaat dari diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam.

Kedua: adalah rahmat bagi setiap manusia, namun orang yang beriman menerima rahmat ini dan mendapat manfaat di dunia dan di akhirat. Sedang bagi orang kafir yang menolaknya, Islam tetap dikatakan rahmat walaupun “Ini adalah obat bagi orang yang sakit”. Andaikata orang itu tidak meminumnya, obat itu tetaplah obat.

  1. Ali Ash Shabuni

Maksud ayat ini adalah “Tidaklah Kami mengutusmu wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh makhluk, sebagaimana disebutkan dalam hadits:

“Sesungguhnya aku adalah rahmat yang dihadirkan (oleh Allah).” (H.R. Bukhari)

Orang yang menerima rahmat ini dan bersyukur atas nikmat ini, ia akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Allah tidak mengatakan “rahmatan lil mu’minin”, namun mengatakan “rahmatan lil ‘alamin” karena Allah ingin memberikan rahmat bagi seluruh mahluknya dengan diutusnya pemimpin para nabi, Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam.

Beliau diutus dengan membawa kebahagiaan yang besar. Beliau juga menyelamatkan manusia dari kesengsaraan yang besar. Beliau menjadi sebab tercapainya barbagai kebaikan di dunia dan di akhirat.

Beliau memberikan pencerahan kepada manusia yang dahulunya berada dalam kejahilan. Beliau memberikan hidayah kepada manusia yang sebelumnya berada dalam kesesatan. Inilah maksud rahmat Allah bagi seluruh manusia.

Bahkan orang kafir mendapatkan manfaat dari rahmat ini, yaitu ditundanya hukuman bagi mereka. Selain itu merekapun tidak lagi ditimpa azab berupa diubah menjadi binatang, atau ditenggelamkan ke air atau dibenamkan ke bumi.

  1. Sayid Quthub

Risalah yang dibawa Nabi Muhammad Shallallahu alaihi Wasallam selain membawa rahmat bagi kaumnya, mengeluarkan mereka dari lingkungan sempit hidup berkabilah-kabilah menjadi suatu bangsa yang besar yang berperadaban, dia pun rahmat bagi seluruh isi alam.

Mulanya tentu dipandang ganjil dan tidak mungkin diterima, karena sangat bertentangan dengan suasana yang berlaku saat itu. Tetapi lama kelamaan kemanusiaan menerimanya secara berangsur-angsur, diakui dan dijalankan walaupun kadang-kadang dipungkiri dari sumber mana yang diambil.

Pokok ajaran Islam itu ialah bahwa martabat manusia adalah kemuliaan di sisi Allah berdasarkan iman dan amal shalih bukan berdasarkan warna kulit. Di zaman dahulu adalah amat ganjil dan sulit diterima oleh manusia untuk menghilangkan perbedaan warna kulit dan perbedaan bangsa, kadang-kadang orang harus berperang dan mengadakan revolusi seperti yang terjadi di Perancis yang memunculkan semboyan “kemerdekaan, persamaan, persaudaraan”.

Tetapi semboyan ini tidak berlaku bagi bangsa-bangsa yang di jajah Perancis. Bangsa-bangsa ini tetap dianggap sebagai bangsa budak, tidak ada kemerdekaan. Mereka dianggap bangsa rendah, tidak ada persamaan.

Mereka dianggap bangsa jongos, tidak ada persaudaraan kecuali mereka masuk agama orang Perancis atau meninggalkan kebangsaan dan bahasa mereka dan hidup dengan cara Perancis. Begitu juga dengan apa yang dikatakan “Hak Hak Asasi manusia” yang di sahkan oleh PBB di San Fransisco tahun 1945.

Tiga tahun sesudah itu hak bangsa Palestina dirampas dari tanahnya sendiri yang sudah menjadi hak turun temurun sejak 2.000 tahun. Hak itu diberikan kepada bangsa Yahudi yang datang sebagai penjajah dan PBB diam seribu bahasa.

Di Amerika sendiri, negeri yang membanggakan diri sebagai jago demokrasi, dalam kenyataannya diskriminasi akibat perbedaan warna kulit masih terjadi di mana-mana, bahkan sering menimbulkan konflik rasial walaupun masih sama-sama warga Amerika.

Ajaran Islam datang menjadi rahmat bagi manusia dengan mempersamakan hak manusia dalam beribadah dan dimuka pengadilan. Sebagaimana tersirat dalam kisah di bawah ini:

Diriwayatkan oleh Asy-Syatibi, bahwa Khalifah Ali bin Abi Thalib kehilangan perisai, lalu kehilangan perisai itu di tangan seorang Yahudi. Maka beliau bawa orang Yahudi itu menghadap Qadhi Syuraih untuk menuntut perisainya yang hilang.

Di hadapan Qadhi Khalifah Ali berkata, “Perisai kepunyaan saya. Belum pernah saya jual dan belum pernah saya hadiahkan.” Qadhi syuraih berkata kepada Yahudi itu “Apa jawabanmu tentang keterangan Khalifah itu?” Yahudi itu menjawab, “Perisai ini aku punya, namun aku tidak menuduh Khalifah memberikan keterangan yang tidak benar”.

Maka Qadhi Syuraih menoleh kepada Khalifah Ali dan berkata “Wahai Khalifah, adakah tuan dapat mengemukakan bukti-bukti?” Qadhi Syuraih mengeluarkan keputusan bahwa perisai itu tetap diserahkan kepada Yahudi tersebut karena Khalifah Ali tidak dapat mengemukakan bukti.

Setelah perisai itu diterimanya, dia berkata “Aku bersaksi bahwa hukum yang dijatuhkan ini benar-benar hukum para Nabi. Khalifah mengadukan saya kepada Qadhinya. Dan Qadhi menjatuhkan hukum dengan benar, pengakuan Khalifah ditolak karena bukti tidak cukup. Sekarang saya bersaksi, tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Allah. Demi Allah, perisai ini memang milikmu, wahai Khalifah. Terjatuh dari kendaraan tuan ketika berangkat ke Shiffin.” Dengan muka berseri-seri Khalifah Ali menjawab “Karena engkau sudah menjadi muslim, perisai itu adalah hadiahku untukmu”.

  1. Mutawalli Al-Sya’rawi

Mengapa misi kerasulan Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam mencakup semua umat manusia atau dunia seluruhnya? Mengapa misi kerasulan beliau tidak untuk bangsa tertentu? Bukankah para Nabi sebelum beliau diutus hanya untuk kaum tertentu guna untuk membasmi suatu penyakit yang menjangkit mereka, bahkan kadangkala dalam waktu yang bersamaan terdapat lebih dari seorang Rasul?

Nabi Ibrahim Alaihis Salam yang sering disebut bapak para Nabi itu misalnya diutus bersamaan dengan Nabi Luth Alaihis Salam. Keduanya diutus dengan tujuan yang berbeda. Nabi Ibrahim Alaihis Salam diutus untuk menumpas penyembahan berhala, sementara Nabi Luth Alaihis Salam diutus untuk menumpas keganjilan seksual yang melanda kaumnya.

Di sini kami katakan, ketika Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengutus para rasul terdahulu, kondisi masyarakat saat itu terisolir satu sama lain. Sarana transportasi sangat terbatas dan sulit diperoleh, bahkan nyaris tidak ada sama sekali.

Sehingga ada suatu komunitas yang tinggal di suatu wilayah tidak mengenal sedikit pun tentang komunitas lainnya yang tinggal di wilayah seberang. Itulah sebabnya Allah menghendaki untuk mengutus setiap Rasul kepada kaumnya sendiri untuk membasmi penyakit yang menghinggapi mereka.

Tetapi Allah Subhanahu Wa Ta’ala Maha mengetahui bahwa dunia ini akan menyatu dan bahwa Dia hendak memudahkan komunikasi bagi umat manusia dan memperdekat jarak perjalanan dengan maksud agar mereka dapat mengungkapkan berbagai rahasia di alam raya ini, maka dunia dengan segala problematikanya menjadi satu.

Fakta itulah yang sekarang kita rasakan. Suatu peristiwa yang terjadi di suatu negara dapat disaksikan oleh seluruh dunia setelah beberapa detik saja. Penyakit yang berjangkit di Amerika langsung merebak dengan cepat ke Eropa dan segera menjalar ke Afrika, Asia dan belahan dunia lainnya.

Sehingga hampir saja permasalahan yang dihadapi dunia menjadi satu. Begitulah penyakit-penyakit sosial menyatu di seluruh dunia, maka diperlukan penanganan yang terpadu, karena persoalan yang dihadapi. Itulah sebabnya, misi kerasulam Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam sebagai penutup para Nabi dan Rasul didatangkan untuk mengobati persoalan yang dihadapi oleh dunia seluruhnya.

Wallahu A’lam. (Ima/R05)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)