Islam Sudah Mengatur Hak dan Kewajiban Perempuan

Oleh: Illa Kartila – Redaktur Senior Miraj Islamic News Agency/MINA

Jauh sebelum R.A Kartini muncul dengan perjuangan hak-hak wanita di Indonesia, agama sesungguhnya sudah menempatkan kedudukan sama dengan laki-laki sesuai dengan kewajiban serta hak yang ditetapkan oleh syariat.

Menurut Qosim Nursheha Dzulhadi, seorang guru Pesantren Ar-Raudathul Hasanah di Medan dan penulis buku “Membongkar Kedok Liberalisme di Indonesia”  dalam paparannya, di antara ketinggian Islam sebagai diin adalah penghormatannya kepada kaum wanita. Di dalam Al-Quran saja banyak ayat yang menunjukkan betapa tinggi harkat perempuan.

Siti Maryam, ibunda Nabi Isa ‘Alaihissalam dijadikan sebagai contoh ideal bagi kaum beriman (Qs. At-Taḥrīm [66]: 11-12). Disamping ada Asiah istri Fir’aun yang begitu kokoh imannya karena harus mendampingi suaminya yang mengaku sebagai Tuhan yang maha tinggi (Qs. An-Naziʻat [79]: 24).

Belum lagi khusus dalam sūrah Maryam, yang begitu istimewa menyinggung kesucian dan kehebatan seorang wanita dari keluarga Imrān yang menjadi panutan dalam etika berkeluarga, sehingga sampai melahirkan seorang wanita teladan untuk dunia, Maryam namanya. (Lihat, Qs. Ali Imran [3]: 33-47).

Dia juga menunjuk seorang mufassir kenamaan sekaligus kebanggaan Indonesia, Alm. Prof. Dr. Hamka (w. 1981) yang mengupas soal posisi perempuan dalam bukunya “Kedudukan Perempuan dalam Islam” (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1996).

Dalam buku yang diterbitkan ulang oleh Gema Insani dengan judul “Buya Hamka Berbicara tentang Perempuan” (2014) dijelaskan Qs. An-Nisaa [4]: 1, “Di dalam ayat ini dipadukan antara jantan dengan betina, dipertemukan antara laki-laki dengan perempuan. Disadarkan mereka bahwa meskipun terpisah, mereka pada hakikatnya adalah satu.”

Jelas sudah, Islam memberikan akses yang luas bagi perempuan ke dunia pendidikan, lapangan kerja, karir, jabatan dan lainnya, sehingga di bidang sains muncul Prof. Dr. Pratiwi Sudarmono, astronot dan wanita  pertama Indonesia yang sempat berencana menjalankan misinya ke luar angkasa Oktober tahun 1985.

Saat itu Pratiwi berusia 33 tahun menduduki posisi sebagai spesialis muatan dalam misi Wahana Antariksa NASA STS-61-H. Sayangnya misi itu gagal dilaksanakan karena bencana Challenger yang mengakibatkan pesawat yang akan dinaiki Pratiwi meledak pada misi sebelumnya. Selain menjadi astronot pertama di Indonesia, dia juga merupakan astronot ilmuwan pertama Asia.

Juga ada Sri Fatmawati PhD – wanita asal Madura yang berhasil merebut Fellowship International L’Oreal-UNESCO For Women In Science (FWIS) tahun 2013. Inilah event yang memberikan penghargaan bagi kaum perempuan di dunia penelitian.

Sri memulai karirnya di Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya, dan telah menjalani riset untuk pasca sarjananya di Indonesia dan Jepang. Pendidikan ini mengantarkan dirinya meraih gelar PhD dalam Agro-Environmental Sciences.

Di dunia politik, saat ini menteri luar negeri dijabat oleh seorang wanita – Retno Marsudi. Dia mencatatkan sejarah sebagai perempuan pertama yang menduduki kursi menteri yang cukup bergengsi itu sejak Indonesia diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Diplomat  dan mantan Dubes RI  di Belanda ini memulai karirnya dari usia sangat muda.

Menurut Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelum Retno dilantik menjadi menlu, “dia adalah pekerja keras, tegas, visioner dan beliau menjadi menteri luar negeri perempuan pertama dalam sejarah kita.”

Hak-hak Perempuan

Tentu saja di dalam Al-Quran menurut Qasim Nurseha, dengan tegas Allah ‘menyatukan’ kewajiban dan hak kaum laki-laki dan perempuan: saling tolong-menolong, menyuruh orang lain berbuat makruf sekaligus mencegah perbuatan munkar, sama-sama mendirikan salat, sama-sama mengeluarkan zakat, sama-sama menaati Allah dan rasul-Nya.

Tentang hak mereka, Allah berjanji menurunkan kasih-sayang-Nya kepada laki-laki dan perempuan yang berbuat demikian. Lebih dari itu, bagi laki-laki dan perempuan yang beriman kepada Allah Swt, sudah siapkan surga – tempat tinggal yang baik yang di dalamnya mengalir sungai-sungai. Itu semua merupakan rida Allah atas amal-amal yang mereka lakukan (Qs. At-Taubah [9]: 71-72).

Diantara kemuliaan wanita dalam Islam adalah mereka memiliki hak mendapat warisan yang  telah ditetapkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Di dalam Al-Quran, utamanya di dalam surah kaum perempuan: Surat An-Nisaa’ yang khusus berbicara tentang hak-hak wanita berkaitan dengan hak waris (mawaris) (Qs. An-Nisaa’ [4]:11-13).

Ini justru bertolak-belakang dengan tradisi Jahiliyah di mana masa itu harta warisan hanya diperuntukkan bagi anak laki-laki yang telah dewasa. Sementara kaum wanita dan anak-anak tidak mendapatkan apa-apa. Bahkan, mereka menjadikan perempuan sebagai salah satu harta warisan yang ditinggalkan oleh si mayit untuk diwariskan kepada anaknya.

Namun ketika Islam datang anak-anak perempuan dan para wanita mendapat hak waris. Sewaktu wahyu turun membawa aturan kewarisan dengan menyertakan anak-anak perempuan, sebagian orang di masa Jāhiliyyah datang menghadap Rasulillah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Mereka ini bertanya, “wahai Rasulullah, apakah kami harus berikan setengah harta warisan kepada anak perempuan dari harta yang ditinggalkan oleh bapaknya? Padahal, dia tidak bisa menunggang kuda dan tidak berperang. Dan apakah kami juga harus memberi warisan kepada anak kecil padahal dia tak memberikan apa-apa.” (Hadits dari Ibn Abbas). (Dr. Laila, Al-Mar’ah, 60).

Wanita dalam Islam memiliki keistimewaan lain, yakni: hak menuntut ilmu yang tidak membeda-bedakan apakah dia seorang wanita merdeka atau budak. Dalam satu riwayat dari Abu Burdah disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam  bersabda, “Siapa saja yang memiliki satu budak perempuan lalu dia mengajarkan ilmu dan adab dengan sebaik-baiknya. Kemudian, dia merdekakan dan menikahinya maka dia mendapat dua pahala.”

Menurut Islam, ilmu memang menjadi hak mendasar yang tidak boleh dihilangkan. Karena satu masyarakat tidak akan maju karena makanan, minuman, pakaian, dan tempat tinggal saja. Semua adalah hak materi, harus ada hak maknawi dan spiritual, yaitu ilmu pengetahuan. Itu sebabnya hati, ruh, dan nalar harus terus “diremajakan” dengan ilmu.

Dalam sejarah Islam, pendidikan khusus para wanita telah dipraktikkan oleh Rasulullah SAW. Dimana beliau meluangkan satu hari khusus untuk mengajari kaum wanita. Disamping secara khusus beliau mendidik para ibu kaum Mukminin – istri beliau – (ummahat al-Mu’minin).

Kewajiban perempuan

Menurut paparan di  http://wahdah.or.id ada beberapa kewajiban bagi seorang muslimah yang patut dilakukan dan dijaga: Pertama, menjaga shalat lima waktu dan melaksanakannya di awal waktu. Salat tidak boleh dilalaikan sebab merupakan rukun kedua dalam agama Islam, barangsiapa yang meninggalkannya maka ia telah merobohkan tiang agamanya sendiri. Selain salat wajib seorang wanita juga dianjurkan untuk melaksanakan salat-salat sunat misalnya sunat rawatib, tahajud, witir, duha, wudu dan lainnya.

Kedua, melaksanakan rukun-rukun Islam lainnya seperti puasa, zakat , dan haji jika mampu yang merupakan amalan sangat penting dan banyak pahalanya di sisi Allah baik bagi laki-laki maupun wanita. Ibadah haji sangat besar keutamaannya atas kaum wanita yang bisa melaksanakannya. Dalam hadis Aisyah radhiyallahu ‘anha bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, apakah ada jihad untuk kaum wanita?”

Rasulullah menjawab, “Ya, mereka memiliki jihad yang tidak ada peperangan di dalamnya yaitu:  Ibadah haji dan umrah” (HR Ahmad, dan Ibnu Majah ). Ini menunjukkan ibadah haji bagi seorang muslimah sama dengan keluar berjihad memerangi orang-orang kafir , dan apabila ia wafat tatkala menunaikan haji tersebut, maka ia terhitung sebagai orang yang mati syahid.

Dalam ibadah haji atau umrah seorang wanita yang fitrahnya lemah dituntut untuk berjuang melaksanakan amalan yang tidak begitu ringan baginya. Selain itu seorang muslimah juga disunatkan melaksanakan amalan-amalan seperti banyak bersedekah  dan puasa Senin Kamis, atau puasa tiga hari dalam sebulan.

Khusus masalah sedekah ini Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah memotivasi kaum wanita untuk melakukannya dalam hadisnya, “Wahai sekalian wanita, bersedekahlah, karena sesungguhnya diperlihatkan padaku (dalam mimpi) bahwa kalian adalah penduduk neraka yang terbanyak…” (HR Bukhari : 203).

Ketiga, bagi wanita yang telah menikah diwajibkan untuk menaati dan memuliakan suami, berkhidmat kepadanya dengan penuh keikhlasan, dan tidak berbicara kasar atau durhaka, karena seperti diketahui bahwa salah satu sebab kenapa kaum hawa akan menjadi ahli neraka yang terbanyak adalah adanya kedurhakaan terhadap suami.

Keempat, menjaga kehormatan dan kemuliaan diri: menjauhi zina dan hal-hal yang bisa menjerumuskan ke dalamnya seperti pacaran dan pergaulan bebas. Memakai jilbab syar’i dan menutup aurat dari yang bukan mahram. Syarat menutup aurat: Pakaian harusnya longgar dan kainnya agak tebal, menutupi seluruh aurat serta tidak menyerupai pakaian laki-laki atau wanita-wanita kafir.

Kelima, mendidik putra putri dengan pendidikan agama dan akhlak yang baik, karena mereka adalah nikmat sekaligus amanat dari Allah.Dalam hadis disebutkan: “Setiap kalian adalah penanggungjawab dan akan dimintai pertanggungjawaban. Istri adalah penanggungjawab atas rumah suami (dan anak-anaknya) dan akan dimintai pertanggungjawaban atasnya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Barangsiapa yang mendidik mereka dengan baik sehingga mereka menjadi anak yang shalih dan shalihah maka ia telah menjalankan amanat ini dengan sebaik-baiknya, dan Allah akan menjadikan mereka sebagai salah satu sebab keselamatan orang tua di akhirat kelak.

Keenam, banyak berzikir mengingat Allah dan menjauhi ghibah, karena zikir dapat menenangkan hati dan menentramkan jiwa. Allah ta’ala berfirman: “Ingatlah hanyalah dengan mengingat Allah hati menjadi tenang” (Qs. Ar ra’d ; 28). Selian itu juga, wanita yang terbiasa berzikir kepada Allah, akan membuatnya menjaga diri dari menyebut-nyebut aib orang lain.

Ketujuh, banyak bersabar dan tidak mudah mengeluh. Seorang muslimah seharusnya bisa mengendalikan dirinya ketika tertimpa musibah sehingga tidak melakukan larangan-larangan Allah ta’ala seperti cepat mengeluh, berteriak-teriak , menampar pipi, menyobek pakaiannya, atau perbuatan buruk lainnya yang menandakan adanya ketidaksabaran dalam dirinya.

Kedelapan, senantiasa menjaga keikhlasan dalam setiap amalan, dan tidak beribadah kecuali sesuai dengan petunjuk Rasulullah SAW, karena dua perkara ini merupakan syarat sahnya suatu amalan ibadah seorang muslim. Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya ” (HR Bukhari Muslim).

Kesembilan, selalu berakhlak baik dan berteman dengan muslimah yang baik-baik. Bisa menjaga nilai-nilai Islam dalam diri dan akhlaknya dalam bergaul, menjauhi wanita yang berperangai buruk karena teman yang buruk bisa saja menjerumuskan seorang muslimah dalam kemaksiatan dan dosa. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Setiap orang tergantung dari agama (akhlak) saudaranya, maka hendaknya kalian memilih siapa yang hendak dijadikan sebagai sahabatnya” (HR Muslim).

Jika ada hak, tentu ada kewajiban. Muslimah harus menyadari bahwa apa yang Allah wajibkan atas dirinya berupa tugas atau amalan-amalan ibadah dan ketaatan dalam Islam,  merupakan bentuk keistimewaan yang dikhususkan Allah atasnya sehingga tiada alasan baginya untuk melalaikan semua kewajiban yang diembannya. (R01/P001)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)