Isra Mi’raj, Hikmah Perjalanan Rasulullah SAW dan Urgensi Masjidil Aqsha

Oleh : ,M.Pd., Aktivis Aqsa Working Group (AWG) Jawa Barat

Firman Allah:

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ ءَايَاتِنَا إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

Artinya: “Mahasuci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari  Masjidil Haram ke Masjid al-Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-Isra : 1).

Bulan Rajab menyimpan banyak peristiwa penting yang berhubungan langsung dengan keimanan. Salah satu peristiwa itu adalah Isra Mi’raj, yang merupakan peristiwa agung dan hanya terjadi atas kuasa Allah SWT. Hanya separuh malam. Bermula dari Masjidil Haram di Makkah menuju di Yerusalem, Palestina, kemudian menuju ke langit.

Pertanyaannya: Mengapa tidak dari Masjidil Haram langsung naik ke langit? Mengapa Baitul Maqdis dipilih sebagai start kendaraan Buraq, sebelum meluncur ke Sidratul Muntaha?

Rute Isra Mi’raj sangat menarik dan menjadi kajian para ahli tafisr. Ada apa dengan Masjidil Aqsha, sehingga menjadi istimewa dalam kisah Israj Mi’raj. Ternyata beberapa literatur menyebutkan kisah Isra Mi’raj menyimpan banyak faktor penting.

Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Quranul ‘Azhim, sepakat atas kebenaran Isra Mi’raj. Perjalanan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha dan dari bumi ke Sidratul Muntaha, itu terjadi riil melibatkan ruh sekaligus fisik Nabi Muhammad SAW. Ini ditegaskan Allah SWT dalam QS. Al Isra ayat 1.

Abu Al-Qasim Isma’il bin Muhammad At-Taimi dalam kitab Al-Hujjah fi Bayan Al-Mahajjah wa Syarh Aqidah Ahli As-Sunnah menjelaskan Rasulullah SAW dijemput Jibril dan Mikail usai shalat Isya. Kemudian, Rasulullah SAW menuju Masjidil Aqsha dengan Buraq. Rute Buraq yang membawa Rasulullah SAW adalah dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsha untuk singgah. Kemudian, Rasulullah SAW melanjutkan perjalanan menuju Sidratul Muntaha.

Syeikh An Nawawi Al-Bantani dalam kitab Marah Labid, menjelaskan dipilihnya Masjidil Aqsha sebagai tempat singgah karena beberapa alasan. Di antaranya agar Buraq dapat terbang ke langit secara lurus. Syeikh An Nawawi menyebut satu riwayat menyatakan Masjidil Aqsha berada pada posisi tegak lurus dengan pintu langit.

Selain itu, Masjidil Aqsha menjadi tempat para Nabi keturunan Bani Israil dalam berdakwah seperti Nabi Musa, Nabi Isa, dan Nabi-Nabi lainnya. Faktor ini ada yang menyebut sebagai “faktor astronomis”.

Selanjutnya, Syaikh  Muhammad Matwalli As Sya’rawi  seorang ulama Mesir mengungkapkan dalil-dalil aqli tentang perjalanan Nabi Muhammad SAW yang begitu mulia, dan rahasia mengapa peristiwa Isra lebih dulu sebelum Mi’raj, serta tentang Masjidil Aqsha yang  menjadi tujuan Isra Nabi Muhammad SAW.

Syaikh As Sya’rawi mengatakan bahwa peristiwa Isra itu mesti lebih dulu dari Mi’raj. Karena Isra adalah aktivitas atau proses yang terjadi di bumi (amaliyah ardhiyah) yang menembus ruang dan waktu.

Peristiwa Isra dapat dijelaskan kepada orang-orang musyrik Makkah karena mereka mengetahui Masjidil Haram dan Masjidil Aqsha, mereka mengetahui berapa jarak di antara keduanya. Syaikh As Sya’rawi mengatakan bila peristiwa Mi’raj terjadi dari Masjidil Haram ke Sidratul Muntaha, maka tidak akan ada di sisi Rasulullah SAW tanda-tanda yang terbentang yang dapat digunakan untuk menjelaskan pada orang-orang musyrik Makkah.

Maka dari itu Masjidil Aqsha itu sesuatu yang diketahui orang-orang musyrik Makkah. Itu sebabnya mereka menyuruh Nabi SAW untuk menggambarkan tentang Baitul Maqdis karena di antara mereka ada yang mengetahui rincian tentang Al Alqsha.

Rasulullah SAW menjelaskan dengan bukti nyata yaitu kafilah yang dilihatnya ketika Isra dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha dan menceritakan tentang apa yang dilihatnya kepada kaum musyrik Makkah. Maka ketika rombongan kafilah itu datang kembali ke Makkah, orang-orang Makkah memberitahu tentang apa yang telah dikatakan Rasulullah SAW.

Maka peristiwa Isra dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha dapat dibuktikan dengan dalil bahwa Rasulullah SAW benar dalam melakukan perjalanan Isra. Dan selama orang-orang Makkah itu menerima atau percaya kebenaran Isra, maka ketika dikatakan pada mereka bahwa sesudah Isra Rasulullah naik ke Sidratul Muntaha akan menjadi penjelas bagi akal mereka.

Terpilihnya Masjidil Aqsha sebagai tempat transit rute Isra Mi’raj, mengandung makna perjalanan tersebut adalah dari masjid menuju masjid. Masjidil Aqsha merupakan masjid ketiga yang dianjurkan agar dikunjungi sesudah Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Ini menunjukkan betapa pentingya peran masjid bagi umat Islam.

Sejarah membuktikan Baitul Maqdis pernah menjadi kiblat pertama umat Islam sebelum kemudian beralih ke Ka’bah di Masjidil Haram. Ini pun menunjukkan bahwa perjalanan Isra Mi’raj terjadi di antara dua kiblat.

Nun jauh sebelum Nabi Muhammad SAW diutus menjadi Rasul, Palestina merupakan negeri para Nabi. Posisi Palestina dan sekitar Syam disebut-sebut sebagai daerah lingkar pertama peradaban. Tersirat pesan Allah SWT ingin mengajak Rasulullah berwisata kilas balik perjuangan dakwah para nabi sebelumnya.

Faktor terakhir dari hikmah perjalanan Isra Mi’raj ini adalah bahwa pembicaraan Masjidil Aqsha tiada pernah habis. Palestina dan Masjidil Aqsha masih menjadi perjuangan bagi masyarakat muslim seluruh dunia.  Hampir setiap hari Al Aqsha dijaga super ketat oleh tentara Israel, dikibarkan bendera Israel di tanah suci umat Islam tersebut.

Sehingga, bagi kaum Muslimin, memperingati peristiwa Isra Mi’raj bukanlah sekedar berbicara tentang asal muasal perintah shalat saja. Lebih dari itu, peringatan Isra Mi’raj adalah momen perjuangan merebut kembali Masjidil Aqsha, tanah Isra Mi’raj Rasulullah SAW, bumi warisan para nabi, hak kaum muslimin.

Wallahu a’lam bish showab. (A/amn/RS2)

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.