Tel Aviv, MINA – Israel akan mengadakan pemilihan umum dini tanggal 9 April tahun depan menyusul krisis pecahnya koalisi pemerintah dipimpin PM Benyamin Netanyahu, sehingga koalisi yang berkuasa menjadi hanya unggul satu suara dibanding oposisi.
Parlemen Israel menggelar pemungutan suara, Rabu (26/12) malam, yang memutuskan untuk membubarkan diri menjelang pemilu dini pada 9 April.
Menurut harian lokal Yedioth Ahronoth, sebanyak 102 suara di Knesset mendukung RUU pembubaran, hanya dua surat suara yang berbeda pendapat. Demikian Daily Sabah melaporkan yang dikutip MINA.
Pada Senin lalu, para mitra koalisi yang berkuasa yang dipimpin oleh Partai Likud tempat Perdana Menteri Benjamin Netanyahu bernaung memutuskan untuk menyerukan pemilihan umum pada bulan April.
Baca Juga: Warga Palestina Bebas setelah 42 Tahun Mendekam di Penjara Suriah
Netanyahu, sekarang dalam masa jabatan keempat sebagai perdana menteri, telah memerintah dengan mayoritas tipis 61 kursi di parlemen berkomposisi 120 kursi. Dia mengepalai Partai Likud yang berhaluan kanan.
Keputusan itu muncul setelah partai United Torah Yudaism bersumpah untuk mundur dari koalisi jika Knesset memberikan suara mendukung rancangan undang-undang wajib militer yang menargetkan pria ultra-Ortodoks.
Selama ini kebijakan wajib militer adalah wajib untuk semua warga negara Israel – tiga tahun untuk pria dan dua tahun untuk wanita – dengan pengecualian anggota komunitas Yahudi ultra-Ortodoks.
Jumlah kaum Yahudi ultra-Ortodoks sekitar 10 persen dari populasi Israel. Mereka cenderung hidup dalam komunitas tertutup dan mematuhi interpretasi ketat terhadap hukum agama Yahudi. (T/R11/P1)
Baca Juga: Faksi-Faksi Palestina di Suriah Bentuk Badan Aksi Nasional Bersama
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Agresi Cepat dan Besar Israel di Suriah Saat Assad Digulingkan