Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Israel Bangun Koalisi Arab Lawan Iran dan Hizbullah

Rudi Hendrik - Ahad, 12 November 2017 - 05:35 WIB

Ahad, 12 November 2017 - 05:35 WIB

159 Views

Benjamin Netanyahu (Daily Mail)

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. (AP Photo/Oded Balilty)

 

Sebuah rangkaian kabel diplomatik Israel bocor. Ada perintah dari kepemimpinan Israel kepada kedutaan-kedutaan besarnya di luar negeri untuk melobi negara tuan rumah masing-masing agar mendukung Arab Saudi dan upaya nyata untuk mengacaukan Lebanon.

Perintah itu tampaknya merupakan konfirmasi formal pertama mengenai desas-desus bahwa Israel dan Arab Saudi berkolusi untuk memicu ketegangan di kawasan tersebut.

Kabel diplomatik itu dikirim oleh Kementerian Luar Negeri Israel dan diungkapkan oleh saluran berita Channel 10 Israel pada Ahad, 5 November 2017.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya

Kabel tersebut menginstruksikan agar para diplomat menekankan keterlibatan Iran dan Hizbullah dalam “subversi regional”.

Kabel itu menginstruksikan para diplomat Israel untuk menekankan bahwa pengunduran diri Perdana Menteri Lebanon Saad Hariri menunjukkan betapa berbahayanya Iran dan Hizbullah terhadap keamanan Lebanon.

Para diplomat Israel di berbagai ibu kota negara dunia diminta mendesak “pejabat tertinggi” negara tuan rumah untuk mendesak pengusiran Hizbullah dari pemerintahan Lebanon.

Atas hal ini, beberapa pengamat telah mencatat bahwa langkah diplomatik Israel untuk campur tangan secara langsung dalam masalah Arab yang bersifat internal adalah “sangat langka”.

Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa

Pengamat  meyakini, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang mengeluarkan kabel tersebut, mungkin ingin memperoleh keuntungan dari ketidakpastian di wilayah tersebut.

Perang kata-kata

Kabel tersebut muncul di saat Arab Saudi secara dramatis meningkatkan retorikanya terhadap Iran dan Hizbullah.

Pada hari Kamis, 9 November 2017, Kementerian Luar Negeri Saudi mengatakan kepada warganya untuk meninggalkan Lebanon segera, setelah menuduh Hizbullah “menyatakan perang” di negara tersebut.

Baca Juga: Lima Paramedis Tewas oleh Serangan Israel di Lebanon Selatan

Langkah itu menyusul pengunduran diri Perdana Menteri Saad Hariri, seorang politisi yang memiliki hubungan pribadi dan bisnis dekat dengan Arab Saudi. Bahkan Hariri mengumumkan kemundurannya di Riyadh, bukan di Beirut, bukan di negaranya sendiri.

Hariri menuduh Iran membangun “negara di dalam sebuah negara” di Lebanon melalui Hizbullah, sebuah kelompok Syiah yang diwakili di parlemen dan memiliki sayap militer yang kuat.

Ada kecurigaan kuat bahwa Riyadh memerintahkan Hariri mengundurkan diri, sebagai cara untuk menghancurkan Lebanon yang memiliki susunan politik rumit dan rapuh. Lebanon memiliki potensi konflik sektarian yang tinggi.

Arab Saudi juga telah memasukkan nama Iran dan Hizbullah terlibat dalam sebuah serangan rudal dari Yaman ke Riyadh pada 4 November, meski serangan itu diklaim oleh pemberontak Houthi.

Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat

Arab Saudi yang berperang besar di Yaman melawan kelompok Houthi, minoritas Syiah, telah menuduh Iran mendukung dan menyuplai senjata kepada Houthi.

Menachem Klein, seorang profesor politik di Universitas Bar Ilan, dekat Tel Aviv, mengatakan, kemungkinan Netanyahu menginginkan kabel diplomatik tersebut go public.

“Jika Anda mengirim kabel diplomatik dan mulai melobi setiap ibu kota asing, Anda harus berharap bahwa hal itu tidak akan berlangsung lama,” katanya kepada Al Jazeera. “Tujuan Netanyahu adalah untuk menjelaskan kepada orang Saudi bahwa dia dapat membantu.”

Profesor Klein mengumpamakan bahwa Netanyahu ingin berkata kepada Saudi, “Kami memiliki hubungan khusus dengan negara-negara Barat dan kami dapat membantu Anda memajukan tujuan politik Anda melawan Iran dan Hizbullah.”

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat

 

Israel berisiko terseret oleh Arab Saudi
Namun komentator Israel Amos Harel mengatakan, Israel berisiko terseret oleh Arab Saudi dalam sebuah konfrontasi yang tidak perlu dan berbahaya dengan Hizbullah. Ia menggambarkan itu sebagai “usaha ambisius untuk mencapai tatanan regional yang baru”.

Dalam sebuah kolom di harian Haaretz Israel, Daniel Shapiro, mantan Duta Besar Amerika Serikat untuk Israel, berpendapat bahwa Saudi berusaha memindahkan medan perang dari Suriah ke Lebanon, setelah kegagalan mereka menggulingkan Presiden Suriah Bashar Al-Assad.

Menurutnya, baik Israel maupun Arab Saudi telah turut campur di Suriah dengan berbagai cara selama perang, dengan tujuan tersembunyi, yaitu memperlemah pemerintahan Assad dan membantu pasukan pemberontak yang didominasi oleh Islamic State (ISIS) dan afiliasi Al-Qaeda.

Baca Juga: Militer Israel Akui Kekurangan Tentara dan Kewalahan Hadapi Gaza  

Namun dengan bantuan Rusia, Assad telah menopang pemerintahannya di sebagian besar negara dalam beberapa bulan terakhir, sementara kubu besar pemberontak ISIS telah runtuh.

Baik Israel maupun Arab Saudi tidak bisa lebih terlibat langsung di Suriah, mengingat adanya keterlibatan Rusia.

Shapiro memperingatkan Israel untuk mewaspadai upaya Riyadh yang akan mendorong Tel Aviv secara prematur ke dalam sebuah konfrontasi dengan Hizbullah, yang dapat dengan cepat meningkat menjadi perang regional.

 

Baca Juga: Tertib dan Terpimpin

Hizbullah Libanon terlibat perang melawan Israel pada 2006 (Foto: AP)Israel siap konfrontasi

Pada bulan September ada sebuah pertanda bahwa Israel mungkin sedang bersiap menghadapi konfrontasi di perbatasan utara. Tentara Israel mengadakan latihan militer terbesarnya dalam 20 tahun terakhir, yang mensimulasikan sebuah invasi ke Lebanon.

Hizbullah, bagaimanapun, diasumsikan secara luas sebagai kelompok yang dipersenjatai puluhan ribu roket dan rudal. Sejauh ini, Hizbullah telah bertindak sebagai pencegah pengulangan pengeboman Israel dan invasi ke Lebanon sebagaimana yang terjadi pada 2006.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat

Namun, Israel dan Arab Saudi tampaknya tertarik untuk memperkuat aliansi mereka dan mengalihkan perhatian ke Lebanon dan jauh dari Suriah.

Israel telah meluncurkan lebih dari 100 serangan udara terhadap pemerintah Suriah dan target militer dalam beberapa tahun terakhir, sebagian besar dengan alasan mencegah pengiriman teknologi senjata dari Iran ke Hizbullah.

Sebuah rumah sakit lapangan yang didirikan oleh tentara Israel di Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel, terbukti merawat pejuang Islam yang terluka dan mengembalikannya ke Suriah, sebagaimana PBB telah mendokumentasikannya.

PBB juga telah mengamati tentara Israel mengirim “kotak” kepada pejuang Islam yang secara luas diasumsikan berisi senjata, sebagaimana Haaretz pertama kali melaporkannya pada tahun 2014.

Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?

Pembangunan koalisi
Noam Sheizaf, seorang jurnalis Israel mengatakan kepada Al Jazeera bahwa kabel diplomatik tersebut tampaknya merupakan upaya Israel dalam membangun koalisi dengan Arab Saudi dan sebagian besar negara Teluk.

Israel memahami bahwa orang-orang Saudi kalah dari Iran di Suriah dan Yaman, dan sekarang mereka membutuhkan sekutu dengan kekuatan militer dan diplomatik yang untuk ini, dapat diberikan oleh Israel,” kata Sheizaf.

Netanyahu menunjukkan banyak hal dalam komentarnya baru-baru ini ketika dia mengatakan bahwa Israel bekerja “sangat keras”  membentuk sebuah aliansi dengan “negara Sunni modern” untuk melawan Iran. (A/RI-1/P1)

Sumber: tulisan Jonathan Cook di Al Jazeera

Baca Juga: Netanyahu Akan Tetap Serang Lebanon Meski Ada Gencatan Senjata

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Amerika
Palestina
Palestina
Internasional