Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Israel Bukan Negara, Tapi Proyek Penjajahan Abad Modern

Bahron Ansori Editor : Rudi Hendrik - 4 jam yang lalu

4 jam yang lalu

0 Views

Sejak awal kelahirannya pada 1948, Israel sudah berdiri di atas kebohongan. Deklarasi kemerdekaan mereka hanyalah hasil rekayasa politik kolonial Barat. (foto: ig)

ISRAEL sering disebut sebagai sebuah negara. Namun jika kita jujur menelusuri sejarahnya, Israel bukanlah negara dalam arti sebenarnya. Ia adalah proyek penjajahan modern, sebuah entitas yang berdiri bukan atas dasar peradaban, tetapi atas darah, air mata, dan perampasan tanah Palestina. Bayangkan, tanah yang selama berabad-abad dihuni oleh bangsa Palestina, tiba-tiba diklaim sebagai milik kaum pendatang yang datang dari Eropa, Rusia, dan Amerika.

Sejak awal kelahirannya pada 1948, Israel sudah berdiri di atas kebohongan. Deklarasi kemerdekaan mereka hanyalah hasil rekayasa politik kolonial Barat. Inggris dengan licik menandatangani Deklarasi Balfour 1917, menjanjikan tanah Palestina kepada Yahudi Eropa, padahal tanah itu bukan miliknya. Inilah penipuan sejarah terbesar abad ke-20 yang terus berlanjut hingga hari ini.

Tidak ada negara lain di dunia ini yang berdiri dengan cara sebrutal Israel. Mereka mengusir jutaan rakyat Palestina dari rumah mereka, menghancurkan desa-desa, lalu menamakan tanah rampasan itu sebagai “Negara Israel.” Apa bedanya dengan perampok yang masuk ke rumah orang, mengusir pemilik sah, lalu mengklaim bahwa rumah itu miliknya? Bedanya hanya satu: Israel dilindungi kekuatan militer dan politik Barat.

Proyek penjajahan ini bukan hanya menjarah tanah, tetapi juga identitas. Israel berusaha menghapus Palestina dari peta, seolah-olah bangsa itu tidak pernah ada. Mereka membakar perpustakaan, menghancurkan arsip sejarah, dan mengganti nama-nama kota dengan bahasa Ibrani. Tapi sejarah tidak bisa dihapus. Palestina tetap hidup dalam ingatan dunia.

Baca Juga: Tanpa Ilmu, Jama’ah Hanya Massa Tanpa Arah

Lebih mengerikan lagi, Israel berdiri dengan ideologi rasisme. Mereka menganggap diri sebagai bangsa pilihan Tuhan, sementara bangsa lain hanya kelas dua. Inilah akar kezaliman mereka: merasa sah merampas, merasa halal menindas, merasa benar membunuh. Bukankah inilah wajah kolonialisme paling telanjang yang seharusnya sudah lama punah di abad modern?

Lihatlah Gaza hari ini. Di balik klaim “demokrasi” yang mereka banggakan, Israel menutup rapat jalur kehidupan dua juta lebih manusia. Mereka hidup di penjara terbuka terbesar di dunia, tanpa akses bebas ke dunia luar, tanpa air bersih yang layak, tanpa listrik yang memadai. Apakah ini wajah sebuah negara? Atau wajah rezim apartheid yang bahkan lebih buruk dari Afrika Selatan dulu?

Ironinya, banyak negara besar menutup mata. Amerika Serikat, Eropa, bahkan beberapa penguasa Arab berdiam diri, seakan buta terhadap penderitaan Palestina. Padahal setiap hari ada anak-anak yang terbunuh, rumah-rumah yang rata dengan tanah, masjid yang dihancurkan, dan tanah pertanian yang dibakar. Inilah proyek penjajahan paling vulgar di hadapan mata dunia.

Namun dunia juga mulai sadar. Ribuan aktivis dari berbagai bangsa, agama, dan latar belakang kini bersuara: “Free Palestine.” Mereka tahu bahwa ini bukan sekadar isu agama, tapi isu kemanusiaan. Penjajahan Israel adalah luka kolektif bagi umat manusia. Tidak perlu menjadi muslim untuk membela Palestina, cukup menjadi manusia yang punya hati nurani.

Baca Juga: Lisanku Terjaga, Hatiku Bahagia: 10 Hikmah Dzikir yang Menyelamatkan

Israel bukanlah entitas yang lahir dari perjuangan rakyat, tapi hasil manipulasi kolonial. Tidak ada legitimasi sejarah, budaya, maupun moral bagi mereka. Karena itu, mereka terus menjaga eksistensi dengan teror, senjata, dan propaganda. Jika benar mereka negara yang sah, mengapa rakyat Palestina yang asli masih harus terusir dari tanahnya?

Muslim di seluruh dunia punya kewajiban moral dan iman untuk peduli. Al-Qur’an mengingatkan kita tentang kedzaliman dan pentingnya melawan penindasan. Rasulullah ﷺ bersabda bahwa umat ini seperti satu tubuh, jika satu bagian sakit maka seluruh tubuh ikut merasakan sakit. Palestina adalah luka umat, dan diam berarti membiarkan luka itu bernanah.

Bagi non-muslim, Palestina adalah ujian nurani. Jika dunia membiarkan Israel terus merajalela, maka itu berarti dunia sedang mewariskan pada generasi berikutnya sebuah preseden berbahaya: bahwa penjajahan masih sah, bahwa perampasan tanah masih boleh, bahwa kezaliman bisa dilindungi oleh kekuatan politik.

Mengerikannya lagi, Israel tidak hanya menjajah Palestina, tapi juga memonopoli narasi dunia. Mereka mengendalikan media, menggiring opini, bahkan mengkriminalisasi kritik dengan label “antisemit.” Padahal menentang Israel bukanlah menentang Yahudi sebagai agama, tetapi menentang kolonialisme, apartheid, dan kejahatan kemanusiaan.

Baca Juga: Bahan Bakar Api Neraka Itu adalah Zionis Israel

Hari ini, kita harus berani berkata lantang: Israel bukan negara. Ia adalah proyek penjajahan modern yang berumur panjang karena dilindungi oleh kepentingan geopolitik. Namun sebagaimana sejarah membuktikan, semua penjajahan pada akhirnya runtuh. Portugis runtuh, Belanda runtuh, Inggris runtuh. Israel pun akan runtuh.

Kita harus yakin, Palestina akan merdeka. Karena kezaliman tidak akan selamanya bertahan. Karena doa anak-anak Gaza lebih kuat dari peluru tank. Karena air mata seorang ibu Palestina lebih murni dari propaganda apa pun. Dan karena keadilan selalu menemukan jalannya, meski tertunda.

Israel hanyalah proyek sementara. Palestina adalah tanah abadi. Selama masih ada manusia yang percaya pada keadilan, selama masih ada hati yang menolak penjajahan, Palestina akan tetap hidup, dan Israel akan tetap dikenang bukan sebagai negara, tetapi sebagai noda kelam dalam sejarah umat manusia.[]

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Masjid Kerisik Jejak Peradaban Pattani, Simbol Kebangkitan Islam, dan Inspirasi Solidaritas untuk Al-Aqsa

 

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Palestina
Kolom